Farah meninggal karena dibunuh. Namun itu bukanlah akhir kehidupannya. Farah diberi kesempatan untuk hidup kembali sebagai siswi bernama Rasti. Siswi yang tidak lain adalah murid di sekolah suaminya bekerja.
Nama suami Farah adalah Yuda. Sudah memiliki dua anak. Hidup Yuda sangat terpuruk setelah kematian Farah. Hal itu membuat Farah berusaha kembali lagi kepada suaminya. Dia juga harus menghadapi masalah yang di alami pemilik tubuhnya. Yaitu menghadapi orang-orang yang sering membuli dan meremehkan Rasti. Sebagai orang yang pernah bekerja menjadi pengacara, Farah mampu membuat Rasti jadi gadis kuat.
Apakah Farah bisa membuat suami dan anak-anaknya mau menerimanya? Mengingat dia sekarang adalah gadis berusia 17 tahun. Lalu bagaimana nasib Rasti yang selalu diremehkan karena bodoh dan berbadan gemuk?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 35 - Belajar Bersama
Kini Rasti berada di ruang belajar bersama Reno. Dia akan mengajari tentang pelajaran Bahasa Indonesia hari itu.
Rasti mengajari Reno dengan sabar dan diselingi candaan sesekali. Itu membuat Reno menyukai masa belajarnya.
"Kak Rasti benar-benar mirip Mamah aku. Kalau begini, aku bisa semangat lagi belajarnya," celetuk Reno.
Rasti terdiam sejenak saat mendengar ucapan Reno. Dia berpikir kalau dirinya bisa mengatakan yang sebenarnya pada anak itu. Namun di sisi lain, Rasti juga terpikirkan tentang Rudi. Ia ingin menyelesaikan masalahnya dengan Rudi terlebih dahulu.
'Mungkin nanti saja,' batin Rasti.
Satu jam lebih berlalu. Sesi belajar Rasti dan Reno lantas selesai. Kini Rasti terpikir untuk menemui Tiara. Namun sayangnya, anak itu sedang tertidur. Alhasil Rasti pun menemui Yuda. Lelaki tersebut berada di balkon dan sibuk dengan laptopnya.
"Lagi bikin soal ujian, Pak Guru?" sapa Rasti seraya duduk di hadapan Yuda.
"Iya. Baru bisa ngerjain sekarang," sahut Yuda. Dia lalu membuka aplikasi map dan memeriksa lokasi villa Rudi berada.
"Mau aku bantuin?" tawar Rasti.
Yuda hanya diam. Dia justru berkata, "Aku ingin membahas rencana kita terkait Rudi. Menurutku rencana itu akan memakan waktu yang lama. Takutnya kita akan membuat korban Rudi bertambah."
Rasti terdiam. Dia berpikir apa yang dikatakan Yuda ada benarnya. Apalagi kalau dirinya membuat akun media sosial, belum tentu Rudi akan langsung menghubunginya. Yang terpenting sekarang adalah, tempat persembunyian Rudi sudah diketahui.
"Kau benar... Kita tidak bisa menunggu lama," ucap Rasti. "Ayo kita datangi Rudi! Rekam semua hal yang ada di sana. Kita sekap dia dan sebarkan video kalau polisi membiarkannya berkeliaran!" lanjutnya bersemangat.
"Kau sebaiknya pulang. Serahkan urusan ini padaku!" tanggap Yuda serius.
"Enggak! Aku nggak akan biarin kamu ke sana sendirian!"
"Aku nggak sendirian. Aku akan meminta bantuan Harry dan teman-temannya. Kau tenang, aku akan baik-baik saja. Aku akan pastikan Rudi mendapatkan hukuman setimpal," tutur Yuda.
"Tapi Yud--"
"Aku nggak akan mengalah, Ras. Kau sekarang berada di tubuh gadis remaja, selain itu... Kau pernah menjadi korban Rudi. Aku tidak mau gegabah dan membiarkanmu bertemu pria jahat itu lagi!"
Yuda kali ini bersikeras. Hingga Rasti tak bisa berkata-kata lagi. Gadis itu lantas mengangguk. Dia berharap Yuda bisa melakukannya dengan baik.
"Aku akan mengantarmu pulang," ujar Yuda. Dia dan Rasti lantas beranjak dari rumah.
"Padahal ini rumahku, tapi aku harus pulang ke rumah lain," ungkap Rasti sembari memandangi rumahnya.
"Orang tua Rasti pasti cemas kau pulang telat," balas Yuda.
"Ya... Mereka adalah orang tua yang sangat baik," sahut Rasti. Dia menghela nafas panjang.
Tak lama kemudian, Rasti tiba di rumah. Yuda perlahan menghentikan mobil.
"Lain kali aku akan mampir dan berkenalan dengan calon mertuaku," imbuh Yuda.
"Aku akan ingat itu!" tanggap Rasti sambil tersenyum. Ia segera keluar dari mobil. Kemudian melepas kepergian Yuda.
Bersamaan dengan itu, Alvin keluar dari rumah. Ia berpapasan dengan Rasti yang hendak masuk ke rumah.
"Pas sekali kau datang, Kak!" seru Alvin.
"Kenapa emangnya?" tanggap Rasti dengan dahi berkerut dalam.
"Beliin minyak goreng ya, Kak. Kebetulan perutku sakit, Kak. Aku kebelet." Alvin tiba-tiba memegangi perut sambil meringiskan wajah.
"Apaan sih! Jangan akting kamu!" timpal Rasti.
"Aku udah nggak tahan. Ini uangnya!" Alvin memaksa. Dia melempar uangnya dan langsung masuk ke rumah. "Cepetan ya, Kak! Ibu soalnya mau goreng ikan!" pekiknya sebelum benar-benar beranjak.
