NovelToon NovelToon
Untuk Aldo Dari Tania

Untuk Aldo Dari Tania

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Ketos / Diam-Diam Cinta / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Aisyah A

Berawal dari pertemuan singkat di sebuah mal dan memperebutkan tas berwarna pink membuat Aldo dan Tania akhirnya saling mengenal. Tania yang agresif dan Aldo yang cenderung pendiam membuat sifat yang bertolak belakang. Bagaikan langit dan bumi, mereka saling melengkapi.

Aldo yang tidak suka didekati Tania, dan Tania yang terpaksa harus mendekati Aldo akhirnya timbul perasaan masing-masing. Tapi, apa jadinya dengan Jean yang menyukai Aldo dan Kevin yang menyukai Tania?

Akhirnya, Aldo dan Tania memilih untuk berpisah. Dan hal itu diikuti dengan masalah yang membuat mereka malah semakin merenggang. Tapi bukan Aldo namanya jika kekanak-kanakan, dia memperbaiki semua hubungan yang retak hingga akhirnya pulih kembali.

Tapi sayangnya Aldo dan Tania tidak bisa bersatu, lantaran trauma masing-masing. Jadi nyatanya kisah mereka hanya sekadar cerita, sekadar angin lalu yang menyejukkan hati.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sudut Jean

Dion sudah menunggu Jean di dalam mobilnya. Pria itu sedang membersihkan kacamata hitamnya sebelum digunakan. Dia melihat Jean berjalan mendekat. Dia menyipitkan mata, seperti ada hal yang terjadi pada Jean. Gadis itu terlihat pucat dan waswas. Langkahnya pun terlihat gusar.

Jean segera masuk dan membanting pintu mobil hingga tertutup rapat. Dia terlihat seperti sedang ada masalah.

Dion meliriknya dari spion dalam. "Jean, kenapa?" tanyanya.

Jean menggeleng. "Nggak apa-apa."

"Kamu bisa cerita ke saya kalau—"

"GUE BILANG NGGAK APA-APA!" bentak Jean memotong ucapan Dion.

Dion segera diam. Dia memilih untuk tidak melanjutkan pertanyaannya. Dia menyalakan mesin, menarik tuas gigi, lalu menekan pedal gas.

...******...

Rumi sedang berada di ruang tamu. Dia sedang video call dengan suaminya; Ardi. Gelagat tawa itu terdengar renyah keluar dari mulut Rumi.

"Dia baik-baik saja. Kami selalu baik, Mas," ujar Rumi.

Ardi menghela napas. "Aku akan segera pulang," ujarnya.

"Tidak usah terlalu buru-buru, Mas. Selesaikan urusan di sana sampai tuntas," ujar Rumi.

"Di sini sudah hampir selesai, Rumi. Setelah saya pulang nanti, kita akan tinggal bersama dan menetap di sana," ujar Ardi.

Alih-alih tersenyum senang mendengar kabar itu, Rumi justru menghela napas panjang dan memasang ekspresi kecewa.

"Kamu kenapa?" tanya Ardi.

Rumi mengatur napasnya. "Sebetulnya, kamu dan Dion itu sejak kapan?" tanya Rumi.

Diam. Ardi bungkam dilempar pertanyaan istrinya. Mereka saling tatap lewat layar kaca laptop. Sedetik selanjutnya Ardi berdeham dan membenarkan posisinya di kursi.

"Kenapa kamu tanya itu?" tanya Ardi.

Rumi tersenyum simpul. "Aku istri kamu. Harusnya pertanyaan itu kamu lempar jika aku bukan istri kamu," ujar Rumi.

Ardi kembali bungkam dengan ucapan Rumi. Pelan nan halus. Tetapi menohok hati.

Rumi kembali tersenyum simpul saat Ardi tak kunjung angkat suara. "Tidak apa-apa kalau tidak mau jawab," ujar Rumi.

"Bukan seperti itu—"

"Seperti apa, Mas?"

"Aku—"

Brak!

Suara itu mengagetkan Rumi dan Ardi. Jean masuk dengan asap yang membumbung di atas kepalanya. Dia lari masuk ke dalam kamarnya tanpa memedulikan Rumi yang melihatnya terkejut.

Kepala Rumi kembali berputar ke arah pintu. Dia melihat Dion datang dengan helaan napas berat nan panjang.

"Jean kenapa?" tanya Rumi.

"Sepertinya dia ada masalah. Saat saya tanya, dia malah membentak," jelas Dion.

Tanpa memedulikan video itu masih menyala dan berlanjut, Rumi bergegas menghampiri dan mengetuk pintu kamar putrinya.

Dion yang menyadari akan hal itu segera menggantikan posisi Rumi duduk di depan laptop.

"Ada apa dengan Jean?" tanya Ardi cemas.

"Seperti yang sudah saya bilang tadi," ujar Dion.

"Cari tahu dia kenapa. Setelah itu beritahu saya secepatnya," ujar Ardi.

Dion mengangguk. "Baik."

"Oh iya, gimana keadaan Mila dan Tania?"

...******...

Sekelebat bayangan buruk itu melintasi kepalanya. Jean membenamkan dirinya di atas kasur sambil terisak. Air matanya sudah tumpah sejak dia mendobrak pintu apartemen. Dia tidak memedulikan suara gedoran pintu Rumi.

"Jean! Buka, Nak! Cerita sama mama ada apa?" ujar Rumi.

Dor! Dor! Dor!

"Jean! Buka pintunya!" teriak Rumi.

"Enggak dikunci!" teriak Jean.

Mendengar itu membuat Rumi menghela napas panjang dan segera menekan kenop pintu. Dia membuka sedikit pintunya dan melihat anaknya sedang membenamkan diri. Rumi berjalan mendekat.

"Ada apa?" tanyanya sembari mengelus kepala Jean saat sudah duduk di tepi ranjang.

Jean menggeleng.

"Ayo, cerita sama mama ada apa?" tanya Rumi.

"Enggak!" ketus Jean.

Rumi menghela napas panjang. "Mau mama panggilkan Aldo untuk—"

"ENGGAK USAH PANGGIL DIA!"

...******...

Aldo akan membawa Tania makan malam. Dia sudah meminta gadis itu untuk siap-siap pukul 19.00 malam. Dia melewati Tika dan juga Ryan yang sedang menonton televisi. Dia melakukan gerakan prosedur, keluar dari rumah, masuk ke bagasi, mengambil motor, menyalakan mesinnya, lalu menarik gas dan menembus sudut kota.

Lampu gedung-gedung pencakar langit bagaikan kunang-kunang raksasa. Suara deru kendaraan beradu dengan hiruk pikuk manusia. Tanpa dia sadari, seseorang menguntitnya dari belakang.

...******...

"Mau makan malam sama Aldo?" tanya Mila.

"Boleh, 'kan?" tanya Tania.

"Boleh. Hati-hati, ya," ujar Mila.

"Tania keluar, ya."

"Tapi Aldo-nya 'kan belum datang."

"Aku punya feeling tiga menit lagi sampai. Aku keluar, dah Mama." Tania mencomot kue brownies dan menyeruput ice coffee sebelum keluar meninggalkan rumah.

Mila hanya bisa menghela napas dan menggelengkan kepala.

Ting!

Mila segera mengecek ponselnya yang memberitahukan notifikasi. Dia melihat ada nomor yang tidak dikenal. Satu pesan terbaca darinya membuat dia memelototkan matanya.

Saya Ardi.

...******...

Benar feeling Tania. Baru saja dia menutup pintu gerbang rumahnya, motor Aldo bergerak mendekat. Tania memberikan seulas senyum saat Aldo menaikkan kaca helm.

"Kenapa lo?" tanya Aldo.

"Senyum itu ibadah," ujar Tania.

"Terserah. Ayo naik," titah Aldo.

"Oke." Tania naik ke atas boncengan motor Aldo lalu memegang sisi jaket pria itu.

Aldo menyalakan mesinnya lalu melajukan motornya diikuti seseorang dari belakang.

Kevin mengernyit bingung melihat satu motor mengikuti Aldo dan Tania dari belakang. Sejak dua menit lalu dia setia memperhatikan Tania dan Aldo. Termasuk, pengendara motor serba hitam itu.

...******...

Jean meminta izin kepada Rumi untuk jalan-jalan keluar malam. Dia tidak ingin ditemani oleh siapa pun. Dia memasukkan koin lalu menekan tombol. Setelah menunggu beberapa detik, sebuah minuman kaleng jatuh dan dia mengambilnya.

Jean hendak membuka tutup kaleng itu. Tetapi urung dilakukan saat dia mengingat kenangannya bersama Aldo. Biasanya, Aldo yang akan membuka tutup kaleng ini. Jean tersenyum miring lalu menarik tutup kaleng itu. Nahas, telunjuknya mengeluarkan darah segar.

Jean tidak peduli itu. Hatinya lebih sakit dari telunjuknya. Dia duduk di sebuah kursi lalu meneguk air di dalam kaleng. Tanpa sengaja, matanya menangkap kejadian yang miris.

Aldo mencubit pipi Tania. "Lo itu lucu!" geram Aldo.

"Ih, sakit!" Tania meringis sambil memegang pipinya.

"Pipi lo merah," ujar Aldo.

"Karena lo!"

"Cewek tuh biasanya suka banget digituin pipinya."

"Masa? Gue enggak tuh."

"Iya deh, bentar lagi juga suka."

"Suka sama siapa?"

"Gue."

"Aldo!"

Jean tersenyum miring dan memalingkan wajahnya melihat adegan Aldo dan Tania. Dia menggelengkan kepala, tidak membiarkan air matanya tumpah.

Brak!

Jean melempar minuman kalengnya membuat beberapa orang yang melihatnya mulai membisikkan sesuatu. Jean bangkit, lalu berjalan mengikuti irama kakinya.

...******...

Ada hal yang aneh pada diri Jean. Jika biasanya dia murah senyum, sekarang senyumnya sangat mahal. Dia bahkan memilih pindah tempat duduk di sebelah Bima dan menyuruh Nico duduk bersama Aldo. Jean lebih banyak diam, lebih banyak ambigu. Dan, kedua hal itu menimbulkan berbagai pertanyaan di benak teman-temannya.

"Jean, lo cemburu ya lihat Aldo sama Tania?" bisik Bima saat mereka berjalan menuju ruang OSIS.

Jean berhenti melangkah lalu menatap tajam Bima. "Gue enggak suka sama orang kayak lo, yang bisanya mengomentari orang lain."

...******...

"Do, gue saranin lo buat berhenti deketin Tania. Gue takut nanti Jean berubah," ujar Bima.

Mata pria itu melirik ke arah Jean yang sedang membaca majalah sendirian di sudut kantin. Biasanya sih, ada Tari yang menemani. Tetapi, untuk kali ini adalah pengecualian. Jean menginginkan dia sendiri.

"Lagi pula lo udah tahu 'kan kebenarannya. Jadi ya udah, enggak usah sok berlagak bijak," imbuh Bima.

Aldo meletakkan gelas. "Gue emang udah tahu kebenarannya. Tapi gue belum tahu secara pasti dari mulut om Ardi," ujar Aldo.

"Lo nggak kasihan lihat Jean? Cewek lho dia. Sahabat lo pula. Lo mau nyakitin dia?" tanya Nico. "Dua hari lo dekat sama Tania. Tapi bagi Jean itu kayak dua abad," lanjutnya.

"Terus, gue harus gimana?" tanya Aldo.

"Lo jauhin mereka berdua. Itu lebih baik. Udah, stop lo mencoba perasaan," ujar Nico.

"Dan, kalau misalkan lo enggak nyaman jauh dari mereka berdua atau salah satunya. Itu tandanya percobaan perasaan lo berhasil," timpal Bima.

Aldo menghela napas panjang. Dia melirik Jean yang berdiri meninggalkan kantin. Lalu, melirik Tania yang sedang terbahak bersama Amanda dan Nabilla.

...******...

"Do, gue udah ambil dana sama proposal di Ibu Jihan. Beliau setuju," ujar Naomi.

"Oke, nanti list aja barang-barang yang dibutuhkan," ujar Aldo.

Naomi mengangguk. "Udah dibuat sama Tyas. Oh iya, Jean masuk kepanitiaan?"

Bertepatan dengan pertanyaan Naomi, Jean muncul dari balik pintu ruang OSIS. Dia sempat melirik Aldo dan Naomi, lalu kembali berpaling.

"Jean, lo bisa 'kan?" tanya Aldo.

"Bisa," jawab Jean tanpa ekspresi. Dia keluar dari dalam ruangan sambil membawa laptop.

"Oke, masukin aja ke konsumsi sama Tania," ujar Aldo.

"Oke. Gue beli barang-barang sekarang, ya," ujar Naomi.

Aldo mengangguk mengizinkan.

Naomi keluar dari dalam ruangan meninggalkan Aldo sendirian. Pria itu mengembuskan napas pelan. Dia sedang berpikir, apa yang harus dilakukannya agar tidak terjadi masalah besar.

...******...

"Jean!"

Jean berhenti melangkah. Dia menoleh malas ke belakang—pada Aldo. "Ada apa?" ketusnya.

"Mau gue anterin pulang nggak?" tanya Aldo.

"Enggak," katanya lalu bergegas pergi.

Aldo segera mencengkeram lengan Jean agar wanita itu tidak terburu-buru pulang. Alih-alih Jean menatapnya, justru menepis tangannya.

"Jean, gue minta maaf," ujar Aldo.

"Untuk apa?" tanya Jean.

"Kesalahan yang enggak gue sadari," ujar Aldo.

Jean mendengus kesal. "Gue maafkan. Jadi, stop ikutin gue atau kata maaf itu gue cabut! Oh iya, jangan deketin gue lagi kalau ada yang mau lo perjuangkan," ujar Jean.

Kata-kata itu bagai samurai yang menggores dadanya. Begitu dalam dan menohok. Jean berlalu pergi meninggalkan Aldo dengan ketermenungannya.

Baru beberapa langkah Jean pergi. Seseorang menghampiri Aldo.

"Aldo! Lo jadi 'kan traktir gue es krim?"

Jean tersenyum miring mendengar suara yang merengek pada Aldo—Tania.

...******...

Dion sudah membukakan pintu mobil untuk Jean. Alih-alih majikannya langsung masuk, Jean justru tersenyum miring kepada Dion.

"Gue mau pulang sendiri. Kalau mama tanya, bilang aja gue lagi kerja kelompok," ujar Jean.

"Tapi kamu mau ke mana?" tanya Dion.

"Bukan urusan lo," katanya lalu berlalu meninggalkan Dion.

Dion tidak bisa mencegah Jean pergi. Dia menghela napasnya sembari menutup pintu mobil. Dia melihat ke depan. Aldo berdiri di depan lobi dengan kedua tangan masuk ke dalam saku seragam. Dion berjalan mendekat ke arah Aldo.

"Ada yang ingin saya tanyakan," ujar Dion saat sudah tiba di depan Aldo.

"Seharusnya gue yang tanya sama lo soal Jean," balas Aldo.

Dion mengembuskan napasnya. "Bukankah Anda yang dekat dengan dia?" tanya Dion.

Alih-alih menjawabnya, Aldo mengambil ponselnya lalu mengirim sesuatu kepada seseorang.

Gue ada urusan sebentar. Tunggu di ruang OSIS. Jangan ke mana-mana.

...******...

Sorot mata Aldo dan Dion terlihat tajam dan saling mengintimidasi. Seolah-olah mereka saling membakar dari tatapan itu. Aldo sudah menceritakan semuanya pada Dion. Dan, respons pria itu hanyalah gertakan gigi yang terdengar jelas.

Aldo membeberkan kebenaran itu tanpa memikirkan risikonya.

"Saya bukan kaki tangan om Ardi," ujar Dion.

Aldo tersenyum miring. "Nggak usah ngelak. Gue tahu semua kebenaran itu. Dan gue masih tunggu kebenaran selanjutnya. Kenapa lo datang ke sini dan apa yang sedang direncanakan om Ardi," ujar Aldo.

"Apa Anda menceritakan hal ini pada Jean?" tanya Dion.

"Enggak," ujar Aldo.

"Kalau tidak. Dia tidak akan bersikap dingin seperti ini."

Ucapan Dion adalah akhir dari percakapan mereka. Aldo bungkam lalu memberikan celah pada Dion untuk berlalu pergi.

...******...

Mata Tania menoleh ke kanan dan kiri. Dia melihat kedua sahabatnya; Amanda dan Nabilla sedang latihan cheers di lapangan. Dia memeluk dua tas—miliknya dan juga Aldo. Sudah tiga puluh menit berlalu Tania duduk di tribun lapangan. Dia membalas pesan Aldo kalau dia akan lebih memilih menunggu Aldo di lapangan.

"Sendirian aja, Aldo mana?"

Tania menoleh dan menemukan Bima dengan kaus futsalnya duduk di sebelahnya.

"Katanya ada urusan," ujar Tania.

"Kenapa lo bawa tas dia?" tanya Bima.

"Bukan urusan lo," jawab Tania.

"Basa-basi aja sih," ujar Bima. "By the way, gimana percobaan perasaan Aldo? Lancar?" tanya Bima.

Tania mengembuskan napas. "Entahlah," jawabnya.

"Semoga berhasil," kata Bima sembari menepuk-nepuk bahu Tania.

Tania menarik senyum simpul. Dia melihat Nico datang menghampiri Amanda sambil memberikan minum. Tania diam berpikir. Akankah apa yang dia berikan berjalan lancar?

"Tania, ayo pergi!"

...******...

Suara deru motor itu beradu dengan suara kendaraan lainnya di jalan raya. Aldo lebih banyak diam. Begitupula dengan Tania. Mereka sama-sama membisu. Seolah suara mereka hanyut dalam hiruk pikuk kota.

Aldo memberhentikan motornya tepat di depan toko es krim. Tania turun lalu memperhatikan toko es krim di hadapannya ini. Dia mengembangkan senyum.

"Wah, gue baru tahu ada toko es krim selucu ini," ujar Tania. Matanya berbinar cerah melihat warna pink menghiasi bangunan di depannya.

Aldo mengacak rambut Tania lalu meminta gadis itu masuk ke dalam sana.

Dari jauh, seseorang menyunggingkan senyum.

...******...

Bagaimana Aldo tega mengatakan risiko yang akan dihadapi ke depannya pada Tania. Gadis itu memakan es krim dengan sangat lahap. Aldo mengedipkan mata dan menghela napas panjang. Mungkin saran Nico tidak akan dia terapkan dulu.

"Tania," panggil Aldo.

"Ya?"

"Gue mau bilang sesuatu."

"Apa?"

"Soal mencoba perasaan itu."

Tania refleks menghentikan aktivitasnya lalu membenahi diri mendengarkan informasi penting dari Aldo. "Gimana?" tanya Tania.

"Gue belum dapetin apa-apa," ujar Aldo.

Tania tersenyum simpul. "Lo pasti bakal dapetin sesuatu. Percaya, deh."

"Gimana kalau seandainya gue nyakitin salah satu di antara kalian?" tanya Aldo.

"Gue yakin enggak akan," ujar Tania.

Aldo mengembuskan napas. "Gue takut terjadi sesuatu setelah kebenaran ini lo tahu."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!