Safira Maharani hanyalah gadis biasa, tetapi nasib baik membawanya hingga dirinya bisa bekerja di perusahaan ternama dan menjabat sebagai sekretaris pribadi CEO.
Suatu hari Bastian Arya Winata, sang CEO hendak melangsungkan pernikahan, tetapi mempelai wanita menghilang, lalu meminta Safira sebagai pengantin pengganti untuknya.
Namun keputusan Bastian mendapat penolakan keras dari sang ibunda, tetapi Bastian tidak peduli dan tetap pada keputusannya.
"Dengar ya, wanita kampung dan miskin! Saya tidak akan pernah merestuimu menjadi menantu saya, sampai kapanpun! Kamu itu HANYA SEBATAS ISTRI PENGGANTI, dan kamu tidak akan pernah menjadi ratu di istana putra saya Bastian. Saya pastikan kamu tidak akan merasakan kebahagiaan!" Nyonya Hanum berbisik sambil tersenyum sinis.
Bagaimana kisah selanjutnya, apakah Bastian dan Safira akan hidup bahagia? Bagaimana jika sang pengantin yang sebenarnya datang dan mengambil haknya kembali?
Ikuti kisahnya hanya di sini...!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 35
...***...
Tiga bulan telah berlalu, selama itu pula Nyonya Hanum tak bosan-bosan terus membujuk Farah untuk lebih intens mendekati Bastian. Seperti pagi ini wanita dengan dandanan paripurna itu mendatangi rumah sakit tempat Farah bekerja.
Farah memang telah kembali bekerja di rumah sakit peninggalan keluarganya sebagai dokter sekaligus pemilik rumah sakit yang diambil alih dan dikelola oleh Tuan Gustav, selama dirinya menghilang. Dan kini telah dikembalikan kepadanya.
Farah melihat kedatangan Nyonya Hanum lalu mencium tangan mertuanya dengan takzim. Selanjutnya dia mengajak mengajak wanita paruh baya itu masuk ke dalam ruangannya.
"Ada apa Mami datang kemari? Kenapa tidak ke mansion saja?" tanya Farah dengan lembut.
"Sengaja mami datang kemari karena ini urusan kita berdua. Lagipula di mansion Bastian banyak mata-mata yang akan mengawasi dan mencuri dengar obrolan kita," jawab Nyonya Hanum.
"Maksud, Mami?" tanya Farah tidak paham.
"Aahhh... sudahlah. Mereka itu hanya orang-orang miskin yang tidak penting," ucap Nyonya Hanum dengan nada meremehkan.
"Oh ya, bagaimana hubunganmu dengan Bastian? Ini sudah tiga bulan kalian menikah, apa sudah ada tanda-tanda?" tanya Nyonya Hanum sambil mengerlingkan matanya dengan nada menggoda.
Farah mengernyit bingung, tidak mengerti dengan apa yang dimaksud mertuanya. Dia merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan pertanyaan Nyonya Hanum.
"Kamu itu dokter, Farah. Jangan pura-pura bodoh! Masa nggak ngerti maksud, mami, sih?" ucap Nyonya Hanum dengan sarkas.
"Kalian sudah tidur bersama, kan?" tanyanya dengan frontal.
Farah terdiam, lalu mengalihkan pandangannya. Bagaimana mungkin ada tanda-tanda, disentuh pun tidak oleh Bastian. Farah lalu tertunduk sambil meremas jemari tangannya. Sungguh dia merasa sedih dan juga bersalah.
Masih begitu jelas dalam ingatan Farah, malam harinya setelah menerima surat gugatan cerai dari pengacara Safira, Bastian pulang ke mansion dalam keadaan kacau dan bau alkohol. Itu adalah pertama kalinya Bastian menyentuh barang haram. Dia seperti orang yang kehilangan gairah hidup. Kepergian Safira merupakan pukulan yang sangat berat bagi Bastian.
"Fira, akhirnya kamu pulang, sayang. Jangan tinggalkan aku, karena aku tidak tahu bagaimana hidupku jika tanpa kamu," ucap Bastian dengan suara penuh harapan.
"Apakah sudah tidak ada harapan lagi untuk kita bersama, Fira?" Bastian itu begitu patah hati. Dia mendekati Farah yang ia sangka Safira, lalu memeluknya dengan erat.
Farah hanya diam, sambil menggigit bibirnya menahan rasa sesak dan perih di dadanya. Dia merasa sedih melihat Bastian yang begitu terpukul oleh kepergian Safira.
Dan yang terjadi selanjutnya, Bastian yang dalam keadaan mabok berat, membopong tubuh Farah yang dia kira Safira masuk ke kamar, dan mencumbunya. Farah hanya bisa pasrah dan tidak tahu bagaimana harus bereaksi.
Dan yang lebih menyakitkan bagi Farah adalah di akhir penyatuan mereka, Bastian masih sempat menyebut nama Safira dan mengucapkan kata cinta yang begitu besar untuk kakak madunya tersebut. Ucapan itu bagai pisau yang menusuk jantung Farah, membuatnya merasa sakit dan terluka.
Farah telah mempersembahkan mahkota yang selama ini dijaganya, kepada pria yang sejak remaja ia cintai dan kini telah menjadi suaminya. Namun, ternyata cinta sang suami justru untuk wanita lain. Perasaan sakit dan kecewa menghantam hatinya.
Farah segera turun dari ranjang dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah urusannya selesai, dia lalu meninggalkan kamar Bastian, meninggalkan juga perasaan sedih dan kekecewaan yang mendalam.
Farah menghela napas dalam untuk menghalau rasa sesak di dadanya yang terasa berat. Wajahnya terlihat murung, seolah menyimpan misteri yang sulit dipecahkan.
Nyonya Hanum memperhatikan ekspresi Farah yang berubah dan bertanya, "Ada apa, Farah? Apa Bastian menyakitimu?"
"Ooh, tidak apa-apa, Mi. Kak Tian adalah pria yang sangat lembut," kata Farah yang terdengar tidak meyakinkan.
Sebelum Nyonya Hanum bertanya lebih lanjut, asisten Farah datang dan memberitahu bahwa meeting sebentar lagi akan dimulai.
"Maaf, Mi. Farah harus meeting. Jika masih ada yang ingin Mami bicarakan, lebih baik kita bicarakan di mansion saja," kata Farah sambil berusaha mengalihkan perhatian.
Farah kemudian meninggalkan ruangannya, meninggalkan Nyonya Hanum yang menatapnya dengan pandangan tak terbaca, penuh keraguan dan kecurigaan.
***
Safira kini menjalani hari-harinya dengan penuh kebahagiaan. Dia tidak pernah menyesali keputusannya meninggalkan mansion. Kini, dia telah menemukan kesibukan baru yang memberinya kepuasan, yaitu menjadi guru bimbingan belajar di salah satu lembaga pendidikan terkemuka.
Di usia kehamilannya yang sudah tujuh bulan, Safira merasa sangat menikmati prosesnya. Dia bebas dari beban pikiran dan badannya tampak lebih berisi dengan pipi yang sedikit cubi. Safira juga terlihat makin cantik, dan aura wajahnya bersinar cerah.
Sampai saat ini, Safira tidak mengalami ngidam ekstrim, dan dia merasa sangat bersyukur atas hal itu. Kehamilannya berjalan lancar dan membuatnya merasa sangat bahagia.
"Hari ini kita ada kelas bimbingan belajar, ya, Dik. Jangan rewel, ya, Sayang," kata Safira sambil tersenyum dan mengelus perutnya yang membuncit.
"Adik tidak akan rewel, kok, Bu. Adik kan anak baik," jawab Safira dengan suara yang lucu, menirukan anak kecil.
"Oke, kalau begitu kita berangkat sekarang. Semangat!" Safira mengepalkan tangan dan mengangkatnya ke udara, menunjukkan semangatnya.
Safira telah siap dengan outfit abaya warna biru dongker yang dipadu dengan hijab warna baby blue, membuat penampilannya sangat menawan siang itu.
Dengan hati riang, Safira berjalan kaki menuju ruko tempatnya mengajar, yang hanya berjarak beberapa meter dari apartemennya.
Sementara itu, tak jauh dari tempat itu, tepatnya di sebuah restoran, Bastian dan Reyhan sedang bertemu dengan klien.
Dia langsung beranjak begitu ekor matanya menangkap bayangan wanita yang sangat dicintainya. Tanpa mempedulikan Reyhan dan klien yang saat itu sedang membahas proyek penting, Bastian berlari keluar.
Begitu sampai di luar, Bastian langsung berteriak memanggil istrinya, "Safira...!"
Safira berhenti sejenak, memastikan pendengarannya tidak salah, lalu menoleh ke sumber suara.
Dengan panik Safira segera meninggalkan tempat itu, tetapi akibat kurang hati-hati dia hampir saja dia terserempet sepeda motor. Namun karena terkejut membuat Safira akhirnya terjatuh.
"Safira...!"
***
Bersambung
𝚕𝚊𝚗𝚓𝚞𝚝 thur
terus Abian itu suami adzana kan?