NovelToon NovelToon
PEMERAN PEMBANTU

PEMERAN PEMBANTU

Status: tamat
Genre:Romantis / TimeTravel / Petualangan / Tamat / Mengubah Takdir / Transmigrasi ke Dalam Novel / Masuk ke dalam novel / Penyeberangan Dunia Lain / Fantasi Wanita
Popularitas:7.9M
Nilai: 4.9
Nama Author: Mira Akira

Ia mengalami kematian konyol setelah mencaci maki sebuah novel sampah berjudul "Keajaiban Cinta Capella". Kemudian, ia menyadari bahwa dirinya menjelma menjadi Adhara, seorang tokoh sampingan dalam novel sampah itu.

Sayangnya, Adhara mengalami kematian konyol karena terlibat dalam kerusuhan.
Kerusuhan itu bermula dari Capella, si tokoh utama yang tak mau dijadikan permaisuri oleh kaisar.

Demi kelangsungan hidupnya, ia harus membuat Capella jatuh cinta dengan Kaisar Negeri Bintang. Kesulitan bertambah saat terjadi banyak perubahan alur cerita dari novel aslinya.


Mampukah ia mencegah kematiannya sebagai Adhara, pemeran pembantu dari dunia novel yang berjudul "Keajaiban Cinta Capella"?

"Mungkin ini hanya jalan agar kita bisa bertemu lagi, dan saling mencintai dengan cara yang lebih bahagia."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mira Akira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

DEWA DENEB 6: PENGANTIN BERGAUN HITAM

Setelah itu, penduduk Desa Deneb tiba-tiba mengadakan perayaan yang sudah lima tahun tidak pernah mereka lakukan lagi.

Namun perayaan ini lebih meriah dari sebelumnya. Perayaan pernikahan Dewa akan dilaksanakan malam ini juga. Oleh karena itu, pinggir sungai Deneb di hias dengan lentera-lentera yang berwarna indah.

Mereka menyiapkan seribu lentera yang dimasukkan dalam keranjang jerami, agar bisa dihanyutkan di sungai Deneb. Mereka benar-benar menyiapkan perayaan yang mewah untuk pernikahan dewa Deneb dengan pengantinnya.

Bunga berwarna-warni ditaburkan di atas bebatuan sungai. Memperindah suasana alam yang memang sudah asri. Semua ini, dilakukan oleh orang-orang desa hanya dalam beberapa jam. Mereka berpikir, jika hal ini bisa menghilangkan bencana, maka mereka siap melakukan permintaan Dewa Deneb.

Berbeda dengan suasana di pinggir sungai, markas kekaisaran beraura tak nyaman.

Kini Adhara telah berhadapan dengan Lyra di dalam markas kekaisaran. Mereka hanya berdua di sana, karena Adhara meminta yang lainnya untuk keluar.

Entah bagaimana cara Regor menemukannya. Hanya dalam waktu kurang dari satu jam, Lyra sudah dibawa masuk oleh Regor.

Mau tak mau Adhara memuji kerja dari pengawal pribadi kaisar ini.

“Apa maksudmu mengadakan perayaan itu?” tanya Lyra dengan nada yang sinis.

Tuh kan! Gadis yang sekarang berdiri di hadapannya sangat berbeda dengan Lyra di masa kecilnya. Dasar menyebalkan!

“Bukankah kau sudah mendengarnya. Itu adalah pernikahan Dewa Deneb dengan pengantinnya,” jawab Adhara sekenanya.

Ia harus memastikan apakah gadis ini masih hilang ingatan atau tidak. Adhara tak mau disebut sebagai orang gila hanya karena ia berbicara soal jantung yang ditukar dan sebagainya. Ditambah lagi, Adhara harus berhadapan dengan seseorang yang sifatnya sama seperti pejabat Auriga.

“Apa maksudmu dengan pengantin Dewa Deneb?”

Adhara mendudukkan dirinya di atas kasur, “Pengantin Dewa Deneb ialah seseorang yang diberi dewa jantung dan permatanya.”

Lyra terkekeh, mengejek Adhara, “Hal tak logis apa yang kau sebutkan itu? Kau banyak membaca dongeng anak-anak? Lagipula jika ini berhubungan dengan Dewa Deneb, mengapa kau memanggilku?”

Apa Lyra masih kehilangan ingatannya?

“Dewa Deneb akan menghilang,” jelas Adhara dengan cepat.

Ia mencoba memperhatikan wajah Lyra. Namun wajah itu masih sinis seperti biasanya. Adhara seperti ingin menyalahkan pejabat Auriga yang terlalu banyak mewarisi parasnya pada Lyra. Wajah Lyra saat ini sangat menyebalkan.

“Bukankah kau yang bilang bahwa hari ini pernikahan Dewa Deneb dengan pengantinnya?”

Adhara mengangguk pelan, “Iya, tetapi pernikahan ini juga akhir dari Dewa Deneb.”

Wajah Lyra mengkerut kesal, “Aku pikir kau akan membicarakan hal penting padaku. Namun kau mengatakan hal-hal yang tidak aku pahami.”

Adhara mengurut pelipisnya karena kepalanya terasa pusing. Ini lebih susah daripada berbicara dengan pejabat Auriga.

“Jantung yang ada pada dirimu adalah jantung Dewa Deneb,” Adhara memutuskan untuk membuka kartunya.

Rasanya Adhara tak bisa untuk memasang wajah rubah pada Lyra, yang merupakan rubah yang sebenarnya. Gadis ini memiliki bakat menyebalkan yang diwarisinya dari pejabat Auriga, yakni kelicikan.

Lyra tertawa mengejek, “Sedari tadi kau mengatakan hal-hal yang ada di luar logika. Kau pikir aku bodoh?”

Wah, wah… Anak ini selalu mencari konflik!

“Kau tidak bodoh. Aku yang bodoh karena berpikir bahwa kau memiliki perasaan yang sama pada Dewa Deneb,” ucap Adhara yang mulai kelelahan.

Padahal baru saja Adhara merasa baikan, kini ia diserang rasa sakit kepala yang sangat mengerikan. Rasanya seperti berton-ton keluhan menumpuk di lehernya. Rasanya ia ingin menyerah saja pada kasus kali ini.

“Bagaimana bisa anak kecil sepertimu paham tentang perasaan?” ejek Lyra.

Adhara nyaris mengumpat dengan bar-bar, tetapi karena ingat bahwa ia harus bertingkah sebagai gadis bangsawan, ia menahannya. Ia mengepalkan tangannya,

“Aku lebih tua darimu, bocah!”

Singkatnya, hormati aku bocah!

“Tua saja kau bangga.”

What the….

Adhara sepertinya semakin ingin mengutuk penulis tanpa nama itu. Bagaimana bisa ia menempatkan rubah ini sebagai sahabat dari Capella?

Itulah kenapa Capella melakukan banyak keegoisan seperti dalam novel, karena dia tak memiliki sahabat yang bisa memberinya penerangan. Jelas saja, rubah betina di hadapannya ini benar-benar menyebalkan!

Adhara mungkin harus memanggil Regor, dan meminta Regor untuk memberi katak peliharaan Adhara pada Lyra. Namun tak jadi, saat mengingat jika katak itu sudah dilepaskan.

Mungkin Adhara harus menceburkan Lyra ke air hitam agar ingatannya kembali.

“Hanya itu yang ingin kau bicarakan?” tanya Lyra dengan angkuh.

Persiapan perayaan sudah lengkap, mau tak mau Adhara bertaruh besar pada tangkapan kali ini, “Spica, tabib besar istana kekaisaran, melihat bahwa Dewa Deneb ingin bertemu dengan pengantinnya.”

Adhara melemparkan ini pada Spica, karena tak mungkin ia mengatakan pada Lyra bahwa ia melihat kejadian itu secara live.

Sudah Adhara bilang, ia tak mau dianggap orang gila. Spica juga sudah terkenal dengan bakat cenayangnya. Spica pernah mengatakan bahwa ia melihat sosok pengantin, ketika mencapai Desa Deneb. Jadi, jika ia melemparkan perkara ini pada kemampuan cenayang Spica, mungkin saja Lyra akan percaya.

“Pengantinnya ialah seseorang yang menerima jantung dan permata hitam dari Dewa Deneb. Dewa Deneb sepertinya ingin bertemu dengan pengantinnya untuk terakhir kalinya. Sebelum kekuatan Dewa Deneb menjadi malapetaka yang lebih besar.”

Lyra mendengus, “Bukankah kau hanya berniat mempermainkan seseorang yang menjadi pengantin Dewa Deneb? Kau ingin membuat hari ini sebagai hari pernikahan, sekaligus hari ia akan kehilangan pengantin prianya?”

Memikirkan tentang hal itu, mendadak pikiran Adhara menjadi sakit, “Aku hanya tak mau Dewa Deneb pergi dengan penyesalannya.”

Mata Lyra menajam, “Hentikan omong kosong ini! Kau mengundangku kemari hanya untuk mendengar dongeng anak-anak itu saja? Silahkan lakukan apa yang kau mau. Bukankah kau sekarang menjabat sebagai Penasihat Kekaisaran? Kerjakan tugasmu sendiri!”

Adhara mendadak ingin mengomel. Jadi, alasan sikap tak sopan Lyra padanya ialah karena persoalan ini. Adhara melengserkan pejabat Auriga dari jabatannya sebagai penasihan kekaisaran. Hal ini membuat keluarga Auriga jengkel.

Pantas saja gadis ini seperti menabur ranjau di hadapan mereka. Mengajak Adhara untuk menginjakkan kakinya di sana.

Lyra tak mengatakan apa-apa lagi. Dengan angkuh gadis itu membalikkan tubuhnya, meninggalkan Adhara yang semakin jengkel. Baru saja Lyra ingin membuka pintu markas, suara Adhara mencapai pendengarannya.

“Ucapkanlah selamat tinggal yang baik untuknya.”

Lyra membuka pintu markas, “Maaf, Nona Penasihat. Kau salah orang!”

BRAKK..

***

Suara riuh riak tercipta di pinggir sungai Deneb. Seluruh kalangan, baik tua, dewasa, serta anak-anak ikut merayakan perayaan pernikahan Dewa Deneb. Sebuah perahu kecil yang disiapkan seindah mungkin, dilayarkan di atas sungai Deneb yang hitam.

Gadis-gadis desa berpakaian indah sambil melemparkan bunga ke sungai Deneb dengan wajah yang bersemu. Ini adalah hari yang membahagiakan. Bagi mereka, ini adalah hari dimana Dewa Deneb memberi maaf atas perayaan kacau di masa lalu.

Adhara menyaksikan dari bagian pinggir sungai yang sepi. Tubuhnya masih terasa lemah. Ia bahkan tak memiliki kekuatan untuk berjalan kearah sungai.

Rigel yang membawanya kemari. Setelah Rigel melilitkan selimut tebal pada Adhara seperti lumpia, Rigel menyerahkan Adhara pada Spica dan Regor.

Rigel memiliki kewajiban tersendiri, yaitu memastikan perayaan berjalan dengan lancar.

Rigel memerintahkan prajurit yang ikut bersamanya untuk menjaga di setiap sisi. Jangan sampai ada kecelakaan lagi dalam perayaan ini, terutama air sungai Deneb mengandung racun yang tinggi kadarnya. Mereka harus memastikan tak ada yang terkena air sungai selama perayaan ini berjalan.

Spica membawa Adhara untuk bersender di bahunya. Mengusap rambut Adhara dengan lembut untuk memberikan semangat untuk Adhara. Spica tahu kenyataan yang sebenarnya, tentu saja dari penglihatannya yang tidak biasa.

Namun mereka berdua tak berniat untuk saling membicarakan hal ini. Mereka sejatinya tak ada yang bisa mereka lakukan.

Adhara menatap keramaian di hadapannya dengan tatapan kabur. Mereka memberikan perayaan ini kepada Dewa mereka, tetapi mereka tak pernah tahu bahwa ini hari terakhir untuk dewa mereka.

“Apa ini sudah benar?” tanya Adhara dalam kekalutannya.

Spica tak bisa mengatakan apa-apa pada Adhara.

Ada suatu posisi, dimana kita hanya bisa menjadi penonton saja. Itu jalan terbaik dari semua jalan. Datang atau tidaknya Lyra, mereka berdua tak akan bisa berbuat apa-apa.

Tiba-tiba Regor mendekat pada Spica dan membisikkan sesuatu padanya. Wajah Spica menjadi bingung sesaat. Namun Spica mengangguk pelan pada Regor.

Tak lama, Spica pergi bersama Regor. Meninggalkan Adhara yang tengah menatap sungai hitam yang terkena cahaya seribu lentera.

Adhara tak tahu apa yang dilakukan oleh Spica dan Regor, tetapi ia yakin mereka akan kembali dengan segera. Untuk itu, Adhara mengeratkan selimutnya ketika udara malam semakin mendingin.

Tak lama suara gendang ditabuh dengan lebih kencang lagi. Orang-orang desa ramai menghanyutkan lentera ke permukaan sungai. Beberapa gadis menari sambil menaburkan bunga ke permukaan sungai.

Wajah bahagia orang-orang, membuat Adhara merasa ia telah membohongi mereka. Mereka tak tahu bahwa perayaan ini adalah perayaan terakhir untuk dewa mereka.

Apakah semuanya hanya akan jadi sia-sia?

Pada akhirnya, Adhara hanya bisa memberikan harapan yang besar pada siluman ular itu. Ia tak bisa berbuat apa-apa tentang hal ini, karena takdir di antara keduanya sangat kejam. Ini seperti kau memilih dirimu sendiri yang berkorban, atau mengorbankan seseorang yang kau cintai.

Siluman itu jelas memilih opsi pertama, tetapi tidak dengan Lyra Auriga.

Siluman ular itu sendiri yang menghapus ingatan Lyra tentang pertemuan mereka berdua. Siluman ular itu memilih untuk mencintai sosok Lyra secara sepihak, tanpa menginginkan apa-apa lagi.

Adhara mengingat perkataan siluman ular itu padanya, ia hanya ingin Lyra bahagia.

Adhara mendongakkan kepalanya menatap langit berbintang. Apakah siluman ular itu tak bisa mengucapkan sumpah pernikahannya di bawah langit berbintang?

"Maafkan aku."

Suara lembut siluman ular terdengar lagi di telinga Adhara, “Tidak ada yang perlu dimaafkan, manusia. Aku tak pernah berharap terlalu tinggi, dan menginginkan mimpi itu akan menjadi nyata.”

“Lalu, bagaimana dengan pernikahan ini?” tanya Adhara bingung. Mana bisa sebuah pernikahan berlangsung jika pengantinnya tak muncul.

Suara tawa pelan terdengar di telinga Adhara, “Bagaimana jika kau saja yang menjadi pengantinku?”

Adhara tersenyum tipis, “Aku tak mau menikah dengan seseorang yang hatinya telah diberikan kepada orang lain.”

“Tega sekali kau menghancurkan permintaan orang lain.”

Senyum Adhara menjadi semakin tipis, “Memangnya kau mau menikah denganku?”

“Tidak ada pria yang mau menikah dengan gadis kecil yang suka berbicara sendirian," suara itu membuat Adhara menoleh ke belakang.

Adhara tercekat saat menatap sosok dengan gaun hitamnya yang pekat. Kulit gadis itu yang putih, terlihat kontras dengan gaun hitam yang dipakainya. Rambutnya ditata rapi, dan disanggul dengan jepit emas. Wajahnya dihias secantik mungkin, agar lebih cantik dari siapa pun yang ada di sini.

Seorang pengantin harus menjadi pusat utama dalam pernikahannya.

Namun gadis ini bukanlah pengantin yang dibalut dengan pakaian yang berwarna terang yang gemerlap. Gadis ini juga bukan pengantin yang tersenyum berseri layaknya matahari pagi. Dia bukan pengantin yang dilingkupi dengan kebahagiaan.

Lyra Auriga ialah seorang pengantin yang akan berkabung di hari pernikahannya.

Gadis itu menatap Adhara sekilas, sebelum menatap nanar pada permukaan air sungai hitam yang telah ditutupi oleh seribu lentera.

Lyra segera menutup kepalanya dengan sutra tipis berwarna senada dengan gaunnya. Menyembunyikan air mata yang mengalir dari mata angkuh Lyra. Tak mau Adhara melihat hancurnya keangkuhan dari dirinya.

“Aku hanya ingin dia terus hidup. Apakah aku salah?” tanya Lyra sambil berlalu, meninggalkan Adhara yang terpaku

Mereka berdua sama-sama ingin orang yang dicintainya terus hidup. Lyra selama ini tak mau bertemu dengan siluman ular karena hal itu.

Lyra tahu bahwa jika mereka bertemu lagi, pasti hanya akan untuk perpisahan yang sebenarnya.

***

Selamat membaca :D

Tinggalkan jejak anda di kolom komentar dan sempatkan diri untuk like. Ayo yang sudah baca dari chap 1 angkat tangan!

Terima kasih karena tidak jenuh dengan cerita ajaib saya.

Jika kalian sedang banyak poin, tinggalkan vote secukupnya. Agar penulisnya tambah semangat.

Juga, terima kasih buat yang mampir ke story absurd milik saya. Bahkan sempat-sempat untuk meletakkan like, komen, dan vote. Terima kasih.

Mari bertemu lagi di chap selanjutnya. Jangan lupa absen kehadiran kalian, dan tetap semangat. Semoga pembaca saya selalu diberikan kesehatan, dan semua masalah yang membebani jadi hilang.

Adhios~

1
Bzaa
sedih bacany
Bzaa
aihhhh si G-star
Bzaa
menegangkan😌
Bzaa
sejatinya manusia selalu merasa kesepian padahal dia tidak sendirian..
semangat otot😘
Bzaa
makin memilukan
Bzaa
kasian sama kaisar
Bzaa
nonton yg lgi bertarung udah kyk nonton bioskop 😄
Bzaa
duhhhhh udah ga sabar, kapan sih si G-star kalahny
Bzaa
semoga kaisar menang dr G-star
Bzaa
Wei 😎kerennnnn
Bzaa
makin gak sabar pengen liat akhir si G-star
Bzaa
semangat terus ya kak
Bzaa
ya ampun ternyata G-star itu serius aihhh
Bzaa
tebakanku satupun gak ada yg bener🥲
Bzaa
visualnya mengingatkan drakor, boybefore flowers, 🫢🫢
Bzaa
sedih banget 😭😭
Bzaa
Luar biasa kerennnnn banget 😘🥰😍
🍃🥀Fatymah🥀🍃
dulu pas awal terbit nih novel pernah baca...
cuman kayaknya belum nyampe sini...

Aku dibuat naik turun perasaan bacanya...

nano nano banget inih
🍃🥀Fatymah🥀🍃
dikiranya beli barang kali /Facepalm/
🍃🥀Fatymah🥀🍃
udah ditargetin jadi calon permaisuri rupanya sama si Aldebar /Grin/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!