Ini adalah kisah cinta pria berkebangsaan Korea dan gadis berdarah Indonesia.
Waktu SMA, Ha joon tidak setampan sekarang. Pria itu gemuk dan selalu memakai kacamata tebal kemana-mana. Ha joon sangat menyukai Rubi, gadis populer di sekolahnya.
Namun suatu hari Ha joon mendengar Rubi menghina dan mengolok-oloknya di depan teman-teman kelas mereka. Rasa suka Ha joon berubah menjadi benci. Ia pun memutuskan pindah ke kampung halamannya di Seoul.
Beberapa tahun kemudian, Rubi dan Ha joon bertemu lagi di sebuah pesta pernikahan. Ha joon sempat kaget melihat Rubi yang berada di Korea, namun rasa dendamnya sangat besar hingga ia berulang kali menyakiti perasaan Ruby.
Tapi, akankah Ha joon terus membenci Ruby? Mulutnya berkata iya, namun tiap kali gadis itu tidak ada didepan matanya, ia selalu memikirkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ternyata kau seorang model
Jantung Ruby berdegup kencang. Ia bahkan bisa mendengar denyutnya mengalahkan suara kamera dan arahan fotografer yang menggema di ruangan. Ia menunduk, berpura-pura merapikan gaun birunya sambil menahan napas. Berusaha keras agar wajahnya tetap netral, padahal dadanya seperti mau meledak.
Meski sudah bertahun-tahun berlalu sejak ia dan Ha joon terakhir bertemu di New York, wajah Ha Joon sekarang terlihat lebih tampan, dewasa, lebih tajam, dan … lebih dingin.
Lelaki yang kini duduk dengan aura seperti raja itu seperti bukan lagi Ha Joon yang ia kenal dulu. Sorot matanya tajam, rahangnya tegas, dan tubuhnya jauh lebih tegap. Sangat berbeda dari Ha Joon si anak SMA berisi yang dulu sering menunduk ketika bicara dengannya.
Ruby menelan ludah. Ia tidak yakin apakah Ha Joon mengenalinya atau tidak. Tapi melihat cara pria itu menatapnya tadi, sebentar tapi tajam, Ruby yakin ia telah dikenali.
Sial. Ini tidak baik. Sangat tidak baik.
Tidak baik? Bukankah kau memang berharap bisa melihatnya lagi Ruby?
Gumam hatinya. Setelah itu ia menggelengkan kepalanya membuyarkan lamunannya.
"Ruby, giliranmu!" seru seorang staf dari jarak empat meter. Suaranya kencang hingga Ruby yakin pasti kedengaran sampai di telinga Ha joon.
Ruby menoleh, sedikit canggung. Ia berdiri dengan kaku lalu berjalan menuju tempat pemotretan. Kakinya terasa berat. Ia bahkan hampir tersandung gaunnya sendiri karena gugup. Ia sadar tatapan Ha Joon kini sepenuhnya tertuju padanya.
"Tenang, Ruby," bisiknya pada diri sendiri.
Kau sudah melewati lebih buruk dari ini.
Ia pun berdiri di depan kamera, menampilkan senyum profesionalnya. Fotografer memberi arahan pose, dan Ruby bergerak sesuai komando. Tapi tubuhnya tidak sepenuhnya tenang. Ia bisa merasakan tatapan pria itu menusuk punggungnya, seakan menelanjangi seluruh perasaannya.
Setelah beberapa kali jepretan, fotografer memanggil Ruby lebih dekat ke properti utama di tengah panggung, sebuah meja kaca dengan botol parfum yang menjadi produk utama.
"Coba tatap kamera dengan ekspresi lebih dalam, seolah kau sedang mengingat seseorang yang pernah menyakitimu," kata fotografer sambil menyipitkan mata, mencari emosi yang tepat.
Di depan sana Ha joon mendengus mendengar kata-kata si fotografer. Mengingat seseorang yang pernah menyakiti dia? Bukankah sebaliknya? Wanita itu adalah wanita munafik yang suka menyakiti orang?
Di tempatnya berdiri, Ruby menelan ludah. Ia mengalihkan pikirannya. Tapi yang muncul justru wajah Ha Joon. Wajah yang dulu menunduk malu-malu setiap kali mereka saling bicara. Wajah yang terakhir kali ia lihat penuh kekecewaan dan kemarahan karena Ruby pernah mengolok-oloknya.
Ha joon tidak tahu saja kejadian yang sebenarnya waktu itu, alasan kenapa Ruby mengatakan kalimat semenyakitkan itu.
Ah sudahlah. Tidak ada gunanya juga menjelaskan sekarang. Dirinya hanya akan terlihat membela diri di depan Ha joon.
Pemotretan di mulai.
Klik.
Klik.
Klik.
Fotografer tampak puas.
"Bagus sekali! Ekspresimu sangat natural!"
Ruby tersenyum kaku. Ia cepat-cepat undur diri dan berjalan menjauh dari kamera begitu bagiannya selesai. Ia butuh ruang bernapas. Tapi saat ia melangkah ke sisi ruangan, suara seseorang menghentikannya.
"Ternyata kau seorang model."
Ruby menghentikan langkah. Suara itu … ia tak akan salah mengenalinya.
Perlahan ia menoleh. Ha Joon berdiri hanya beberapa langkah darinya. Kini ia berdiri, bukan duduk, dan terlihat lebih tinggi dari yang ia ingat. Mengenakan setelan jas hitam yang pas di tubuhnya, dengan wajah dingin dan mata yang seolah menatap langsung ke jiwanya.
"Ha… Joon," ucap Ruby perlahan, seperti tak percaya ia benar-benar mengucapkan nama itu.
"Ha, hai ... Kita ketemu lagi." sapanya kemudian berusaha tersenyum senatural mungkin.
Ha Joon menyilangkan tangan di dada. Menatap penampilan gadis itu atas bawah.
"Aku pikir kau ingin menjadi pianis. Ternyata kau memilih menjual tubuhmu menjadi model. Tapi tidak masalah, karena kau cantik, sifatmu juga seperti rubah. Model lebih cocok untukmu."
Kata-kata tajam itu membuat Ruby terdiam. Meski dadanya terasa sesak, ia tetap tersenyum.
"Ya, aku baru sadar, aku tidak berbakat menjadi seorang pianis. Model jauh lebih baik buatku." balasnya.
Ha joon mencibir.
"Aku tidak tahu kalau kau … pemimpin perusahaan ini.
"Sangat mengejutkan ya?" Ha Joon menatapnya datar.
"Aku juga tidak menyangka kau salah satu model yang di kontrak oleh anak buahku. Bekerjalah dengan baik, aku adalah laki-laki yang gampang bosan. Kalau kinerjamu tidak baik untuk perusahaanku, atau kau berbuat kesalahan sedikit saja, aku bisa memutuskan kontrak dan menuntut ganti rugi."
Lagi-lagi Ruby berusaha tetap tersenyum.
"Aku akan bekerja dengan sangat baik, Tuan Nam," balas Ruby, suaranya datar namun mantap.
"Aku tahu cara bersikap profesional." tambahnya.
Ha Joon memiringkan kepalanya sedikit, seolah tengah meneliti wajah Ruby.
"Benarkah? Profesional, ya?" Ia mendekat selangkah, cukup dekat hingga Ruby bisa mencium aroma parfumnya yang mahal dan maskulin.
"Aku akan melihat se profesional apa dirimu." gumam lelaki itu di telinganya.
Ruby menahan napas. Ha joon terlalu dekat. Untung tidak ada orang lain di ruangan ini, tapi tidak baik terlalu dekat begini.
Ruby mundur selangkah, menjaga jarak, meski detak jantungnya masih belum normal. Ia tak ingin Ha Joon melihat getar di matanya, atau suara gugup yang hampir pecah di tenggorokannya. Ia menarik napas dalam-dalam dan menegakkan bahu, memaksakan ketegaran yang selama ini selalu jadi tamengnya.
"Aku tidak sabar menunggu evaluasimu, tuan Nam," ucap Ruby, kali ini dengan nada lebih tenang, meski tubuhnya terasa seperti baru keluar dari ruang uji nyali.
Ha Joon tersenyum sinis, lalu melangkah melewatinya begitu saja, menyisakan hawa dingin di sekitarnya. Ruby menatap punggung pria itu yang perlahan menjauh, dan hatinya terasa seperti ditusuk. Begini ya, rasanya dilihat sebagai orang asing oleh seseorang yang dulu pernah akrab dengannya?
Setelah memastikan Ha Joon benar-benar pergi, Ruby menunduk, menyentuh dadanya yang masih terasa sesak. Ia membenci kenyataan bahwa ia masih terpengaruh oleh pria itu. Bahwa sorot mata Ha Joon bisa membuatnya goyah, meski ia sudah mempersiapkan diri untuk pertemuan ini sejak lama, setidaknya dalam bayangannya.
"Aku bisa," gumamnya pelan.
"Aku bisa menghadapinya kali ini." ucapnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di luar ruangan, Ha Joon melangkah cepat, wajahnya datar namun jemarinya menggenggam ponsel terlalu erat. Ia berhenti sejenak di depan jendela besar yang menghadap ke jalanan Seoul yang sibuk. Dari refleksi kaca, ia bisa melihat sekilas bayangan dirinya sendiri dan tatapan marah yang tak sempat ia sembunyikan tadi.
Ia membenci kenyataan bahwa Ruby masih bisa membuatnya kehilangan kendali. Hanya dengan satu senyum canggung, satu tatapan mata… dia kembali ke masa lalu yang menyakitkan.
Namun kini posisi mereka sudah berbeda.
Ruby tak lagi di atas. Dialah yang berkuasa sekarang.
Ha Joon mengepalkan tangannya.
"Akan kupastikan kau merasakan setiap luka yang pernah kau tinggalkan padaku, Ruby."
Detak jantung ruby sangat kencang skl berdebar deg-degan dkt sm hajoon jarak dekat skl, tanpa disadari sorot mata hajoon dan ruby penuh cinta dan kerinduan, krn ketutup dendam dimasalalu jd salahpaham....
Hajoon berusaha membentengi dirinya ke ruby penuh dendam dan kebencian....
Ruby demi kebaikan bersama sebaiknya berkata jujur kehajoon biar gak salahpaham terus....
lanjut thor....
semangat selalu.....
sehat selalu.....
semoga saja
aslinya ke inginan hatinya