Namanya Tegar, pemuda dengan pembawaan ceria tapi hatinya penuh dengan dendam.
Di depan kedua matanya, Tegar kecil harus menyaksikan kedua orang tua meregang nyawa dan kakaknya digilir di rumahnya sendiri, oleh sekelompok orang.
Yang lebih menyakitkan, para penegak hukum justru tunduk pada orang-orang tersebut, membuat dendam itu semakin dalam dan melebar.
Beruntung, Tegar mendapat keajaiban. Sebuah sistem dengan misi layaknya pesugihan, Tegar menemukan jalan yang bisa dia gunakan untuk melampiaskan dendamnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masih Di Rumah Tegar
Tegar pikir, setelah Pak Rt dan istrinya serta dua tetangganya pulang, tidak ada yang berkunjung lagi ke rumah anak muda itu. Tapi ternyata Tegar salah perhitungan.
Beberapa tetangga Tegar masih ada yang berkunjung dengan tujuan yang sama dengan Pak rt. Apa lagi beberapa tetangga ada yang baru tahu tentang dua gadis di rumah Tegar, jadi dua gadis itu mengulang cerita karena hampir semua pertanyaan yang diajukan sama persis.
Yang lebih mencengangkan, Rio juga datang ke rumah Tegar. Anak muda itu tidak datang sendirian. Dia mengajak dua orang teman yang juga merupakan teman si pemilik rumah.
Selain melempar banyak pertanyaan, teman-teman Tegar juga menunjukan sikap yang bisa menarik perhatian wanita. Ada yang melucu, ada juga yang bersikap sok ganteng dan berwibawa.
Hingga pukul sepuluh malam lebih beberapa menit, teman-teman Tegar dipaksa pulang. Dengan alasan yang cukup masuk akal, Rio dan yang lain pun memilih meninggalkan rumah Tegar.
"Apa mereka ada sangkutannya dengan musuh anda, Tuan?" tanya Fiza begitu Tegar sudah berada di kamarnya.
Begitu juga dengan dua gadis itu. Malam ini mereka bisa istirahat dengan nyenyak karena suasana hati mereka sudah bisa tenang, tanpa ada rasa takut seperti beberapa hari kemarin.
Tegar mengangguk, sambil memperhatikan gambar gedung yang lokasinya berada di sekitar tempat penyekapan.
"Kenapa tadi anda tidak merekam cerita mereka?"
Tegar menoleh, menatap sosok yang sedang menggunakan wajah seorang artis cantik. "Bahaya kalau kita merekam mereka."
"Bahaya?" kening Fiza sampai berkerut. "Kenapa bisa bahaya, Tuan?"
Tegar tersenyum. Sebelum menjawab, Tegar terlebih dulu, merebahkan tubuhnya ke atas kasur dan meminta Fiza untuk berbaring di sisinya.
"Kalau kita merekam mereka di sini dan menyebarkan videonya, kita sama saja akan meninggalkan jejak pada musuh-musuh kita," jawab Tegar sembari salah satu tangannya memainkan dua benda bulat nan kenyal yang menggantung indah di dada Fiza.
"Meninggalkan jejak? Apa maksudnya, Tuan?"
"Maksudnya, mereka pasti akan menyebar anak buah untuk mencari asal-usul video itu. Kedatangan dua gadis itu, secara otomatis akan menyebar berita kemana-mana dari mulut ke mulut. Kalau dua gadis itu viral, maka akan ketahuan kalau mereka sedang berada di kampung ini. Terus kemungkinan juga bakalan ketahuan kalau video yang sering kita sebarkan berasal dari daerah sini dan mereka pasti akan langsung mencarinya."
Fiza bergumam tak jelas, tapi dari tatapan mata dan senyum terkembang, Tegar tahu kalau sosok cantik tanpa busana itu mengerti, dengan apa yang dia ucapkan.
"Eh, kamar ini sudah kamu pasang peredam suara kan?" ucap Tegar lagi.
"Sudah, Tuan," jawab Fiza.
"Baguslah. Kirain belum. Bisa bahaya kalau mereka mendengar suara kita."
"Terus, video yang tadi siang bagaimana?"
"Oh iya," Tegar agak terkejut. "Tolong ambilkan ponselnya sini."
Karena jarak Fiza yang lebih dekat dengan ponsel yang berisi rekaman siang tadi, dengan mudah, tangan Fiza meraih ponsel tersebut dan menyerahkannya pada pria yang sedari tadi tangannya terus bergerilya, memainkan bagian tubuh Fiza yang besar dan kenyal secara bergantian
"Sekarang, kamu mainkan punyaku dengan mulut kamu dulu ya, Za, aku mau ngedit video sebentar. Nanti jika sudah selesai, aku masukin lubang kamu lagi."
"Baik, Tuan."
Dengan girang, Tegar bangkit dan menyandarkan punggungnya ke dinding. Kakinya agak membentang agar Fiza bisa leluasa tengkurap sembari memainkan benda kebanggaannya yang makin ke sini, kekuatannya semakin tangguh.
"Tuan."
"Hum?"
"Tuan ada keinginan tidak, untuk memasukan ini ke dalam lubang wanita lain?"
Tegar yang sedang fokus mengedit video, sontak tertawa kecil sembari melempar tatapan pada Fiza.
"Sebagai laki-laki normal, tentu saja aku kepengin, Za," jawab Tegar, lalu kembali menatap layar ponsel. "Tapi hal itu tidak akan aku lakukan?"
"Kenapa, Tuan?"
"Untuk saat ini, lubang kamu saja sudah sangat memuaskan, Za. Apa lagi, kamu tiap hari berganti-ganti tubuh. Sudah pasti aku sangat menikmatinya, jadi rasanya aku nggak butuh lubang wanita lain."
"Tuan tidak bosan dengan lubang saya?"
"Ya nggak lah, nggak akan pernah bosan," balas Tegar yakin. "Lubang kamu tuh enak banget dan kamu nggak bisa hamil, jadi aku bisa lebih tenang."
Fiza tersenyum sejenak, lalu lidahnya menjulur dan bergerak, menjilati milik Tegar. Sedangkan Tegar sendiri kembali fokus mengedit video yang sudah dipastikan akan kembali membuat gempar seluruh negeri.
Sedangkan di kamar lain, masih satu rumah dengan Tegar, dua gadis yang ditolong anak muda itu saat ini justru sedang berbincang.
Mereka berkali-kali mengucap syukur dan raut wajahnya tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya, karena telah lolos dari mimpi buruk.
"Kira-kira orang tua kita saat ini lagi ngapain ya, Ran?" tanya Puspa. Matanya menerawang, menatap langit-langit kamar.
"Kalau orang-orang yang menculik kita, tidak mendatangi mereka, aku rasa saat ini mereka sedang baik-baik saja," jawab Rani. "Tapi kayanya mereka nggak akan mungkin mendatangi rumah kita deh, Pus."
"Kenapa emangnya?" tanya Puspa lagi. Kali ini dia melempar pandangan pada gadis yang terbaring di sebelahnya.
"Bukankah saat itu kita di kumpulkan di kota. Mereka hanya mendatangi kampung kita dua kali. Pertama, saat mereka mencari gadis yang mau bekerja. Kedua, saat mereka datang buat ngasih kita uang saku dan ngasih tahu kalau kita diminta kumpul di hotel saat hendak berangkat. Lagian, kampung kita kan sangat pelosok. Apa mereka mau, kembali lagi ke sana?"
"Iya juga yah? Semoga saja mereka tidak kembali lagi ke kampung kita. Lagian, mereka mungkin berpikir kalau kita nggak akan mampu kembali karena mereka tahu, kita nggak punya uang."
"Lalu sekarang kita harus bagaimana? Apa kita menggunakan uang dari warga sini untuk pulang saja? Nggak enak juga kan kita merepotkan orang-orang sini? Apa lagi yang punya rumah."
Puspa tidak langsung menjawab. Gadis yang memiliki rambut ikal dengan panjang sebahu, kembali menatap langit-langit kamar.
"Kayanya memang lebih baik, kita sembunyi di sini dulu deh, Ran. Kalaupun kita pulang, kita hanya bisa pulang naik kapal. Aku takut, orang-orang itu mencari kita sampai di dermaga."
"Benar juga," sahut Rani. "Ya udah kita disini aja sampai semuanya aman. Lagian, lumayan, aku jadi bisa lebih lama memandang yang punya rumah ini. Ganteng banget loh dia."
"Hahaha... benar. Udah ganteng, baik lagi. Apa mungkin, dia jodohku ya?"
"Enak aja," Rani langsung tak terima. "Kemungkinan besar dia jodohku tahu."
"Dih, kemungkinan besar," balas Puspa. "Kalau dia sukanya sama aku gimana?"
"Nggak bakalan! Pasti dia akan jatuh hati sama aku."
"Hahaha... ngimpi," ejek Puspa.
"Ya nggak apa-apa. Yang namanya cita-cita, kan berawal dari mimpi, hihihi..."
"Ellehh, dah lah, lebih baik, aku tidur. Siapa tahu aja, cowok itu bakalan datang di mimpiku."
"Hahaha... ngggak bakalan. Karena dia sudah pasti akan mampir di mimpiku."
Dan keributan kecil pun terjadi berapa saat, sebelum mereka benar-benar terlelap.
lanjut thor