_Simple Komedi horor_
Demian, seorang anak miskin yang mencoba kabur dari bibi dan pamannya malah mendapat kesialan lain. Ya.. ia bertemu dengan seorang pemuda sebayanya yang tidak masuk akal dan gila. Lantas apakah Demian akan baik-baik saja??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gerimis Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pasien Sebenarnya
Nehara terus memanggil satu per satu pasien yang datang berobat. Suasana kosan sudah seperti ruang praktik alternatif—penuh bau dupa, air mineral dalam botol, dan suara lirih-lirih ibu-ibu yang berharap penyakitnya segera sirna.
"Nomor empat puluh tiga! Silakan masuk!" seru Nehara dengan nada separuh lelah, separuh semangat dagang.
Di antara semua pasien yang telah masuk dan keluar, hanya satu yang terus terngiang di kepala Demian. Gadis aneh yang tadi menatapnya sembari tersenyum tipis. Tatapannya bukan hanya menembus, tapi seperti menguliti bagian dalam tubuh Demian hingga ke tulang. Seolah... dia tahu, kala tatapan mereka saling bertemu.
Kini, setelah banyak pasien yang berdatangan dan bergantian, tibalah giliran gadis itu masuk ke ruang pengobatan. Ia datang bersama ibunya yang tampak seperti perempuan kampung sederhana. Sementara gadis itu sendiri tampak kontras—mini, mungil, wajahnya cantik dengan mata sayu, tapi ekspresinya sering kali kosong dan tanpa arah. Kadang tatapannya kosong, kadang tajam seperti ibu-ibu tukang gosip yang sedang menilai orang.
Nehara ikut masuk ke ruangan untuk menonton pengobatan pasien terakhir hari itu, ya karena tugasnya sudah selesai. Ia penasaran dengan gadis yang bikin Demian tiba-tiba diam seperti tadi.
Apakah karena Demian suka? Apakah gadis seperti itu adalah tipe ideal Demian? Demian sangat polos hingga Nehara penasaran dengan gadis yang menarik perhatiannya.
Alsid tersenyum ramah. "Silakan duduk, Bu. Mbaknya juga. Ada keluhan apa ya?"
Si ibu segera menjawab, "Ini anak saya, Mas. Umurnya udah tiga puluh lima, tapi belum laku-laku juga. Saya bingung. Padahal banyak yang mau, tapi tiap kali dekat, cowoknya malah pergi menjauh. Kadang dia juga berubah-ubah. Kadang pendiam, kadang marah nggak jelas."
"Saya sebagai ibunya juga gak ngerti sama sikapnya. Dia suka ngurung diri di kamar, gak keluar-keluar. Tidurnya malam terus, bangunnya siang. Kalau di suruh bersih-bersih rumah dia marah. Dulu dia anak yang rajin, baik, lembut. Tapi sekarang beda banget, jadi mudah emosi dan ngomong kasar."
Demian memperhatikan si gadis dengan seksama kala si ibu berbicara. Wajahnya memang tidak terlihat seperti orang berusia di atas tiga puluh. Tubuhnya mungil, wajahnya bersih, dan penampilannya sederhana. Tapi entah mengapa, hawa di sekitarnya terasa... lain.
Gadis itu duduk diam, menatap ke arah bunga properti milik Alsid di atas meja yang ditaruh di atas tampah dari anyaman kering. Ia menatap bunga tersebut seolah bunga itu lebih menarik dari obrolan ibunya.
Demian menutup mata dan menarik napas dalam-dalam. Ia ingin mencoba melihat apa yang mungkin tersembunyi, meski ia tak yakin bisa. Hanya saja, ada sesuatu dalam dirinya yang menuntun, secara sadar namun sungguh itu bukan kehendak Demian sendiri.
Demian terpejam cukup lama, dan mulai merasa ada sesuatu yang hangat di sekitarnya. Begitu ia membuka mata kembali, Demian tersentak hingga matanya terbelalak.
Ada belenggu.
Belenggu seperti tali tambang kusam melilit dari jantung gadis itu hingga ke seluruh tubuhnya. Di wajahnya, seperti ada awan hitam pekat yang menggumpal, menyelubungi cantiknya yang alami. Wajah yang semestinya manis, kini terlihat tua, kusam, seperti keriput bertumpuk-tumpuk hanya dalam pandangan Demian yang kedua kali.
Ia tertegun. "Ini bukan... gangguan biasa..." gumamnya dalam hati.
Tanpa ia berkata sepatah kata pun, Alsid tiba-tiba bersuara, seolah menyambung isi hati Demian. "Bu... saya merasa, anak ibu ini seperti ada yang menutup jalannya. Auranya seperti... dibelenggu. Mungkin ada kiriman dari seseorang." ujar Alsid sambil berpura-pura menutup mata dan menerawang gadis itu.
Demian langsung menoleh cepat ke arah Alsid. Bagaimana bisa, Alsid mengatakan apa yang sungguh ia lihat dalam diri gadis itu. Seolah mereka terhubung, dan Alsid menggunakan mata Demian lalu menyalurkan apa yang Demian lihat pada mereka.
Alsid membuka matanya perlahan. Tatapan mereka saling bertemu.
"Kamu ngomong apa barusan?" bisik Demian.
Alsid membalas dengan anggukan kecil. "Nggak tau. Ngasal aja."
"Padahal aku kan nggak ngomong apa-apa barusan," lirih Demian lagi.
Alsid mengernyitkan dahi. "Emang lu mau ngomongin apaan? Kalau mau bahas makanan Nehara entar aja, atau mau bahas cewek gila yang tadi pagi? Gak mood gue!"
"Bukan itu, tapi..." Demian menjeda. Dan entah kenapa tatapan Demian seolah dimengerti oleh Alsid. Alsid berpikir, apakah ucapannya itu benar? Dan kalau benar, berarti Demian... bisa menerawang sesuatu, kah?
Tapi mustahil kan, Demian sepenakut itu. Kalau ia bisa lihat hantu, tentu dia akan masuk dan tidur di dalam selimut Alsid setiap hari.
Mereka saling menatap dengan rasa aneh yang belum bisa dijelaskan. Sementara si ibu ikut memperhatikan mereka berdua dengan raut bingung. Gadis itu tak mengangkat matanya dari bunga, malah kini mulai menyentuh beberapa kelopaknya.
Nehara mengerling dalam, dalam hatinya berkata kalau gadis ini seperti orang kurang waras.
Alsid memulai aksi perdukunan KW-nya. Ia mulai membaca doa. Kali ini ia mencari cepat di ponsel yang ia letakkan di bawah meja. Ia mencari ayat-ayat Al-Qur’an yang pernah ia baca sebelumnya, tentang pembuka jodoh dan pelindung dari energi negatif.
Meskipun ia sebenarnya tidak yakin, ia mencoba bersungguh-sungguh. Entah kenapa, kali ini ia merasa harus serius.
Tatapan Demian dan aura gadis yang baru datang ini, terasa lain bagi Alsid. Meskipun ia dukun KW, tapi ayat-ayat Al-Qur’an yang ia baca adalah asli.
Demian ikut membaca perlahan karena ia merasa hafal dengan ayat tersebut. Setidaknya walau Alsid gila dan oon, tapi ia bisa mengaji dengan fasih. Lumayan membuat Demian kaget sebenarnya.
Sambil terus membaca, tiba-tiba saja tangannya gemetar. Saat mulut mereka berdua melafalkan doa bersamaan, gadis itu bereaksi.
Awalnya, hanya kelopak matanya yang berkedut. Kemudian tubuhnya menegang, dan bibirnya bergetar seperti menahan sesuatu.
Demian dan Alsid memperhatikan dengan seksama, namun Nehara mulai panik. Ia merasa... kalau pengobatan kali ini terasa seperti betulan. Tidak main-main lagi.
Lalu...
BRAK!!
Benar saja. Tubuh si gadis terhempas ke belakang kursi. Matanya terbelalak, mulutnya menganga lebar dan dari tenggorokannya keluar suara parau yang sangat asing bagi sang ibu.
"JANGAN CAMPUR URUSANKU!!"
Nehara menjerit dan langsung berdiri sambil memeluk dinding. "ASTAGAA!! KAN!! KAN!! BENERAN KESURUPAN!!!"
Alsid terpaku. Mulutnya terbuka, tangannya masih menggenggam botol air mineral yang kini bergetar di genggamannya sendiri. Bahkan barbel berat yang sering ia angkat pun tak bisa membuatnya segemetaran ini.
Demian segera berdiri. Matanya menatap tajam ke arah si gadis. Aura hitamnya kini membubung tinggi, seperti asap pekat yang keluar dari kepala gadis itu.
"Alsid. Fokus. Ini bukan main-main," ujar Demian. "Ini bukan pasien biasa. Ini... beneran."
"TAKUT BANGET!!" pekik Nehara menambah ketegangan yang ada. Sang Ibu dari gadis ikut panik, karena melihat sekumpulan anak-anak yang ia percaya ini tampak kalang kabut dan takut.
Gadis itu kini menjerit, lalu menangis, lalu tertawa. Suaranya berubah-ubah, ekspresinya seperti topeng yang berganti tiap detik. Ibunya menangis sambil mencoba memeluk putrinya.
"Tolong anak saya, Ki Sid. Tolong dia. Saya udah ke mana-mana tapi gak sembuh-sembuh. Cuma kalian harapan terakhir saya."
Alsid nyaris menangis juga. "Kalau ibu minta tolong saya, saya minta tolong siapa?!" ujarnya lemah.
Demian mendekat. Ia ragu dan takut. Tiap matanya bertemu pandang dengan gadis itu, ada denyutan panjang yang menghantam jantungnya. Dan ini sukses membuat kakinya lemas.
Sambil bergeser sedikit-sedikit, ia membaca ayat Kursi dengan tenang, penuh fokus. Lalu ia tempelkan tangannya ke kepala si gadis.
Gadis itu berontak dan hendak menerkam Demian, tapi dengan sigap Nehara memeluk gadis itu, begitu pula dengan si ibu.
Alsid ikut menempelkan tangannya di kepala sang gadis. Ia membantu Demian berdoa dengan serius.
Tubuh gadis itu tiba-tiba terdiam. Matanya perlahan tertutup.
Suasana menjadi hening. Semua yang melihat menahan napas.
Beberapa detik kemudian, gadis itu menghela napas panjang dan jatuh tertidur di pelukan ibunya. Seolah habis menempuh badai panjang dan kini, akhirnya tenang.
Alsid duduk di lantai, lemas. Demian langsung terkapar di lantai. Nehara masih memegangi dadanya yang berdentum kencang.
Si ibu masih memeluk anaknya dengan erat.
Demian menatap langit-langit rumah, melihat sekumpulan awan hitam yang menggumpal tadi, kini memenuhi ruangan kosan mereka, tanpa wadah.
"GAWAT!!" gumamnya.
Bersambung...
kalou gak kena pasien akan ngebalik ke yang ngobatin maka jangan main main dengan peran dukun karena itu akan kembali ke kita kalau kekuatanya lebih kuat dari kita
semangat terus KA rimaaa, penasaran banget kelanjutan nyaa.
bikin penasaran