Gue sebenarnya suka sama Lo, Lo mau gak jadi pacar gue?
Mata Zea terbelalak rasa bahagia tak terkira saat mendengar ucapan Fero
Namun hanya seketika rasa bahagia itu hilang saat mendengar kelanjutan ucapan Fero
Kira-kira kalau gue ngomong begitu diterima apa gak ya sama Shena?"
"Hah, Shena?"
"Iya gue suka sama Shena, Ze. Gue mau jadiin dia pacar gue. Gimana menurut Lo?"
Zea menelan salivanya dengan susah payah. Lagi-lagi dia tertipu dengan ucapan sahabatnya yang selalu menggantung itu.
Zea gadis cantik berhidung mancung yang mencintai sahabatnya sendiri. suatu hari dia pernah tidak sengaja mengucapkan perasaannya tapi malah ditertawakan oleh Fero.
Sahabat tetaplah akan menjadi sahabat tidak pernah berubah menjadi cinta. itu yang selalu Fero usapkan pada Zea
Fero yang tidak peka terhadap perasaan Zea malah berusaha mengejar cinta Shena
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SAHABAT 35
Lo apa – apa nggak laper, nggak lihat badan lo sudah kurus kayak begitu. Nyokap lo bilang lo Cuma makan sekali sehari. Nggak takut mati kelaparan lo?” Rini mengeluarkan cemilan dan memberikannya pada Zea. “Kalau pun nggak mau makan nasi, setidaknya lo makan cemilan”
Mau tidak mau akhirnya Zea menerima cemilan itu. “Lo ditanyain noh sama Boni, ikut camping nggak?”
Rini menoleh pada Boni. “ Lo ikut?”
“Belum tahu, kalau kalian nggak ikut apa gue ikut”
“Gue juga kalau misalnya Zea nggak ikut, gue juga nggak ikut. Males banget gue nggak ada teman” kata Rini sambil merangkul Zea.
“Dih apa ngikutin gue. Kalian ikut saja kalau mau, kalau gue nggak mau ikut”
Rini menghela napas lalu memegang kedua bahu Zea “Move on Ze. Sampai kapan lo mau kayak gini. Gue kangen Zea yang dulu”
“Iya Ze, sudah lima bulan lo kayak gini. Ke kantin saja nggak pernah mau lagi, sampai kapan sih lo malas – malasan kayak gini?”
Zea mengedikkan bahunya. “Sampai....gue juga nggak tahu sampai kapan”
“lupain Fero, buka hati untuk orang lain,” kata Boni lagi.
Zea langsung mendelik mendengar nama Fero di sebut. “ Jangan sebut nama dia di depan gue”
“Sorry” cicit Boni
Nama Fero memang tidak boleh di sebut di depan Zea. Itu aturan yang tidak tertulis yang dibuat oleh gadis itu.
“Oke, gue ikut camping, mana tahu nanti gue dapat cowok, secara sekolahan lain juga ikut, kan”
Rini dan Boni mengangguk, akhirnya Zea mau juga mau ikut acara sekolah lagi. tujuan mereka ingin Zea ikut mamang itu, mereka berharap Zea mendapat pengganti Fero, agar sahabat mereka itu tidak berlarut – larut dalam kegalauan.
...ΩΩΩΩΩΩ...
“Kirim bego!”
“Sabar anjir, ini gue juga mau ngirim”
“lama banget, sini biar gue saja yang ngirim.”
“Setan lo, tadi saja nggak mau ngerekam, pas giliran ngirim nomor satu. Dasar ornag tukang cari muka lo!”
“Ini bukan masalah cari muka atau nggak, lo mau dimarahin?”
“Ya sudah terserah lo deh. Kirim sana kirim!”
Perdebatan kedua orang itu mengundang tatapan heran orang – orang yang ada di kantin itu.
Mereka adalah Nando dan Evan. Kedua pemuda itu sedang membicarakan rekaman video percakapan Zea dan kedua temannya tadi. Video itu akan mereka kirim pada Fero.
Fero. Laki – laki itu meminta Evan dan Nando melaporkan semua tentang Zea. Hari ini Nando dan Evan mendapatkan satu informasi yang pasti bisa bikin Fero kepanasan di Kanada sana.
“lo yakin Fero bakal kepanasan? Mana tahu dia B saja denger Zea mau cari pacar” kata Evan sedikit sangsi. Dia tidak seperti Nando yang sudah yakin jika Fero memang menyimpan hati untuk Zea.
“Yakin lah. Lo pikir saja sendiri, kenapa dia minta kita jadi mata – mata. Lo kalau nggak suka sama cewek lo mau nggak cari informasi tentang dia”
Evan menggeleng
“Nah sama tuh sama Fero. Kalau dia nggak suka sama Zea nggak mungkinlah dia mau tahu kabar Zea setiap hari. Mikir lo pakai otak lo yang seuprit itu.”
Evan mengedikkan bahu “Bisa jadi Cuma mastiin Zea baik – baik saja. Mereka kan sahabatan Ndo”
“Ck! Susah ngomong sama lo ya, Van. Lo lupa ya kalau Fero pernah bilang kalau dia suka sama Zea? Jangan bilang lo nganggap ucapan Fero itu Cuma becanda. Parah kalau iya”
Evan terkekeh sambil menggaruk kepalanya, dia memang berpikir seperti itu. Saat itu Fero mengaku di hadapan Aska. Evan berpikir Fero tidak mau di sebut cemen makanya mengaku kalau dia suka Zea.
“Bego lo, Van. Masa sih begitu saja nggak ngerti. Nggak mungkin lah Fero becanda dengan mukanya yang serius itu. Lo temenan sama Fero sudah berapa lama? Seharusnya lo tahu mana ucapan dia yang serius dan mana yang becanda. Bego ah lo!”
“Lo mikir apa memangnya selama lima bulan ini Fero minta kita kasih informasi tentang Zea?” lanjut Nando.
“Ya....gue mikir dia Cuma mau tahu info tentang sahabatnya, begitu doang”
“Bego anjir!” Nando mengeplak kepala Evan dan membuat pemuda itu mendelik tajam.
“Sakit! Lo pikir kepala gue apaan? Di fitrah ini pas idul fitri”
Nando mencibir. “makanya jangan tolol banget lo jadi orang.”
Ecan membalas ucapan Nando, tapi ponsel Nando berdering, Fero menelepon.
“Nah, apa gue bilang. Pasti ni anak kelojotan nih dapat informasi tadi. Biasanya nggak pernah nelpon kalau kita kasih informasi, kan? jangankan nelpon bilang terima kasih saja nggak.”
Evan mengeplak lengan Nando. “Kebanyakan ngebacot lo, Ndo. Angkat, keburu mati entar!”
Nando segera menggeser tombol hijau “Halo”
“------“
“Lo ngomong apa sih Fer? Nggak kedengeran!”
“------“
“Apa sih? Sumpah suara lo nggak jelas. Van, coba lo yang denger”
Evan mengambil alih ponsel milik Nando dan meletakkannya di telingan. “Halo Fer? Kenapa?”
“-------“
“Oh, itu tadi telinga Nando budeg makanya nggak denger. Lo mau ngomong apa?”
Nando mengernyit, kenapa dia tadi tidak mengdengar suara Fero dengan jelas?
Nando merampas ponselnya yang ada di telinga Evan.
“------“
“Iya makanya lo cepet pulang. Lo mau Zea jadi milik orang lain? Stroke ntar lo”
Tut
Panggilan terputus begitu saja.
“Sialan ini anak” maki Nando sambil menatap layar ponselnya yang kini sudah menghitam.
“Fero bilang apa?” tanya Evan penasaran.
Nando mengedikkan bahu, dia sedang kesal dan tidak mood untuk bicara.
“Ndo. Lo ikut camping nggak?”
Nando masih diam, tidak menghiraukan pertanyaan Evan tadi.
“Nando, lo nggak kesurupan kan?”
“Nando, lo bisu apa bagaimana?”
Kini Evan mengguncang bahu Nando, lama – lama kesal juga dia di diamnkan seperti itu.
“Berisik, Evan! Lo kenapa sih?” akhirnya Nando bersuara.
“Lo yang kenapa, gue tanya lo dari tadi, bego!’
Nando berdecak lalu menepis tangan Evan yang masih bercokol di bahunya. “Gue kepikiran sama Fero”
“Kepikiran apa?”
Lali – laki itu menghela napas lalu menjawab pertanyaan Evan, “Gue lagi mikir Fero pasti lagi pusing. Bagaimana kalau tu anak beneran pulang?”
“Bagus dong kalau dia pulang. Tadi lo nyuruh dia pulang, jadi kalau dia pulang memangnya kenapa? Gue sih berharapnya Fero pindah ke sekolah kita lagi”
Nando mendengus kesal. Malas dia bicara dengan Evan ini banyak tidak nyambungnya jika diajak bicara serius. Percuma juga bicara dengan Evan karena memang pemuda itu Fero punya misi di luar negeri sana.
...ΩΩΩΩΩΩΩ...
Satu hari sebelum camping Zea sudah meminta ijin kepada kedua orang tuanya untuk ikut. Zoya menyiapkan semua keperluan Zea selama camping nanti, mulai dari baju sampai makanan. Semua sudah tersusun rapi di dalam sebuah koper kecil.
“Jangan sedih – sedih lagi, ya. Mana tahu nanti di tempat camping di samperin sama cowok ganteng” kekeh Andi sambil mengacak rambut Zea.
Biasanya gadis itu akan marah kalau rambutnya di acak – acak oleh Andi seperti itu. Tapi kali ini dia biasa saja, tidak marah sama sekali.
“Memangnya ada ya cowok ganteng di tempat camping?” tanya Zea.
Andi menyentil kening Zea lalu berkata, “Makanya buka mata kamu, jangan taunya Cuma si onoh saja yang ganteng”
Zea hanya mengedikkan bahu lalu meninggalkan Andi sendirian di ruang keluarga. Gadis itu berjalan menuju kamar kedua orang tuanya, niatnya sih ingin pamit karena besok pagi – pagi dia sudah pergi ke sekolah, tapi dia malah mendengar pembicaraan kedua orang tuanya, “Nggak bisa Pi. Zea masih terlalu muda”
“papi juga mikirnya begitu, tapi Cuma itu satu – satunya persyaratannya Mi,” sahut Yoga papi Zea
Zea mengernyit, apa yang sebenarnya maksud pembicaraan kedua orang tuanya itu.
“Tapi aku nggak setuju Pi, aku belum siap. Aku juga yakin Zea nggak mau di jodoh – jodohkan kayak gini. Zea masih SMA, Pi. Bagaimana kalau sampai Zea nggak fokus belajar, nggak lama lagi ujian akhir, Pi. Aku nggak setuju pokoknya”
Terdengar helaan napas Yoga. Zea yang berdiri di depan pintu yang sedikit terbuka itu tampak syok. Dia tidak salah denger kan? siapa yang akan di jodohkan dengannya?
“Lagi apa?” bisik Andi tiba – tiba
Zea hampir berteriak jika Andi tak segera menutup mulut adiknya itu. “Sstt....kamu ngapain sih? Mengintip Mami sama Papi ya?”
Plak!
Satu geplakan Andi dapatkan. “Kak Andi kenapa ngagetin saja?”
“Kakak nggak ngagetin, kamu yang orangnya kagetan. Emangnya kamu tadi habis ngapain sih?” bisik Andi lagi.
Zea menghela napas kemudian meminta Andi untuk diam. Dia kembali mendekati pintu yang masih terbuka itu, tapi yang dia dengar kini kedua orang tuanya sedang membicarakan pembicaraan lain, bukan tentang perjodohan tadi.
“Itu kan gara – gara kak Andi sih”
“apa sih, Ze? Memangnya Mami sama Papi lagi ngomongin apa?”
Zea mendelik. “Au ah” jawabnya lalu pergi meninggalkan Andi. Malam ini sudah dua kali Andi di tinggal sama Zea.
OOOO
Zea malam ini tidak bisa tidur, ucapan ayahnya masih berputar di dalam kepalanya. Di jodohkan? Siapa laki – laki yang akan di jodohkan dengannya? Apakah pria dengan perut buncit dan kaya raya/
“Arghh! Sial!”
Sekian lama baru kali ini Zea mengumpat.
“kenapa gue mau di jodohin? Apa Papi bangkrut?” tanya Zea seorang diri, biasanya kan seperti itu, gadis muda yang masih sekolah di jodohkan karena keluarganya bangkrut. Demi keluarga, gadis itu terpaksa menikah dengan pria kaya raya dan tentunya orang itu tampan rupawan bagai pangeran. Tapi, itu kan cerita novel bagaimana dengan cerita Zea? Apakah dia akan di jodohkan dengan laki – laki tampan dan rupawan atau dengan bandot tua tapi kaya raya
ada yg Error ya, thor?
hampir 4 bab diulang...
hahihiiiii