NovelToon NovelToon
Cinta Terhalang Takdir

Cinta Terhalang Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Seiring Waktu
Popularitas:15.2k
Nilai: 5
Nama Author: Sri_1987

Dalam hidup terkadang kita tidak bisa memaksakan kehendak meskipun ingin. Rasa ingin memiliki yang begitu besar harus mengalah pada takdir dan kenyataan yang tidak sejalan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri_1987, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

35

"Vania, sini Nak!" Dewi melambaikan tangan, disusul derap kaki Vania memasuki ruangan. Reyna terlalu sibuk memikirkan dirinya sendiri sehingga tidak menyadari Dewi datang bersama Vania. Reyna mengira Dewi sendiri.

"Belum dijemput, Sayang?" Vania menggeleng menjawab pertanyaan Reyna. "Mau ditelpon Mamanya biar cepat ke sini?"

"Tadi aku sudah menelpon Bu Sherin, Mbak," Dewi menjawab. "Katanya nanti Papanya yang jemput. Bu Sherin sedang tidak enak badan."

Reyna terdiam. Kenapa harus Dimas yang datang menjemput Vania. Kenapa Sherin tidak menyuruh sopirnya saja yang datang atau ibunya. Maksud Reyna Bu Silvi, mamanya Dimas. Bertemu dengan Bu Silvi lebih mudah bagi Reyna ketimbang harus bertemu dengan Dimas.

Untuk menghindar juga tidak mungkin. Dewi pasti bisa mengerti, tapi yang lain? Mereka pasti akan bertanya-tanya mengingat selama ini Reyna cukup dekat dengan Vania dan keluarganya.

Di luar hujan tidak lagi deras, menyisakan sedikit gerimis dan rasa dingin. Rekan pengajar Reyna yang lain satu persatu berpamitan pulang. Tinggal Reyna dan Dewi yang menemani Vania menunggu dijemput papanya.

"Papa lama ya, Bunda?" bibirnya merengut. "Kebiasaan Papa suka telat. Vania nggak suka!"

"Mungkin masih di jalan. Papa 'kan kerja. Jadi nunggu kerjanya selesai dulu, baru bisa jemput Vania."

"Mbak," Dewi menyentuh lengan Reyna. "Mbak Reyna nanti nggak apa-apa kalau ketemu?"

Reyna mengerutkan kening, "Ya nggak apa-apa, Wi. Memangnya ada apa?" Reyna berusaha menjawab senatural mungkin. Seolah tidak ada yang bergejolak di dalam hatinya.

"Aku kira Mbak Reyna bakalan depresi karena gosip yang lagi rame itu, ternyata baik-baik saja. Rugi tahu! Aku khawatir sama Mbak Reyna."

"Ish.... Kamu ini!"

Reyna segera berkemas setelah mendengar deru mobil yang suaranya sudah dua hafal di luar kepala. Menggandeng tangan Vania, mengajaknya keluar. Disusul Dewi yang berjalan di belakang mereka.

Sebisa mungkin Reyna menampakkan raut wajah yang biasa, seolah tidak terpengaruh dengan keadaan yang terjadi di antara mereka belakangan ini.

Tapi ternyata tetap saja, anggota tubuh Reyna bekerja dengan sendirinya tanpa mengindahkan peringatan yang dikirim melalui otaknya.

Reyna kembali berdebar melihat Dimas keluar dari mobilnya. Dimas terpaku sejenak saat tatapan mereka bertemu. Langkahnya tampak sedikit ragu. Lalu dengan sedikit berlari menerobos gerimis menghampiri tempat mereka berdiri.

"Maaf, saya terlambat," katanya dengan nada formal. Dewi melirik Reyna sekilas. "Terima kasih sudah membantu menjaga Vania."

Dimas tengah menatap Reyna. Dan Reyna menyadarinya sejak tadi. Untuk sekedar membalas tatapannya Reyna merasa belum mampu. Mungkin saja hatinya belum setegar itu. Masih membutuhkan sedikit waktu lagi untuk menjadi terbiasa.

Dering ponsel dari dalam tas menyelamatkan Reyna saat sedang kebingungan bersikap di depan Dimas. Keningnya berkerut setelah tahu siapa yang tengah menelpon.

["Mbak Reyna bisa pulang sekarang?]

Suara Pak RT terdengar sebelum Reyna mengucapkan salam.

["Ibunya Mbak Reyna ada di rumah sakit sekarang."]

Reyna terkesiap. Kedua kakinya lemas seakan tidak mampu lagi menapak bumi. Dewi dengan sigap memegangi saat tubuhnya mulai limbung. Pak RT menjelaskan sekedarnya dan menyebutkan alamat tempat beliau membawa Bu Lastri.

"Mbak.... Ada apa?" Dewi bertanya dengan mimik khawatir.

"Ibu, Wi.....Ibu!" Reyna mengucapkannya dengan terbata.

"Budhe kenapa, Mbak?"

"Ibu di rumah sakit sekarang. Pak RT menemukan Ibu pingsan di rumah, dan membawanya ke rumah sakit." Reyna benar-benar panik. Bingung harus bagaimana sekarang. Otaknya buntu. Benar-benar tidak bisa berpikir saat ini.

"Wi, kamu pesan taksi online antar Vania pulang ke rumah!" Dimas mengambil keputusan tanpa mengajak Reyna berunding lebih dulu. "Biar aku mengantar Reyna ke rumah sakit."

"Aku....aku naik taksi saja!" tolak Reyna.

"Mbak Reyna sedang kalut, sebaiknya jangan pergi sendiri."

"A-aku bisa!"

"Jangan keras kepala, Rey!" suara Dimas naik satu oktaf. "Singkirkan sedikit egomu. Aku hanya mau menolongmu. Tidak ada maksud lain."

Reyna bimbang. Tidak tahu harus menjawab apa. Merasa enggan jika harus pergi hanya berdua dengab Dimas. Tapi, tidak ada cara lain supaya Reyna cepat sampai di rumah sakit selain menuruti saran darinya. Mustahil juga, jika harus membawa Vania.

"Mbak...." Dewi menyentuh lengan Reyna. "Mbak sebaiknya menerima tawaran Mas Dimas. Biar aku saja yang mengantar Vania pulang dan menjelaskannya pada Bu Sherin. Pasti beliau paham kok. Ini keadaannya darurat, Mbak!"

Tidak ada pilihan lain bagi Reyna selain mengiyakan. Reyna menurut saja saat Dewi menuntunnya memasuki mobil Dimas. Dimas sedang berbicara dengan Vania. Beberapa kali Vania mengangguk.

Di dalam mobil antara Reyna dan Dimas tak ada pembicaraan sama sekali. Suasana hening dan dingin. Dimas sama sekali tidak berniat untuk memulai pembicaraan, begitu juga Reyna.

Pikiran Reyna hanya tertuju pada keadaan ibunya. Tadi pagi waktu Reyna berpamitan keadaan Bu Lastri masih baik-baik saja. Dengan tersenyum wanita itu mengantar Reyna sampai pintu depan setelah menghabiskan sarapan yang Reyna siapkan.

"Ibu pasti baik-baik saja," suara Dimas memecah keheningan. "Ibu sudah ditangani oleh dokter, jangan khawatir!"

Reyna mengangguk beberapa kali. Mencoba meredam kegelisahan dalam hatinya. Perjalanan ke rumah sakit terasa lama bagi Reyna. Dia semakin tidak sabar. Ingin segera mengetahui keadaan ibunya.

"Aku turun di sini saja, Mas. Naik ojek akan sampai lebih cepat."

Dimas menoleh dengan cepat, "Jangan konyol kamu, Rey! Aku tahu kamu khawatir. Coba tenangkan dirimu agar kamu dapat berpikir dengan jernih."

"Tapi, Mas! Aku ingin segera tahu keadaan Ibu."

"Aku mengerti, Rey. Bersabarlah! Satu tikungan lagi sampai."

Reyna duduk dengan gelisah. Mengamati jalanan basah karena hujan yang sekarang menyisakan gerimis. Tak henti-hentinya ia merapalkan doa keselamatan untuk sang Ibu di dalam hati.

Reyna langsung berlari setelah Dimas memarkirkan mobilnya di parkiran rumah sakit. Tanpa mengucapkan terima kasih, Reyna meninggalkannya begitu saja. Tidak peduli apakah Dimas menyusul atau berbalik pulang ke rumah. Dalam pikiran wanita itu hanya satu yaitu Ibunya. Hanya ibunya....

Pak RT duduk di salah satu bangku di depan ruang ICU di temani Pakdhe Usman, suami Budhe Yati. Reyna semakin mempercepat langkahnya agar segera sampai di depan mereka.

"Reyna....," Pakdhe Usman berdiri menyambut Reyna begitu dia sampai di depannya. "Yang sabar, Ndhuk!" tanganya menepuk pundak Reyna pelan.

"Bagaimana Ibu, Pakdhe?"

"Sedang ditangani Dokter. Doakan kesembuhan Ibumu!"

Reyna tidak tahu lagi apa yang harus dia lakukan selain menangis. Pakdhe Usman merangkulnya dan membawa duduk di salah satu kursi.

Pak RT menjelaskan jika beliau menemukan Bu Lastri pingsan di depan pintu kamar saat akan meminta iuran kebersihan.

Berkali-kali Reyna menatap pintu ruangan yang tertutup. Berharap pintu itu segera terbuka dan dokter yang menangani Ibunya segera keluar dengan mengatakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Reyna hanya mampu mengangguk saat Pak RT serta Pakdhe Usman berpamitan untuk pulang.

"Rey.... ," suara Dimas mengejutkannya. Dia mengira Dimas tak akan menyusulnya. Menyentuh pundaknya, dan membawanya dalam dekapan. Reyna tidak menolak. Dia butuh tempat bersandar saat ini.

"Semua akan baik-baik saja. Aku yakin," Dimas berujar pelan. Memberi harapan. Reyna tenggelam dalam tangis. Tangan Dimas mengusap punggungnya dengan pelan.

"Bagaimana jika Ibu....," Suara Reyna terputus. Kembali terjeda oleh isak tangis. "Bagaimana.... Aku tidak bisa!!"

"Ibu akan kembali sehat. Yakinlah!"

Reyna tak mampu berbicara lagi. Dimas menarik dalam pelukannya semakin erat. Seakan menyalurkan kekuatan yang dimilikinya untuk dibagi dengan Reyna.

Setelah pagi-pagi sekali Reyna mengetahui hal yang tak terduga, kenapa sekarang sang Ibu juga tiba-tiba sakit?

"Keluarga Ibu Sulastri?" pintu ruangan terbuka. Dokter dan beberapa perawat keluar.

"Bagaimana keadaan Ibu saya, Dok?" Reyna tergopoh menghampiri.

"Bisa ikut ke ruangan saya?"

1
rahmi ritonga
jangan jangan kamu hamil lagi Reyna pelakorrr
kalea rizuky
g punya anak kah
Mis Poniman
lama banget UP ya..
Lilis Yuanita
terus dengan siapa reina bhgia ..kshn lnjut dunk tiap hri gitj
Lilis Yuanita
lnjut sih
Nasriah
up
Widi Widurai
perusak kebahagiaan dia ya ortunya dimas sendiri apa apa mandang keuddukan
Widi Widurai
wah wah takut potek hati awak niii...
Lilis Yuanita
kdang apa yg kita inginkan tak sesuai kita harapkan tp ya itulah kehidupan
Lilis Yuanita
lnjut
Lilis Yuanita
lnjut trus gmna lanjutannya
Widi Widurai
kenopo menghakimi reyna? kenapa ga dimas jg? padahal dia yg ngotot bgt ngajak selingkuh. seolah reyna sampah yg ga bsa diterima oleh siapa pun. sedangkan dimas bsa dimaafkan begitu aja. ga adil dong. namanya selingkuh jg dua pihak. tp ini seolah yg dihakimi cm reyna doang. dan g pantes dikasih kesempatan kedua. yg dibilang irfan bsa dpt wanita lebih baik. lah knp dia kasih kesempatan ke dimas yg sama bejat e??
Widi Widurai
ga cinta tp dhamili berkali kali wkwkwk dah lah dimas. nyari yg kek mana.
Widi Widurai
yaiyalah. makanya kl uda mutusin yauda gausa balik. semua ga akan sama. ga usah maksa
Widi Widurai
itulah laki, ga cinta tp muncul jg ekor
Widi Widurai
anjrit. uda punya anak masih aja nyantol sama mantan
Widi Widurai
ga konsisten.
kalea rizuky
karma pelakor
kalea rizuky
si pelacur berharap bahagia mimpi kau ren
kalea rizuky
wanita tolol
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!