NovelToon NovelToon
Bersamamu Menjadi Takdirku

Bersamamu Menjadi Takdirku

Status: sedang berlangsung
Genre:nikahmuda
Popularitas:77.8k
Nilai: 4.8
Nama Author: Windersone

YAKIN GAK MAU MAMPIR?
***
Berkaca dari kehidupan rumah tangganya yang hancur, ibu mengambil ancangan dari jauh hari. Setelah umurku dua tahun, ibu mengangkat seorang anak laki-laki usia enam tahun. Untuk apa? Ibu tidak ingin aku merasakan kehancuran yang dirasakannya. Dia ingin aku menikah bersama kak Radek, anak angkatnya itu yang dididik sebaik mungkin agar pria itu tidak melakukan kesalahan yang sama seperti yang dilakukan oleh suaminya, ayahku, padanya. Namun, ibu lupa, setiap manusia bukan binatang peliharaan yang bisa dilatih dan disuruh sesuka hati.

Meskipun aku hidup berumah tangga bersama kak Radek, nyatanya rasa sakit itu masih ada dan aku sadari membuat kami saling tersakiti. Dia mencintai wanita lain, dan menikah denganku hanya keterpaksaan karena merasa berhutang budi kepada ibu.

Rasa sakit itu semakin dalam aku rasakan setelah ibu meninggal, dua minggu usai kami menikah. Entah seperti apa masa depan kami. Menurut kalian?

Mari baca kisahnya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Windersone, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Aku Tidak Bisa Tidur

🦋🦋🦋

Setelah memperhatikan anak-anak di kamar mereka, aku menutup pintu. Kemudian, berjalan hendak keluar dari rumah itu sambil menjinjing tas di tangan kiri dan di tangan kanan ada ponsel yang aku mainkan setelah melihat jam menunjukkan pukul sembilan malam.

Suara pintu dibuka terdengar, menghentikan langkah kaki dan tanganku yang hendak menggenggam handle pintu. Aku menoleh ke belakang, melihat kak Radek baru keluar dari kamar dan kami saling menatap sejenak.

“Kamu mau ke mana?” tanyanya.

“Kembali ke rumah.”

“Rumah? Kamu akan tinggal di sini supaya tidak terlambat datang besok pagi,” ucapnya sambil menutup pintu kamarnya dan berjalan menuju dapur.

“Tidak mungkin, itu tidak baik. Selain itu, kamu juga harus menjaga perasaan Kak Karina, jangan mengulangi kejadian hal yang sama untuk kedua kalinya,” balasku.

Pria itu mengubah arah kakinya melangkah, tujuannya tampaknya berpatok padaku. Benar saja, semakin dekat aku semakin sadar. Kak Radek mengunci pintu rumah, mengambil kunci itu dan melemparkannya sembarangan. Kemudian, kak Radek membopong tubuhku, membawaku menuju kamarnya.

“Tunggu, ini bukan kamarku,” kataku saat kami baru berdiri di ambang pintu kamarnya.

“Oh, salah,” ucapnya dan membawaku ke kamar sebelah.

Pria ini sepertinya tidak merasakan sakit meskipun tubuhnya dilindas mobil. Padahal, lukanya masih basah, bisa-bisanya mengangkat badanku yang beratnya sekitar 55 kilogram. Ototnya aku perhatikan karena tidak memakai atasan, begitu menggoda sampai aku harus menjaga mata.

“Jika Kak Karina tau, dia pasti akan sedih,” ucapku setelah kak Radek membaringkan aku di atas kasur.

Kak Radek tersenyum ringan dengan salah satu sudut bibir naik.

“Kita lihat nanti. Tidur, jangan memikirkan hal aneh-aneh,” ucapnya dan mencoel hidungku seperti anak kecil.

“Memikirkan hal aneh apa? Sudah sering aku lihat yang begituan. Lagipula, udah tua juga,” gumamku.

“Apa?” tanya kak Radek, sedikit kaget mendengar gumamku.

“Usiaku baru tiga puluh tahun, aku belum setua itu untuk kuat. Mau coba?” tanyanya, tampak kesal.

“Coba apa? Jangan macam-macam,” ucapku sambil duduk dan kedua tangan melindungi dada.

“Buang pikiran kotormu. Aku hanya bilang, kamu ingin mencoba melihat kekuatanku? Aku bisa mengangkat beban dua kali lipat dari berat badanmu,” terangnya yang membuatku sedikit malu.

Kak Radek berdiri dari posisi duduk di tepi kasur. Pria itu menghampiri tombol lampu, mematikannya, dan beralih keluar dari kamar. Sekitar tiga detik kemudian, kak Radek membuka pintu kamar kembali.

“Kenapa?” tanyaku setelah diam beberapa saat menatap diamnya kak Radek menatapku dengan bibir tersenyum ringan.

“Tidak ada.” Pria itu menutup kembali pintu kamar.

Setelah pintu tertutup, aku menelentangkan badan lebih rileks, merasakan nyamannya kasur yang sudah lama tidak aku tiduri. Aku sedikit menggelindingkan badan dan memeluk guling dengan perasan senang, meskipun aku sadari itu hanya akan sesaat.

Mataku tertarik terhadap kotak di atas meja yang ada di sisi kanan kasur. Aku beringsut ke tepian, mengambil kotak itu, dan membukanya.

Ternyata isinya dompet merah muda yang isinya kartu kredit dan cincin yang dulu pernah diberikan kak Radek sebelum pria itu pergi. Juga ada setangkai bunga mawar yang sudah tidak utuh tentunya. Aku baru ingat, semua benda itu aku taruh di kotak ini waktu itu, tetapi kotak tersebut aku taruh di atas meja belajarku sebelum aku keluar rumah dan diculik ayah. Berarti, kak Radek yang sudah memindahkannya.

Suara langkah kaki terdengar mendekati pintu kamar, mungkin kak Radek. Bergegas aku memasukkan cincin itu ke jari manis kananku dan memasukkan kartu kredit itu ke dalam dompet dan menyimpannya ke dalam kotak. Kembali aku taruh kotak itu ke posisi awalnya dan bergegas aku membaringkan badan, berpura-pura tidur. Tingkahku sudah seperti pencuri yang akan ketahuan.

“Pintu kamarku terdengar dibuka, langkah kaki itu semakin terdengar dekat sampai akhirnya aku merasa seseorang duduk di tepi kasur.

Orang itu meraih tangan kananku yang melipat di atas perutku, mengecup tanganku, membuatmu membuka mata. Ternyata benar, orang itu kak Radek sama seperti dugaanku sejak tadi. Siapa lagi di rumah ini orang selain dia? Tidak mungkin anak-anak.

“Jangan kurang ajar,” kataku sambil duduk.

“Aku tidak bisa tidur.”

“Lalu, hubungannya denganku, apa?”

“Aku tidur di sini.” Kak Radek membaringkan badannya di sampingku dan memelukku pinggangku.

“Ingat, aku bukan istrimu yang bisa kamu ajak tidur. Pergi sana!” usirku.

Aku mendorong tubuh kak Radek sampai pria itu menjerit kesakitan karena tanganku mendarat di dadanya. Tapi, rasanya tidak mendarat di bagian dada yang ada lukanya. Oh … aku tahu ini hanya alasannya saja, berpura-pura kesakitan.

“Jangan berbohong. Aku bukan anak kecil. Pergi sana!” usirku, lagi.

“Kenapa kamu memakai cincin itu? Kamu masih punya perasaan padaku, kan?” tanyanya dengan sedikit senyuman menggoda.

Sebenarnya tujuanku memasang cincin ini bukan karena ingin memakainya, aku hanya berniat untuk menyembunyikannya sementara dari orang yang hendak masuk ke kamar tadi, yang sudah aku tebak itu kak Radek. Tetapi, aku malah lupa untuk menyembunyikan tanganku.

“Tidak. Aku hanya penasaran saja, sebagus apa cincin itu di tanganku,” bohongku dan hendak melepaskan cincin itu.

Kak Radek menahanku dengan menggenggam tanganmu erat dan membaringkanku dengan posisi menyamping membelakangi keberadaannya dan pria memelukku dari belakang.

“Berhubungan dengan lawan jenis kecuali pasangan saja disebut selingkuh. Aku tidak mau jadi selingkuhan,” terangku, melepaskan pelukan kak Radek dan bangkit dari kasur. “Jika begini, kesepakatan kita berakhir,” terangku dengan wajah marah.

“Ini sudah empat tahun berlalu dan kamu masih bersikap begini padaku. Jangan bilang kamu yang menyukaiku sebenarnya,” kataku.

Kak Radek bangkit dari kasur, melangkah pelan mendekati dengan tatapan yang membuatku merasa tegang. Kakiku melangkah pelan sampai terbentur ke dinding, berhenti di sana. Kedua tangan kak Redek mendarat di dinding, mengepung tubuhku.

“Jika benar, kenapa?” tanyanya, membuat jantungku tidak stabil, berdegup kencang. “Bukankah seharusnya kita saling menyukai dan saling mencinta? Seorang anak hasil keringat kita sudah lahir ke dunia ini. Seharusnya itu sudah bisa membuktikannya,” kata kak Radek dengan senyuman menggoda.

"Jangan gila." Aku merendahkan tubuh dan berjalan di bawah tangan kiri kak Radek setelah merasa pria ini ngelantur saat berbicara.

Rasanya kamar ini tidak aman. Oleh sebab itu, aku keluar dari kamar tersebut dan beranjak ke kamar anak-anak yang semula kamar mendiang ibu. Pintu kamar aku kunci dan menghampiri kasur, duduk di tepi kasur dalam perasaan yang masih terguncang dengan situasi tadi.

"Dasar gila," celotehku dengan kesal.

Namun, jika dipikirkan, perkataan kak Radek yang mengiangi telinga ini membuatku merasa malu. Bisa-bisanya pria itu mengatakan hal tersebut.

Perkataannya itu aku tepis dan membaringkan badan di samping Riza, membawa otak ini menjauhkan pikiran dari pria itu.

***

Perlahan, mata yang memejam terbuka. Pandanganku yang samar-samar mulai terlihat jelas, keberadaan dua bocah yang berdiri di samping kasur, menatapku dengan senyuman membuatku sontak kaget. Kedua bocah itu tertawa ringan dan baru aku sadari kak Radek berbaring di belakangku dengan tangannya yang aku himpit dan tangannya yang lain mendarat di pinggang kananku.

“Kenapa dia ada di sini?” tanyaku, dalam hati, dan bangun dari posisi baring saat melihat pelupuk mata kak Radek bergerak, rasanya akan membuka mata.

“Kalian sudah bangun …,” kata kak Radek dengan santainya sambil duduk.

“Ibu, kami mau makan,” kata Aria, membuatku tercengang kaget.

“Iya. Ibu, ayo ke dapur, buatkan masakan enak,” tambah Riza.

“Ibu, Ayah juga lapar,” tambah kak Radek, sengaja membuatku kesal.

Kedua tanganku menggaruk rambutku dan berlari menuju kamar mandi. Ayah dan anak itu membuat pagiku terasa gila.

“Selamat pagi …!” seru seseorang dari luar, setelah aku menutup pintu kamar mandi.

Jika didengar-dengar, suara itu milik seorang wanita yang terdengar familiar di indra pendengaran ini. Perlahan aku membuka pintu kamar mandi dengan satu nama sudah terukir di benakku, yaitu kak Karina.

1
Bertalina Bintang
weeew... uhuuuiii...
Hafizah Al Gazali
thor buat mereka berdua bahagia yaaa,sdh cukup galuh menderita thor,kasian galuh
Bertalina Bintang
bolak balik nunggu klanjutannya
Hafizah Al Gazali
ceritamu penuh dgn misteri thor,vi aku sukaaaa
Tinny
lanjutt truss thor😍
Arya Bima
ya ampun Galuh..... mau smpe kpan km bertahqn dgn Radek yg lagi n lagi sll percaya hasutan org lain dri pda istri sndiri....
jelas² bnyak yg tak mnginginknmu bersanding dgn Radek.... msa iya Radek g paham².... sll mnuduh tanpa mncari tau kebenarannya....
capek sndiri hidupmu Galuh.... klo harus berjuang sndiri...
Arya Bima
jgn smpe tak terungkap dalang yg sesungguhnya...... sangat tak adil untuk Galuh jga ayahnya.... harus mnanggung smua ksalahn dri org lain...
Tinny
sungguh membagongkan
Bertalina Bintang
jangan2 bpknya radek pelakunya
Mulyana
lanjut
Arya Bima
siapa laki² itu ya.... smoga bukan hal yg akn mnambh beban pikiran galuh ...
tidak cukup kah penderitaan yg di alami Galuh slm ini.....??
tak pantaskah Galuh untuk bahagia n mnjadi perempuan yg jauh dri segala fitnahan jga hinaan dri org lain...
Mulyana
lanjut
Tinny
selalu dibuat dag dig dug dorrr
Efelina Pehingirang Lantemona
galuh wanita ngk punya prinsip,lain di mulut lain dihati,miris
Mulyana
lanjut
Tinny
lanjut trus thorr seruuuu
Arya Bima
smua trgantung sikap radek....
Maria Ulfah
knp masih mau dekat dengan kak radek membuat susah move on
Mulyana
lanjut
Arya Bima
untuk melindungi n mmberi nyaman perempuan lain aja km bisa n sll km upqyakn radek....
tpi km seolah sulit mewujudknnya untuk galuh....
smoga kebenaran terungkap.... sblm ayah galuh di eksekusi.... biar melek tuh mata radek.... n sadar.... bahwa yg telihat mata blm lah tentu sebuah kbenaran....
biar makin nyesel seumur hidup si radek.... klo Galuh memilih mnyerah n pergi dri khidupsn suaminya yg menye².... g tegas...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!