🌹Alan Praja Diwangsa & Inanti Faradiya🌹
Ini hanya sepenggal cerita tentang gadis miskin yang diperkosa seorang pengusaha kaya, menjadi istrinya namun tidak dianggap. Bahkan, anaknya yang ada dalam kandungannya tidak diinginkan.
Inanti tersiksa dengan sikap Alan, tapi tidak ada yang bisa dia lakukan selain berdoa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Red Lily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesibukan di Malam Hari
🌹VOTE🌹
Judi mengucapkan salam setelah selesai dengan ibadahnya. Tidak lupa dia berdoa sebentar sebelum berbalik. Dan Judi terkejut melihat Vanesa yang duduk di atas ranjang masih memegang mukena.
"Lu gak ikutan sholat?"
Vanesa diam sebentar. "Gue mana ngerti begituan."
Judi menatap kesal, pikirnya Vanesa menjadi makmumnya sejak tadi. Judi segera berdiri dan mendekati Vanesa dengan duduk di sampingnya.
"Lu bisa sholat gak?"
"Gue gak paham."
"Pernah sholat gak?"
"Enggak ih!"
"Lu islam kan?"
"Cuma di KTP nya doang."
"Lu asli gak pernah sholat?"
Vanesa diam kembali.
"Woy."
"Pernah dulu waktu kecil, waktu Mama masih ada."
"Terus?"
"Udah enggak lagi, jadi gue lupa."
Judi mengucapkan istigfar dalam hati menahan amarahnya.
"Pake mukenanya."
"Gimana caranya?"
Seketika Judi menatap terkejut lagi. "Lu gak bisa pake beginian?"
"Ini kegedean, Judiii…. Masa iya gue pake baju segede ini," rengen Vanesa malas.
"Itu mukena, bukan baju, Bodoh."
"Gue gak bisa, ada yang kecil gak?"
"Yang ketat mau?"
"Ada?" Tanya Vanesa menaikan alisnya.
"Ada."
"Mana?"
"Kain kafan, lu jadi mayat, nah kan lu gak perlu sholat, tinggal gue sholatin."
"Jahat banget sih lu, siaaall banget hidup gue."
"Pake mukenanya," ucap Judi kini penuh penekanan, yang mana membuat Vanesa terpaksa melakukannya.
"Gini?"
Dan Judi terdiam sesaat, Vanesa terlihat cantik jika seperti ini. Dan Judi meyakinkan pada dirinya sendiri, barang ini tidak rusak, hanya berdebu saja dan butuh dibersihkan.
"Ini longgar, Jud. Masa iya gue pake gini, nanti jenong."
"Pake tuspin, lu kan punya."
Vanesa berdecak, dia memakainya di bawah dagu.
"Terus? Gue kan gak bisa sholat, masa gerak gerak doang."
"Gue ajarin."
"Sekarang."
"Ya iya, kalau taun depan lu keburu gue sholatin."
"Males anjirrr, masa iya sekarang gue ngantuk."
Judi diam, dia menatap tajam Vanesa yang membuat perempuan itu menurut tanpa sadar. Vanesa duduk tegak menghadap ke arah Judi sambil meggerucutkan bibirnya.
Judi adalah adik kelas Vanesa, yang memang menonjol sejak masih murid baru.
"Tadi wudhu gak?"
"Gosok gigi kok."
"Wudhu, Ijah, bukan gosok gigi."
"Lu kenapa sih suka banget ganti nama gue, hah?!"
"Nama lu itu terlalu subhanallah buat tingkah lu yang astagfirullah."
"Anjiiirrr jahat lu!"
"Kenyataannya gitu, Ijah."
"Gue gak suka dipanggil gitu!"
"Makannya belajar agama yang bener."
Vanesa kembali diam saat Judi menatapnya mengintimidasi.
"Ayo belajar wudhu."
Vanesa menarik napas dalam, dia membuka mukena dahulu dan mengikuti Judi yang menjulang tinggi. Tubuh Vanesa yang tinggi masih terbilang pendek untuk Judi yang memiliki keturunan darah tentara Belanda.
"Cepatan, Ijah!"
"Iya iya ih!"
"Liatin gue."
Vanesa mengikuti apa yang Judi katakan dan lakukan, dari mulai doa, hingga tata cara berwudhu yang baik.
"Udah?"
"Udah, ayok sholat."
"Kan gue gak bisa, Jud….," Rengek Vanesa sambil mengikuti langkah Judi lagi.
Dan perempuan itu hanya pasrah saat Judi memasangkan mukena padanya. Vanesa menguap karena ngantuk.
"Nguap tuh ditutup, tar setan masuk."
"Iya iya, bawel banget sih bocah."
"Sini cepatan."
Vanesa yang sudah memakai mukena menatap malas. "Kemana?"
"Sholat di atas sajadah, bukan kasur. Yang ada lu ngorok kalau sujud di sana."
Vanesa berdecak.
"Cepetan, Ijah."
"Iya ih."
🌹🌹🌹
Inanti menatap lama punggung yang membelakanginya. Dia menyuruh Alan untuk menjauh dan terus mundur agar tidak berdekatan dengannya. Alhasil, Alan tidur di atas lantai.
Nadia sudah tidur setelah dia susui, dan Alan tidur saat Inanti menyuruhnya pulang.
Karena Inanti terus mengataka tidak ingin berdekatan dengan Alan, pria itu mengalah dengan tidur di atas lantai. Tapi dia terlihat sangat nyenyak.
Kasur ini sempit, hanya muat dua orang saja. Ruangan bagian kasur berada juga sempit, jadi tubuh Alan hampir menyentuh meja yang menyangga televisi.
Inanti menarik napasnya dalam, dia berdiri sesaat untuk mencari sesuatu untuk menutupi kaki Alan yang mungkin kedinginan.
Masih diterangi oleh cahaya ponsel Alan, Inanti mengambil samping. Dia membukanya dan menyelimuti Alan dengan itu secara perlahan.
Setidaknya Inanti tidak akan terlalu merasa bersalah jika Alan batuk pilek, membuat Inanti kembali terlentang.
Posisi Inanti yang ada diantara Alan dan Nadia membuat Inanti kesulitan bergerak dan tidak leluasa. Karenanya, Inanti mengubah posisi dengan bayinya yang ada di tengah.
Jika nanti harus menyusui, Inanti akan menghalanginya dengan bantal.
Belum juga Inanti memasuki alam mimpi, Nadia menjerit begitu saja. Membuat Inanti sontak memberikan put*ngnya.
Namun, bayinya kembali menolak.
"Kenapa, Nan?"
Inanti kembali memasukan payuda*anya. "Gak mau mimi lagi."
"Uh… sini, tidur sama Papa," ucap Alan meletakan Nadia di atas dadanya, membiarkan bayi itu merasakan kehangatan.
Dan benar saja, Nadia yang tengkurap di dada Alan langsung berhenti menangis.
"Tidurnya di sini," ucap Inanti yang mementingkan Nadia.
"Mau tidur sama suami ya?"
"Apasih! Orang Nadia digendongan kamu ih! Geer banget," ucap Inanti tidak terima.
Alan bergeser masuk ke dalam kasur, dia mengusap punggung Nadia yang kenyataannya tidak tidur lagi.
"Kok nggak tidur ya, Nan?"
"Pegel kali, biasanya suka gitu kok."
"Bangun tengah malam?"
Inanti mengangguk sambil mengusap pipi Nadia yang tengkurap di dada ayahnya.
"Ngapain, Nan?"
"Ya, gini. Main sendiri."
Nadia tertawa dengan suaranya yang kecil, membuat Alan gemas dan menciumi kepalanya.
"Tidurnya lama lagi?"
"Biasanya nanti subuh tidur lagi."
"Sebelum subuh?"
"Biasanya mau digendong."
"Biasanya kamu gendong? Semalaman?"
Tatapan mereka bertemu, membuat Inanti mengalihkan pandangnnya.
"Ya iyalah, masa tetangga. Makannya sekarang giliran kamu yang jaga Nadia, saya mau tidur," ucap Inanti jutek dan membelakangi Alan. "Saya udah ngandung Nadia, pegel pegel tiap malam. Sekarag giliran kau gadang tiap malam, saya mau tidur nyenyak. Biar kamu rasain gimana rasanya dipaksa insomnia tiap malam."
Dan itu membuat Alan terkekeh, dia mengusap kepala putrinya. "Mama galak banget ya, De."
🌹🌹🌹
Tbc.