Menjadi penghalang bagi hubungan saudarinya sendiri bukanlah pilihan yang mudah. Mau tidak mau Ran relakan dirinya demi keutuhan keluarga. Cacian, hinaan, tak dianggap, itu bukanlah hal yang baru. Ran memasang wajah palsu yang ia pertontonkan pada siapa pun.
“Di sini aku Ran. Apa kalian melihatku? Aku ada dan hidup di planet yang sama dengan kalian, tolong jangan abaikan aku ... aku sendiri.”
Setelah menikah apa hidup Ran akan berubah? Atau malah sama saja? Menjadi sosok yang dibenci banyak orang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rinnaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35. Hampir ketahuan.
Kedatangan Ran dan juga Risti membuat Deka bernapas lega dan bersyukur dalam benak, begitu pula dengan Guren yang semeringah melihat sosok Ran yang bertambah cantik. Tunggu! Mata pria satu ini agak lain, padahal Ran tampak sangat berantakan bersama rambut yang acak-acakan sebab angin di motor.
Reaksi Ran malah kaget melihat Guren. Kenapa dia di sini? Dia tidak sedang ingin menjemputku, kan? Diam Ran menanyakan hal itu pada dirinya sendiri.
Sampai Guren sudah berada di hadapannya pun Ran masih diam.
“Ayo pulang,” ajak Guren, melepaskan rentengan plastik supermarket dari tangan Ran, agar dia bisa menggandeng tangan Ran.
Deka berdiri, dia menghampiri mereka, menawarkan untuk makan malam dulu di sini sebelum pulang.
“Tidak. Kami mau makan di luar saja,” tolak Guren. Setelah itu dia menarik Ran keluar dengan langkah cepat. Ran tidak bisa pulang seperti ini, dengan begitu dia menoleh ke belakang walaupun kakinya dipaksa bergerak.
“Risti, Om Deka, terima kasih ya. Aku pamit pulang,” tutur Ran sedikit teriak sebab dia sudah semakin jauh, mereka merespons Ran dengan anggukan kepala serta senyum ramah.
Sampai di mobil, Guren membukakan pintu mempersilahkan Ran masuk di samping kemudi, selanjutnya barulah dia yang masuk.
Mobil pun dijalankan. “Kenapa tidak angkat teleponku beberapa hari ini?” ucap Guren tiba-tiba bertanya.
Ran diam, dia tidak tahu harus menjawab apa. Sebenarnya Ran sengaja mengabaikan telepon Guren, bahkan dia berencana untuk menginap lebih lama lagi di rumah Risti sebab dia mau kembali menciptakan jarak.
Namun siapa sangka kalau Guren akan menjemputnya? Ingin menolak ajakan pulang Guren, takutnya om Deka akan mengira kalau sebenarnya Ran kabur dari rumah, walau kenyataannya memang seperti itu.
“Kenapa diam? Jawab Ran. Kau sengaja, ya?” tekan Guren, sesekali dia melirik Ran di antara sibuknya menyetir.
“Aku ... aku tidak mau jawab. Jangan tanya, aku punya alasan sendiri.”
Sungguh jawaban yang berani, kalau ini bukan jalanan utama kota, mungkin Guren akan berhenti untuk marah. Rahang Guren mengeras, menahan sesuatu yang ingin meledak. Jawaban Ran menunjukkan jika wanita itu memang sengaja mengabaikan panggilan Guren.
Setelah itu, sepanjang perjalanan Guren tidak bertanya apa-apa lagi. Tapi atmosfer di dalam mobil ini begitu dingin, hawanya membuat Ran membeku. Ran semakin takut ketika Guren melajukan mobilnya, biar begitu Ran hanya diam saja.
***
“Apa maksudmu tadi, hah?” tanya Guren setelah berhenti di basemen apartemen.
Ran diam membisu, haruskah dia mengatakan alasan yang sebenarnya? Tapi itu pasti akan menimbulkan pertanyaan baru. Seperti, terus niat kau memaksaku menikahimu apa?
Ran menoleh, melihat mata Guren dengan penuh keyakinan, selanjutnya dia tertawa kecil menambah tingkat kekesalan Guren.
“Apa itu penting buatmu, Kak Guren,” ucapnya angkuh. Ran tampak santai, dia seperti tidak memiliki beban hidup apa pun.
Benarkah ini wanita yang menangis waktu itu? Guren bertanya dalam batinnya, Ran yang memakai topeng seperti ini benar-benar menyebalkan.
“Sangat penting bagiku,” jawab Guren.
Senyum Ran pudar, perlahan dia mulai memundurkan langkah karena tidak percaya dengan jawaban Guren. Ran kira pria ini akan meninggi dengan jawaban menyangkal.
Bagaimana ini? Ran sangat takut sekarang. Takut Guren memiliki perasaan padanya. Semoga tidak. Jika itu terjadi, bagaimana cara Ran lepas nanti?
“Kenapa kau menjauh?” Guren ikut melangkah maju seiring Ran yang mundur. Sampai Ran terpojok di salah satu pilar, Guren menyudutkannya. “Kau ingin lari, Ran? Apa alasanmu—”
“A-aku tertarik dengan pria lain! Aku sudah tidak membutuhkanmu!”
Brag!
Guren memukul pilar di belakang Guren dengan kencang, seketika Ran menegang. Ah sial, Ran apa kau mencari mati? Pria yang tengah menahan emosi, malah dia pancing untuk meledak.
“Siapa? Siapa Ran!” bentak Guren sangat dekat dengan wajah Ran.
Ran tidak menjawab, lidahnya keburu kelu dengan situasi ini. Tiba-tiba Guren memeluk Ran erat, sangat erat seperti ular melilit yang ingin meremukkan tulang.
“Kau anggap aku apa? Setelah bosan kau ingin membuangku?”
“Kak Gu-ren. Sakit ... lepaskan,” lirih Ran tak bertenaga. Dia sudah sangat lemas, juga kesulitan bernapas.
“Katakan padaku siapa pria itu? Aku akan membunuhnya. Pasti, pasti akan kulakukan. Kau percaya, Ran?”
“Lepas, Kak.”
“Aku tidak main-main dengan perkataanku.”
“K-ahk.” Pening menyerang kepala Ran secara tiba-tiba, dia masih menjaga kesadaran, mendengar apa yang Guren katakan.
“Kau percayakan, Ran?”
Ran menggelengkan kepala dengan maksud untuk Guren melepaskan dekapan menyiksa itu.
“Tidak?” Guren tersenyum remeh. “Baiklah duluan aku pernah membun—”
“Olif.”
Satu nama yang diucapkan Ran, membungkam Guren yang hampir menyebutkan rahasianya. Olif? Olif mana yang di maksud Ran?
“Aku tidak mau mati ... seperti Olif.” Setelah itu Ran pingsan. Sontak Guren mengendurkan dekapannya. Tubuh Ran merosot ke bawah, sedangkan Guren ternganga kaget, menatap kosong dengan perasaan yang campur aduk.
>>>
“Ran saksi kematian Olif,” Miztard akhirnya jujur. Setelah Guren menceritakan bagaimana Ran menyebut nama Olif yang sudah meninggal.
“Benarkah? Jadi saat Olif menunjuk batu besar, di sana benar ada orang? Itu Ran?”
“Hei Guren, barusan kau mengaku kalau kau yang membunuh Olif?!” sentak Miztard.
Guren diam sesaat, kemudian dia memandangi wajah Ran yang terpejam di ranjang. Apa jadinya jika Guren menyebut rahasianya tadi? Ran pasti sangat takut. Dulu Guren mengenakan hoodie yang menutupi hampir seluruh wajahnya plus masker, kemungkinan Ran tidak tahu siapa palaku yang membunuh Olif adalah dirinya.
“Kalau Ran sampai tahu, akan bagaimana, ya?”
“Ya bagus, dong. Dia membencimu dan selanjutnya bercerai. Yeee, happy ending. Atau dia akan mencoba balas dendam, membunuhmu saat kau tidur atau meracunimu saat kau makan. Yeee happy ending lagi.”
“Sial, diam kau! Pergi dari hadapanku.”
“Padahal aku baru pulang dari Jepang, tega-teganya kau mengusirku. Aku ke sini karena merindukanmu, Guren!”
“Jijik. Nih flashdisk yang kau mau. Pergilah, kau menambah pusingku.”
Miztard menarik napas lega. Setidaknya setelah dia menceritakan kebenaran itu, Guren tidak ada maksud menyakiti Ran, malah pria itu takut jika Ran pergi darinya.
Selanjutnya Miztard pergi dari apartemen Guren. Biarkan Guren merenungkan hasil dari perbuatannya yang berakhir pada Ran.
Ponsel Guren bergetar setelah Miztard sudah tak tampak lagi, tapi ternyata Miztard yang mengirim pesan.
[Di mana kau membunuh Olif? Aku ingin melihat apa masih ada jejak yang tertinggal di sana. Hanya memastikan, aku percaya kau membersihkan dengan sangat baik.]
Guren tersenyum tipis setelah membaca pesan Miztard. Memang sepupunya itu selalu berada di pihak Guren, tidak peduli itu salah atau benar.
[Ada satu baru besar di situ, tolong pindahkan tempatnya.] Pesan Guren, setelah itu barulah dia memberitahu alamat detailnya.
Guna batu dipindahkan agar Ran bingung letak pastinya. Dia pasti akan terasa asing ditambah sudah lama tidak ke tempat itu.
Bersambung....
akhir yang manis.
semangat💪🏻💪🏻💪🏻 selalu untuk karya2 mu yg lain.
perbaiki masa lalu kamu.
terbuka lah dg ran.
semangat up kak author
guren cinta sama kamu ran jadi tidak akan menyakiti kamu, semoga arif dapet balesan nya.
dan guren mau mendengarkan alasan dn penjelasan dr ran kenapa ran sampai pergi.
kasih pelajaran buat arif mak othor.
kuranga ajar si arif mau misahin ran sama guren kan kasian bayinya.
mak othor semoga sehat selalu😘😘😘.
syemangat💪🏻💪🏻💪🏻💪🏻
jangan lama2 yah thor buat ran perginya