"Apa kamu takut?" tanya Mark sembari mengusap pipi Jessy yang memerah.
"Sedikit."
Jawaban Jessy membuat Mark merasa gemas. Wajah polos wanita itu benar-benar menarik.
"It's okay. Kita memang baru pertama melakukannya," kata Mark.
Jessy mengalihkan pandangannya ke tempat lain. Ia tak kuasa menyaksikan tubuh indah Mark yang tampak kokoh sebagai tempat bersandar.
"Ayolah, kenapa kamu seperti malu-malu begini? Bukankah ini sudah biasa untukmu dan pacarmu?" tanya Mark yang melihat Jessy seakan tak mau melihatnya.
"Aku ... Belum pernah melakukan yang seperti in," lirih Jessy.
"Apa?" Mark terkejut. Ia kira hal semacam itu sudah biasa dilakukan orang yang telah berpacaran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35: Cemburu
"Apa yang sudah dilakukan anak bodoh itu?"
Magda terduduk lemas melihat kelakuan Justin di hadapan keluarga Russel. Ia yakin orang tuanya tidak akan tinggal diam setelah mengetahui cucu kesayangannya mengacaukan perjodohan yang sudah ditentukan.
Sebagai seorang ibu, ia sangat menyayangi putranya. Alasan membatasi pergaulan Justin dan menetapkan standar teman dekat putranya adalah untuk membiasakan tradisi keluarga yang sudah lama ditetapkan. Ia tahu pada akhirnya Justin aka dijodohkan.
Nasib Magda sedikit berbeda. Orang tuanya terpaksa menyetujui pernikahan dengan keluarga Jonathan karena ia sudah terlanjur hamil dengan Michael. Keluarga Jonathan memang termasuk kaya, namun masih kalah jika dibandingkan dengan keluarganya.
Sayangnya, setelah 5 tahun pernikahan, suaminya meninggal. Orang tuanya tidak mau bisnis yang telah berjalan menjadi bermasalah karena kematian Michael. Makanya mereka memaksa Mark yang 5 tahun lebih muda dari Magda untuk menggantikan posisi Michael.
"Mark, apa yang seharusnya kita lakukan?" tanya Magda.
Mark terdiam. Pikirannya sibuk oleh bayangannya melihat kebersamaan Jessy dan Justin. Dua anak muda itu membuatnya iri. Seharusnya Jessy berada di sampingnya, bukan bersama dengan Justin.
"Mark ... Kenapa kamu diam saja?" Magda kesal karena Mark tak kunjung memberi pendapatnya.
"Maaf, aku harus pergi sekarang!"
Mark terburu-buru pergi meninggalkan Magda. Magda benar-benar heran dengan tingkah orang yang seenaknya dan meninggalkan dia sendiri di sana.
Mark keluar mencari keberadaan Jessy dan Justin. Ia sudah tidak sanggup menyembunyikan hubungan antara dirinya dan Jessy. Bahkan, jika semua orang harus tahu, ia sudah tidak peduli.
Mark tidak rela Jessy pergi darinya. Jessy adalah miliknya, hanya dia yang berhak memilikinya, bukan siapapun, sekalipun itu Justin.
Dadanya terasa terbakar saat mendapati kedua pemuda itu tengah berpelukan dengan hangatnya. Ia seperti anak muda yang tengah merasaman cemburu kepada keponakannya sendiri.
Tangannya mengepal erat melihat Justin mencium bibir Jessy. Bibir yang seharusnya hanya menjadi miliknya juga dicium oleh keponakannya.
"Jessy, kamu tidak boleh menjadi milik siapapun," gumamnya lirih.
"Tuan ...."
Sapaan Todd menyadarkan Mark.
"Anda harus segera kembali ke kantor. Pertemuan dengan Tuan Yan akan segera dilaksanakan," kata Todd.
Sekilas Mark kembali menoleh ke arah Jessy dan Justin. Namun, kewajiban menyelesaikan pekerjaan membuanya harus mengorbankan urusan pribadinya. Terpaksa Mark mengikuti Todd kembali ke kantor.
***
"Justin, aku benar-benar tidak bisa bersamamu."
Jessy masih berusaha meyakinkan Justin agar mau meninggalkannya.
"Apa lagi yang harus aku lakukan untuk meyakinkanmu, Jessy? Aku benar-benar sanggup melawan keluargaku demi dirimu," kata Justin.
"Kamu tidak perlu melakukan apapun. Aku hanya ingin putus denganmu." Jessy masih kukuh.
"Tapi kenapa?" tanya Justin.
Jessy tidak bisa menjawab. Mana mungkin ia bisa mengatakan kalau dirinya telah tidur dengan ayah Justin.
"Justin, aku tidak sebaik yang kamu kira," kata Jessy.
"Tidak ada orang yang sempurna di dunia ini, Jessy. Aku mencintaimu karena aku mencintaimu. Aku menerima bagaimanapun keadaanmu," kata Justin meyakinkan.
"Aku juga berani mengambil keputusan untuk menetang keluargaku. Kamu juga harus berani mengakui kalau kamu juga mencintaiku," lanjutnya.
Mata Jessy berkaca-kaca. Keberanian Justin berbicara di depan keluarga mengenalkan dirinya, membuat Jessy terharu.
Mark meraih tangan Jessy. "Ke depannya, mari kita sama-sama menghadapi kesulitan yang ada. Jangan menyerah untuk saling mendukung," ucapnya.
Mark menarik Jessy ke dalam pelukannya. Keduanya saling berpelukan sembari menitihkan air mata.
realistis dunk