NovelToon NovelToon
Dia Dan 14 Tahun Lalu

Dia Dan 14 Tahun Lalu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta pada Pandangan Pertama / Enemy to Lovers / Cintapertama / Romantis / Romansa / TimeTravel
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Spam Pink

ini adalah perjalanan hidup clara sejak ia berumur 5 tahun membawanya bertemu pada cinta sejatinya sejak ia berada di bangku tk, dan reymon sosok pria yang akan membawa perubahan besar dalam hidup clara. namun perjalanan cinta mereka tidak berjalan dengan mulus, akankah cinta itu mempertemukan mereka kembali.....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Spam Pink, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

episode 25

Malam itu udara terasa pengap. Bukan karena cuaca—melainkan karena pikiran Clara yang semakin penuh. Setelah kejadian makan malam yang menyesakkan, ia ingin menghilang. Ingin tidur panjang dan berharap semua mimpi buruk bernama Ares itu lenyap.

Tapi justru sebaliknya.

Ponselnya kembali bergetar.

Ares:

Keluar. Sekarang.

Clara menutup mata. Dadanya seperti diremas kuat. Ia ingin mengabaikan, namun ada ketakutan yang terus membayangi—ketakutan terhadap ancaman Ares, ketakutan terhadap semua hal yang bisa ia lakukan jika Clara tak menuruti.

Setelah beberapa menit, ia akhirnya keluar dari rumahnya. Tubuhnya terasa dingin, tapi telapak tangannya berkeringat. Ares sudah menunggu di depan gerbang, bersandar pada motornya, tatapan matanya gelap.

“Kamu lama,” katanya ketus.

Clara tidak menjawab. Ia hanya berjalan mendekat, mencoba menjaga jarak aman.

Ares menatapnya dari atas sampai bawah. “Mana HP kamu?”

Clara langsung waspada. “Buat apa?”

Ares tersenyum tipis—senyum yang tidak menyenangkan. “Aku mau cek. Kamu pasti ngehubungin cowok itu lagi.”

Clara menelan ludah. “Aku nggak. Dan kamu nggak perlu lihat HP aku.”

Ares maju satu langkah. “Kasih. Sini.”

“Aku bilang, nggak.”

Nada Clara lebih tegas dari sebelumnya. Mungkin karena tadi ia sudah terlalu takut. Mungkin karena tubuhnya sudah lelah menahan semua. Tapi Ares tidak suka penolakan.

Tangan lelaki itu melesat cepat, mencoba meraih ponsel Clara.

Clara mundur. “Res, jangan!”

“Tadi kamu sama dia, kan?” suara Ares meninggi. “Telepon dia? Chat dia? Atau bilang yang jelek-jelek tentang aku?”

“Res! Aku nggak pernah—”

Ares merebut ponsel itu.

Clara tersentak dan mencoba menariknya kembali. “Jangan! Jangan sentuh HP aku!”

“Aku mau lihat apa yang kamu sembunyiin!”

Mereka tarik-menarik, dan dalam satu gerakan kasar, Ares mendorong tangan Clara. Ponsel itu terlepas, jatuh ke aspal.

PRAAAAK—

Layar ponsel retak parah.

Clara mematung. Napasnya tercekat.

“Itu…” Clara berbisik, suaranya pecah. “HP aku…”

Ares tidak peduli. Ia justru menatap Clara dengan amarah mentah. “Lain kali jangan nyolot sama aku!”

Clara mengangkat ponsel yang hancur itu dengan tangan gemetar. Ia belum sempat memproses rasa sedihnya, ketika suara Ares kembali meledak.

“Kamu bikin aku kesel, Clar!”

Clara menatapnya, air mata memenuhi mata. “Kenapa kamu selalu kayak gini?! Kenapa kamu nggak berhenti? Kenapa kamu nggak biarin aku hidup?!”

Ares terdiam sejenak—kaget mendengar Clara akhirnya melawan.

Tapi reaksi selanjutnya jauh lebih buruk.

PLAK!

Tamparan itu mendarat cepat, keras, dan menyakitkan. Pipi Clara langsung panas. Kepala Clara sedikit terpelanting ke samping.

Ia tidak bisa bicara.

Tidak bisa bergerak.

Yang bisa ia lakukan hanya memegang pipinya yang berdenyut, dan menatap tanah agar Ares tidak melihat air matanya jatuh.

“Jangan pernah lawan aku,” Ares mendesis.

Clara menggigit bibir sampai terasa asin. Dalam kepalanya hanya ada satu nama, satu wajah, satu suara yang selama ini menjadi tempat pulangnya.

Reymon.

Ia ingin pulang ke Reymon.

Ia ingin dipeluk Reymon.

Ia ingin mengatakan semuanya.

Ia ingin bernafas tanpa ketakutan lagi.

Ares memaksa Clara naik ke motor untuk pulang. Tapi Clara tidak bicara apa-apa sepanjang perjalanan. Tidak satu patah kata pun.

Sampai rumah Clara Tersungkur Dalam Sunyi

Begitu Ares pergi, Clara masuk kamar tanpa suara. Begitu pintu tertutup, lemasnya langsung pecah dan ia jatuh duduk di lantai. Tangisnya akhirnya keluar—luapan ketakutan, sakit hati, dan penat yang sudah ia tahan selama berminggu-minggu.

Ia tidak bisa menghubungi Reymon. HP-nya hancur.

Ia tidak bisa cerita ke siapapun. Ia malu, takut, bingung.

Dan satu-satunya orang yang terlintas di kepalanya selain Reymon adalah Dinda.

Tanpa pikir panjang, Clara mengambil jaket dan keluar menuju rumah Dinda.

Rumah Dinda – Wajah yang Pucat, Mata yang Basah

Dinda baru saja hendak tidur ketika pintu rumahnya diketuk cepat. Saat membuka pintu, ia langsung terkejut.

“Clara…? Astaga, kamu kenapa?!”

Wajah Clara pucat, matanya sembab, dan pipinya masih memerah bekas tamparan.

Clara tidak bisa jawab. Ia hanya menangis lagi.

Dinda langsung menariknya masuk tanpa bertanya lagi. “Masuk… masuk. Duduk sini, Clar. Kenapa?! Siapa yang—”

Clara menggeleng sambil terisak. “Din… aku… pinjem HP kamu…”

Dinda tidak buang waktu. Tanpa tanya lebih jauh, ia mengambil ponselnya dan memberikannya ke Clara.

“Telepon Reymon,” kata Dinda lembut. “Aku di sini.”

Clara hampir jatuh lagi dalam tangis ketika mendengar itu. Tangan gemetarnya menekan kontak Reymon, lalu memanggil.

Nada berdering.

Sekali…

Dua kali…

Tiga—

“Clar?” suara Reymon muncul.

Begitu Clara mendengar suara itu—seluruh pertahanannya runtuh.

“R-Rey…” Clara menangis makin keras, suaranya pecah. “Reyyyy…”

“Clara?” Reymon terdengar langsung panik. “Hey hey hey… kenapa? Kamu kenapa? Clara! Ada apa?!”

Clara berusaha bicara, tapi suaranya patah-patah. “Aku… aku takut… Rey… aku… A-Ares… dia… dia—”

Reymon tercekat. “Dia ngapain kamu?!”

Clara mengusap air mata berulang-ulang, tapi terus mengalir. “Aku… aku bohong… aku banyak bohong sama kamu… s-soalnya aku takut… Rey… aku maaf… aku—”

“Clara, tolong… pelan-pelan. Ceritain semuanya ke aku.”

Dan Clara bercerita.

Tentang ancaman Ares.

Tentang Ares masuk kampusnya.

Tentang semua paksaan.

Tentang ketakutannya setiap hari.

Tentang makan malam yang penuh tekanan.

Tentang telepon-telepon yang mengintai.

Tentang HP-nya yang dirusak.

Dan… tentang tamparan itu.

Reymon tidak bicara selama beberapa detik.

Keheningan itu membuat Clara makin menangis. “R-Rey… jangan marah… aku… aku takut kamu marah…”

Tapi ketika suara Reymon muncul lagi—suara itu rendah, menahan banyak hal.

“Clara…” suaranya berat. “Aku kecewa kamu nggak cerita. Iya.”

Clara terisak lebih keras.

“Tapi aku jauh lebih sakit denger kamu nangis kayak gitu… sendirian… dan aku nggak ada di sana buat lindungi kamu.”

Dinda menutup mulut menahan tangisnya sendiri.

Reymon melanjutkan dengan nada yang jauh lebih tegas.

“Aku bakal urus dia, Clar. Kamu denger aku? Aku bakal selesaiin semua ini.”

Clara menggeleng lagi meski Reymon tidak melihat. “Jangan, Rey… aku takut… Ares… dia—”

“Ares nggak akan sentuh kamu lagi,” potong Reymon tegas. “Nggak. Akan. Pernah.”

Suara itu membuat Clara terdiam.

“Aku sayang kamu, Clar. Dan aku nggak akan biarin kamu hidup dalam ketakutan kayak gini.”

Clara menutup wajahnya dan menangis dalam hening.

“Aku ke kota kamu besok,” kata Reymon.

Clara langsung panik. “Rey jangan! Jangan kesini! Aku nggak mau kamu apa-apa!”

“Terlambat,” jawab Reymon. “Aku sudah pesan tiket pesawat. Aku cuma butuh satu hari. Satu hari aja buat beresin ini.”

Clara terpaku.

“Percaya aku,” kata Reymon pelan tapi tegas. “Aku nggak akan bikin kamu takut lagi.”

Rencana Balas Dendam Reymon

Sesuai ucapannya, Reymon tiba di kota besok sore tanpa memberi tahu Clara. Ia tidak ingin Clara khawatir. Ia hanya mengirim satu pesan singkat dari HP Dinda:

Rey: Aku di kota kamu. Tenang. Aku nggak akan ketemu kamu dulu. Aku akan selesain Ares malam ini. Kamu percaya aku kan?

Clara hanya bisa menatap layar dengan gemetar.

Di sisi lain kota, Reymon menyiapkan rencananya.

Ia mengganti nama kontaknya di HP Dinda menjadi Clara, lalu mengirim pesan ke Ares:

Clara: Res, aku mau ketemu. Malam ini. Di taman belakang kampus. Jam 9. Sendirian.

Dan Ares, tanpa curiga—langsung membalas.

Ares: Oke. Akhirnya kamu nurut juga. Jangan telat.

Reymon mengepalkan tangan.

“Malam ini selesai.”

Pertemuan – Ares Tak Menyangka

Ares tiba duluan. Ia bersandar santai, menunggu dengan percaya diri.

Sampai ada seseorang datang dari arah gelap.

Langkahnya mantap.

Tegas.

Tidak ragu.

Ares mengangkat kepala.

Dan wajahnya pucat seketika.

“…Reymon?”

Reymon berdiri di depannya, tanpa senyum. Tanpa basa-basi.

“Apa kabar, Ares?”

Ares menelan ludah. “Kamu… ngapain di sini?”

“Nyari kamu,” jawab Reymon tenang. “Kita perlu ngobrol.”

Ares mundur satu langkah. “Clara… bilang apa ke kamu?”

“Cukup banyak.”

Mata Reymon berubah dingin. “Dan aku rasa kamu tahu kenapa aku ada di sini.”

Ares tersentak ketika Reymon mendekat—gerakan cepat, langsung mencengkram kerah bajunya.

“Kamu pikir kamu siapa sampai berani sentuh dia?!” suara Reymon pecah, bukan karena teriak—tapi karena menahan emosi yang sudah tidak bisa dibendung.

Ares mencoba mendorong, tapi Reymon lebih kuat.

“Aku bisa bikin kamu habis malam ini,” kata Reymon pelan penuh ancaman. “Tapi aku nggak mau menyentuh hukum sendiri.”

Ares terdiam ketakutan.

Reymon mendekatkan wajahnya. “Tapi kamu denger baik-baik…”

Nada suaranya serendah bisikan, tapi jauh lebih menakutkan.

“Sekali lagi kamu ganggu Clara… aku laporin kamu ke polisi. Semua ancamanmu, semua paksaanmu, semua chat kamu. Bukti sudah ada.”

Mata Ares melebar.

Reymon menambahkan,

“Aku juga nggak keberatan cerita ke pihak kampus. Biar nama kamu hancur sekalian. Mau?”

Ares menggeleng cepat. “J-Jangan… jangan, Mon—”

“Terus kamu berhenti ganggu dia.”

Ares mengangguk cepat. “I-iya. Iya. Aku berhenti. Aku sumpah.”

“Dan kamu nggak bakal nyentuh atau ngikutin dia lagi.”

“Iya!”

Reymon mendorongnya sampai hampir jatuh.

“Kalau kamu ulangi lagi… aku pastikan kamu nyesel.”

Ares pucat—ketakutan nyata.

“Pergi.”

Tanpa menunggu, Ares lari dari tempat itu.

Reymon berdiri di sana lama, menenangkan napas. Tangannya masih terkepal, tubuhnya masih tegang, tapi hatinya sedikit lega.

“Clara…” bisiknya pada dirinya sendiri. “Kamu nggak sendirian lagi.”

BERSAMBUNG…

1
mindie
lanjut dong author ceritanya, ga sabar part selanjutnya
mindie
AAAAAA saltinggg bacanya😍😍🤭
Caramellmnisss: terimakasih kak☺️
total 1 replies
mindie
layak di rekomendasikan
Charolina Lina
novel ini bagus banget 👍🏻
Caramellmnisss: terimakasih kak😍🙏
total 1 replies
mindie
baguss bngt tidak sabar menenunggu updatetanny author🤩
Caramellmnisss
kami update tiap malam yah kak, jangan ketinggalan setiap eps nya yah☺️
Miu miu
Jangan lupa terus update ya, author!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!