TAHAP REVISI🙏
***
Berawal dari kata 'tidak suka' hubungan mereka kian dekat karena sebuah pertengkaran. Batu yang keras, akhirnya luluh oleh air yang tenang.
Seperti itulah Gia dan Riza, dua remaja yang menaiki tangga bersama dari tidak suka, menjadi suka, lalu ke nyaman, dan berakhir dengan saling menyayangi.
***
Sedikit kisah, dari jutaan kisah lain yang mungkin akan membuat kalian tak bisa melupakannya.
@dwisuci.mn
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Decy.27126, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bahagia yang Semestinya.
Yang punya lagu Muse- Unintended, kuy lah dengerin.😊 biar Feel nya lebih dapet.😉
***
Malam setelah semua teman temannya pulang ke rumahnya masing masing, Riza pergi ke samping rumahnya, dia membuka satu ruangan yang terpisah dari rumah besarnya. Di sana ada ruang musik tempat dia menyimpan semua jenis alat musik yang dia punya, niatnya kemarin yang ingin mengakhiri perdebatannya dengan Tama sempat membuatnya berfikir untuk membuang semua alat musik itu.
Tapi sayang, dia terlalu menyukai musik hingga tak bisa jika harus membuang semua barang barang kesayangannya itu.
Ruang musik itu terpisah dari rumah utama, tentu karena dulunya Tama yang menolak mendengar permainan musik Riza yang hampir setiap hari ia mainkan.
Riza masuk dan memperhatikan semua peralatan musik yang dia punya, gitar, keyboard piano, dan masih banyak. Hampir semuanya ia kuasai cara bermainnya, terutama gitar.
Riza mengambil gitarnya, lalu mulai memetik senar dengan tangan kirinya mengatur kunci.
"Unintended”
(Tak sengaja)
You could be my unintended
(Kau bisa saja tak sengaja ku)
Choice to live my life extended
(Pilih untuk menjalani kehidupanku yang panjang)
You could be the one I’ll always love
(Kau bisa jadi seorang yang selalu kucinta)
You could be the one who listens to my deepest inquisitions
(Kau bisa jadi seorang yang mendengar keingintahuanku)
You could be the one I’ll always love
(Kau bisa jadi seorang yang selalu kucinta)
I’ll be there as soon as I can
(Aku akan disana segera sebisaku)
But I’m busy mending broken pieces of the life I had before
(Tetapi aku sibuk membenahi potongan hidupku sebelumnya)
First there was the one who challenged
(Pertama disana ada seorang yang menentang)
All my dreams and all my balance
(Semua impian dan keseimbanganku)
She could never be as good as you
(Dia tak bisa jadi yang terbaik untukmu)
You could be my unintended
(Kau bisa saja tak sengaja ku)
Choice to live my life extended
(Pilih untuk menjalani kehidupanku yang panjang)
You should be the one I’ll always love
(Kau bisa jadi seorang yang selalu kucinta)
I’ll be there as soon as I can
(Aku akan disana segera sebisaku)
But I’m busy mending broken pieces of the life I had before
(Tetapi aku sibuk membenahi potongan hidupku sebelumnya)
Before you…
(Sebelum dirimu…)
Sepenggal lagu yang sekiranya mewakili perasaan seorang Calvin Arriza malam itu, dia bernyanyi dengan sangat merdu dan mendalami setiap bait dari lagunya, (Author ajah speechless bayanginnya🤤).
Beberapa menit petikan gitar yang Riza mainkan masih terdengar mengalun di udara, menemaninya di keheningan malam dan mengisi kekosongan ruangan tunggal di samping rumah besarnya itu.
Riza menyudahi permainan gitarnya dan menaruhnya ditempat semula, saat dia berbalik ingin keluar dari ruang musiknya seseorang dengan cepat melangkah melewatinya membuat ia terkejut setengah mati.
"Papah mau ngapain, gitar Riza mau diapain?" Riza bertanya dengan nada seru sehabis keterkejutannya.
Tama, dia yang sedari tadi memperhatikan Riza bahkan mengikuti Riza sejak dia masuk ke ruang musik itu mengambil gitar milik Riza tanpa mengindahkan teriakan dari Riza yang juga beberapa kali mencegah dirinya untuk tidak mengambil gitar milik anaknya itu.
"Pah jangan!" seru Riza saat melihat Tama tanpa beban dengan cepat melempar gitar miliknya keluar dari ruang musiknya, Riza terduduk menatap miris gitarnya yang sudah terpecah menjadi beberapa bagian itu.
"Apa gak cukup aku diem," ucap Riza "kenapa? Kenapa Papah buang gitarku?"
Seru Riza dengan sedikit nada membentak yang ia layangkan pada Tama.
Dia berdiri lalu menatap Tama yang juga masih menatapnya santai tanpa beban, dia melihat arah gitarnya yang sudah tergeletak tak berdaya diluar sana.
Bergegas dia ingin keluar dari ruang musiknya, namun baru sampai didepan pintu Tama mencekal tangannya membuat ia berhenti dan kembali menoleh.
Tama tersenyum hangat kearah Riza, "Apa kamu nggak ngerasa gitar itu udah terlalu tua buat kamu?"
Riza mengernyit bingung dan menggeram kesal bersamaan, "Seenggaknya benda itu yang udah temenin saya dari dulu."
Memang, dulu dia bersusah payah menabung separuh uang jajannya saat masih SD demi membeli alat musik kegemarannya itu, sungguh besar kecintaannya terhadap alat musik hingga dia melakukan apapun untuk dapat membelinya.
Tama tersenyum lagi, kali ini dia berjalan dengan tangannya yang masih mencekal tangan Riza yang mengikutinya dari belakang.
"Kamu lihat, gitarmu sudah tidak bernyawa."
Riza kembali marah saat mendengar ucapan Tama barusan, dia menepis keras tangan Tama yang memegangnya lalu menatap Tama tajam.
"Apa tujuanmu?" tanya nya dengan nada dingin.
Tama tersenyum, tapi bagi Riza itu senyum meremehkannya. "Tidak usah berharap pada gitar rusak itu."
"Lihat disana!" Tama menunjuk arah samping kanannya diikuti Riza yang menolehkan pandangannya kesana.
Riza terdiam, dia terkejut melihat disana ada Vina, Diki, dan Keyra yang juga tersenyum hangat kearahnya.
Riza menoleh lagi kearah Tama yang kini memasang wajah sendu menatapnya, "Pah?" panggilnya pelan dengan mata berkaca kaca.
Tama langsung memeluk putranya itu dan menepuk nepuk bahu Riza, "Maafin Papah, nak! Papah udah egois selama ini sama kamu, Papah udah terlalu mengekangmu, Za mau kan maafin Papah?"
Riza langsung menangis mendengarnya, dia membalas pelukan Papahnya tak kalah erat, dia mengangguk cepat disana.
"Za lagi gak mimpi kan?" tanya nya membuat Tama terkekeh dan langsung menggeleng dan membuat Riza tambah menangis disana.
"Maafin Za juga, Pah! Za selalu buat Papah marah," ucapnya sambil terisak disana.
Tama menggeleng lalu melepas pelukannya, "Anak cowok, gak boleh cengeng!"
Riza terkekeh lalu mengangguk yakin dan menghapus air mata yang tadi turun membasahi pipinya, dia menengok ke arah Vina dan kedua saudaranya dan berjalan mendekat kearah mereka bersama dengan Tama.
"Ini kado, dari kami, buat kamu." Ucap Vina sambil menyodorkan satu buah tas besar yang sudah dapat dilihat dari luarnya bahwa isinya adalah Gitar untuk Riza.
Riza menerimanya, lalu memeluk Vina dengan erat. "Makasih, mah."
Vina terkekeh, "Bilang makasih sama Gia, dia yang udah bantu kamu sama papah kamu baikan."
Riza tertegun mendengar bisikan dari Mamahnya ini, dia tak tau apa yang sudah Gia lakukan hingga membuat Papahnya seperti ini. Tapi apapun itu, dia pasti akan berterima kasih kepada Gia yang juga telah menyadarkannya dari kesalahannya selama ini.
Kini semua membaik, pelukan hangat satu keluarga menutup malam yang gelap ini dengan harapan cahaya indah akan selalu mendampingi perjalanan mereka kedepannya.
Mereka semua bahagia, dengan jalan yang sudah mereka lalui selama ini. Gia yang memang tidak terlalu menganggap penting masalah dalam hidupnya, dan Riza yang sudah dapat menyelesaikan masalah terbesarnya selama ini.
Kini tinggal mereka melanjutkan kisah mereka yang belum usai, kisah baru yang akan dimulai setelah ini. Jadi, jangan lupa kasih dukungan buat Author ok😉
\*\*\*
...**Bersambung.....
See u next chapter.🖤**
spnjang crita karakter gia msh konsisten msh terbaik dan kalau bs gia seharusnya dpt lbh baik lg dr karakter riza😁 dan riza sprti tdk ada lawannya buat dapetin gia kyk gmpang ajha buat riza
tp utk smwnya udh bagus karakternya kuat2👌
salken, kak....
Jd terkenang masa SMA ku😁😁