Xiao Chen, terlahir tanpa bakat sehingga ia sangat sulit berkembang. Dan pada akhirnya kehilangan ibunya.
Ketika ia sekarat dan akan mati. ia mendapatkan sebuah kristal aneh yang membuat dirinya kembali ke masa lalu untuk menghilangkan semua penyesalan.
Simak kisah perjuangan Xiao Chen dalam menghadapi kekejaman dunia terhadap orang tanpa bakat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agen one, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34: Kebersamaan yang jarang
Xiao Chen berjalan menaiki tangga menuju lantai dua rumah batu yang luas, tempat kamar Ibunya berada. Setelah memastikan semua divisi berjalan sesuai perintah, terutama Divisi Produksi di bawah pengawasan Xiao Xi, kini saatnya ia memenuhi kebutuhan jiwanya yang paling mendasar.
Di ruangan luas yang kini dilengkapi perabotan bagus dan kasur empuk, ia melihat sosok Ibunya sedang duduk bersandar nyaman. Dua anggota Divisi Pelindung yang ditugaskan menjaga, seorang remaja laki-laki dan perempuan, sedang duduk di lantai dan berbincang-bincang dengan Ibu Xiao Chen.
Mereka tampak nyaman dan akrab. Mungkin, bagi anak-anak jalanan yang tak pernah mengenal kasih sayang, Ibu Xiao Chen menjadi figur yang sangat dirindukan—sosok seorang Ibu yang hangat.
"Bu," sapa Xiao Chen pelan.
Semua orang, termasuk Ibunya, menoleh. Dua anggota pelindung itu segera bangkit dengan sigap, namun Xiao Chen memberi isyarat agar mereka tetap tenang.
"Apa tempat ini nyaman, Bu? Jika kurang nyaman atau bahkan tidak sama sekali, aku akan membeli tempat seperti sekte yang sudah tidak terpakai di pegunungan." tanya Xiao Chen, menunjukkan betapa besarnya perhatiannya terhadap kenyamanan sang Ibu.
Shua (Ibu Xiao Chen) tersenyum. Sebenarnya, ia bingung dengan sikap Xiao Chen yang sangat berbeda dan tiba-tiba dapat mendapatkan uang sebanyak ini. Anaknya yang dulu polos kini menjadi pemimpin yang disegani dan sangat kaya. Namun, ia tidak ingin banyak bertanya. Ia yakin anaknya pasti tidak melakukan kejahatan keji.
"Tidak perlu, Nak. Ibu sudah merasa sangat nyaman di sini," jawab Shua, menyentuh bantal empuk di punggungnya. "Apalagi sekarang semakin banyak anak-anak untuk Ibu ajak mengobrol. Mereka semua baik-baik, Nak."
Ia menatap anaknya dengan tatapan lembut. "Tapi, akhir-akhir ini Xiao Chen sibuk ya? Anak Ibu ini jarang sekali datang menjenguk Ibu."
Dua bawahan Xiao Chen yang bertugas menjaga segera mengerti. Mereka memberi hormat singkat dan berjalan keluar dari kamar, menutup pintu perlahan. Mereka tidak ingin mengganggu pembicaraan anak dan ibu itu.
Xiao Chen duduk di samping Ibunya, meraih tangan Shua yang sudah lebih berisi berkat makanan bergizi.
"Maafkan aku, Bu. Aku memang cukup sibuk akhir-akhir ini. Banyak hal yang harus aku urus agar kita bisa hidup tenang dan Ibu bisa sembuh," ucap Xiao Chen jujur. Ia menghela napas. "Tapi aku berjanji, aku akan sebisa mungkin menyempatkan waktu untuk mengobrol seperti ini denganmu."
Shua mengusap kepala anaknya dengan penuh kebanggaan dan kasih sayang. Rasa hangat menyelimuti hati Xiao Chen—rasa yang tak pernah ia dapatkan di akhir kehidupan pertamanya dan hampir hilang di akhir kehidupan keduanya.
"Kau mirip sekali dengan Ayahmu, Nak," ujar Shua, matanya menerawang. "Dulu Ayahmu juga selalu saja begini kepada Ibu. Dia pria yang sangat sibuk, tapi selalu memastikan Ibu adalah yang utama. Dia pria yang hebat."
Xiao Chen tersenyum tipis. "Aku akan menjadi lebih hebat dari Ayah, Bu. Aku janji."
Hening sejenak. Xiao Chen hanya menikmati kehangatan tangan ibunya di kepalanya. Dia tidak akan membiarkan kegagalan masa lalu terjadi lagi. Setiap detik yang ia habiskan di sini adalah pengisian ulang energi untuk menghadapi kekejaman dunia kultivasi.
"Bu, istirahatlah. Setelah ini aku akan kembali ke bawah. Tapi besok pagi, aku akan membawakan bubur Ginseng spesial untuk Ibu." janji Xiao Chen.
Shua mengangguk. "Tentu, Nak. Pergilah. Ibu bangga padamu."
Xiao Chen berdiri, mengecup kening Ibunya dengan lembut. Tatapannya kembali tajam begitu ia meninggalkan kamar. Ia harus kembali ke ruang bawah tanah. Rasa sakit dan kegagalan delapan tahun di kehidupan sebelumnya telah memberinya tekad: Tidak ada waktu untuk bersantai.