"Kau berasal dari masa depan kan?" Ucapan Nares membuat Yarana diam. Bagaimana bisa Nares mengetahui hal itu?-Yarana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Staywithme00, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Keesokan hari berlanjut, Yarana telah bersiap keluar ruangannya untuk mencari udara segar sekaligus mencari kebaikan yang bisa ia lakukan. Kini misi kebaikan Yarana yang tersisa hanya lima, sesuai jumlah benang hitam yang tersisa dilengannya.
Tapi, sebelum Vello mengikuti langkahnya, Yarana mencari cara agar bisa membuat Vello sibuk.
Saat berada diluar ruangan, ia berdiam sejenak menatap Vello. Yarana terpikir sebuah ide yang sangat tepat. Ide yang sebelumnya,pernah ia gunakan untuk menghilang dari pengawasan Vello.
“Vello, hari ini aku memberikan izin lagi padamu untuk berkunjung kerumah orang tuamu.” Ucap Yarana. Saking gugupnya, ia sampai lupa menyapa Vello terlebih dahulu.
“Eeh, kenapa tiba-tiba putri?”
“Bukankah baru bulan lalu, putri Yarana memberikan izin?” Vello menatap Yarana dengan wajah yang bingung.
“Benar. Tapi karena kau rajin sekali menjagaku, aku hadiahkan satu hari bersantai lagi untukmu.” Alibi Yarana. Tapi dilubuk hati kecilnya, ia juga berniat memberi sedikit kebahagiaan pada Vello karena para pelayan diBellvana hanya mendapat izin satu kali dalam setahun.
“Tapi putri, apa tidak apa-apa?” Vello merasa tidak enak hati karena takut mendapat kesan pelayan yang semena-mena.
“Tidak apa-apa, aku sudah memberikan izin. Jadi, tenang saja.” Yarana dengan senyuman lebar seraya menaikkan kedua alisnya.
“Baik putri Yarana, terima kasih. Aku akan kembali lebih awal.” Ujar Vello dengan bahagia.
“Eh, tidak-tidak. Tidak perlu terburu-buru. Beristirahatlah dan berbahagia dengan baik disana. Tidak perlu kembali lebih awal.” Yarana sedikit kaget mendengarnya. Ia sengaja meminta Vello pergi agar ia punya banyak waktu sendiri, tapi Vello malah ingin terburu-buru.
“Baiklah Putri, sampai jumpa nanti.” Vello memberi hormat lalu melangkah pergi meninggalkannya.
“Huufh.” Yarana lega mendengarnya.
Seusai Vello benar-benar telah pergi, Yarana memulai rencananya menyusuri sudut istana.
Rencana detektif kali ini, ia akan pergi ke sebuah gazebo yang terletak tak jauh dari taman, taman yang dipenuhi bunga-bunga. Gazebo ini dirancang khusus dengan material marmer yang berlapis emas. Entah bagaimana kerajaan ini dibangun. Setiap sudutnya, tak luput dari bahan material yang indah juga bahan logam mulia yang mengkilap(emas).
Detektif pergi ke arah gazebo dengan tujuan memikirkan hal apa yang bisa membuat benang hitam dilengannya berkurang. Didunia asalnya, biasanya detektif akan membaca rincian kasus di tempat terbuka bahkan dibawah pepohonan untuk berpikir jernih tentang kasus atau masalah yang ia hadapi.
Sekarang juga sama, hanya permasalahannya saja yang berbeda.
“Hal apa lagi yang akan aku lakukan.” Pikir Yarana seraya menyenderkan punggungnya pada gazebo.
Saat sedang asyik berpikir, seseorang menghampiri Yarana.
“Hai, putri Yarana.” Panggil seseorang padanya. Yarana sangat tahu sekali ini suara milik siapa. Suara yang sangat membuatnya merinding, sejak orang tersebut memberikan sebuah bunga padanya.
“Oh, hai. Selamat pagi, pangeran Leano.” Sejujurnya, mengucapkan sebuah salam saja Yarana enggan, apalagi memanggilnya dengan sebutan pangeran. Nares saja hanya dipanggil nama olehnya.
“Selamat pagi juga untukmu, putri Yarana.” Leano memberikan beberapa bunga yang tadi ia petik ditaman pada Yarana. Ingin sekali detektif ini melempar bunga yang diberikan oleh Leano. Tapi ia tahan.
“Tenang, ini sebentar lagi akan berakhir.” Gumamnya sambil menahan napas yang sedikit gusar karena merasa terganggu.
“Terima kasih, pangeran Leano.” Perlu waktu bagi Yarana untuk mengucapkan hal tersebut.
“Tidak perlu berterima kasih. Kebetulan sekali saat aku sedang lewat, aku melihat bunga ini.”
“Bunganya sangat menawan, sama menawannya dengan dirimu.” Lanjut Leano.
Seusai mendengarnya, Yarana memaksakan diri tersenyum mendengar ocehan yang tidak ada manfaatnya untuk dirinya.
Kalau saja Leano berada di zaman yang sama saat ia menjadi detektif, sudah sangat dipastikan Leano akan menerima sebuah pukulan seorang detektif.
Ditengah percakapan mereka, ada sepasang mata yang sedang memperhatikan. Pemilik mata yang selalu melirik orang lain dengan tajam dan penuh waspada itu, menuju kearah gazebo tempat Yarana dan Leano sedang berbincang.
“Maaf, bila aku mengganggu waktu kalian.” Nares dengan suaranya yang berat menyapa.
“Ada apa Na..”
“Maksudku, ada apa pangeran Nares?” Yarana suka lupa menambahkan awal penyebutan pangeran untuk memanggil Nares. Karena ia terbiasa hanya memanggil nama. Ini tidak berlangsung sekali saja, tapi sudah dua kali ia hampir menyebut Nares tanpa gelar bangsawan didepannya.
“Yang Mulia Raja menunggumu diruangannya. Sepertinya akan ada hal penting, yang akan ia bahas.” Nares tak menghiraukan ucapan Yarana. Ia hanya fokus pada Leano.
“Baiklah.”
“Putri Yarana, sampai jumpa. Aku akan menemui lagi nanti.” Ujarnya dengan tersenyum dan berlalu meninggalkan Yarana dan Nares. Detektif yang sejak tadi merinding karena Leano, merasa tenang sekarang. Ia lega, manusia yang tidak jelas itu pergi dari hadapannya.
Diantara ketenangan yang Yarana rasakan sekarang, ada seseorang yang hatinya sedikit terusik.
“Detektif. Bukankah kau sendiri yang mengatakan, kalau kau punya firasat buruk tentang pangeran manja itu?” Ujar Nares yang langsung memberikan pertanyaan pada Yarana.
“Iya benar, aku hanya tak sengaja bertemu dengannya.” Yarana merasa sedikit pusing karena bertemu manusia seperti Leano, ditambah lagi ia belum melakukan misinya lagi hari ini.
“Detektif, kau harus lebih tegas. Bukannya, biasanya kau yang akan mengatakan 'tidak' bila kau merasa terganggu dengan seseorang?” Nares sedikit emosional hari ini.
“Iya aku tahu. Aku juga sedang mencari cara agar pangeran Leano itu tidak menggangguku lagi. Mana mungkin juga aku tertarik berbincang padanya.” Yarana meletakkan bunga yang diberikan Leano ditempat duduk gazebo.
“Lagipula, kenapa kau harus berpikir negatif begitu. Memangnya kau punya perasaan padaku?” Jawabnya asal pada Nares.
“Iya.” Entah pikiran darimana, Nares mengatakan iya pada Yarana secara mendadak. Mendengar hal itu, detektif langsung terpaku. Lidahnya tiba-tiba membeku dan kehilangan akal untuk mencairkan suasana. Padahal, niat Yarana tadi hanya bercanda saja.
“Ma-maksudku, perasaan sebagai teman. Karena aku temanmu, jadi aku harus memastikan usaha yang kau lakukan tidak sia-sia.”
“Berulang kali aku katakan, aku tidak ingin dirimu terjebak didunia ini seperti diriku.” Nares sungguh jenius beralibi. Alibinya yang barusan, membuat Yarana bisa berpikir jernih lagi.
“Oh, iya aku tahu. Tidak perlu khawatir, aku pasti bisa kembali ke dunia asalku. Setelah mendengar jawaban Yarana, Nares lega karena alasannya dipercaya oleh detektif.
“Sisa lima kebaikan?” Perhatian Nares teralihkan ketika melihat benang hitam.
“Iya tersisa lima. Karena itulah aku pusing sekali, aku bingung harus melakukan kebaikan apalagi.” Wajah detektif benar-benar frustasi.
“Jadi begitu.”
“Aku dengar, dibagian belakang istana ada beberapa orang yang sedang menyiapkan beberapa barang untuk rakyat-rakyat diluar istana. Kau mungkin bisa membantu mereka.” Nares lagi-lagi menjawab dengan asal.
Detektif bukannya berpikir dahulu, ia malah percaya saja dan berkata, “Ah, benar juga.” Yarana menarik kesimpulan, ia akan pergi ke bagian belakang istana. Sementara Nares yang tadi berucap asal-asalan, terburu-buru pergi karena masih merasa salah tingkah.
“Nares!”
“Kau mau kemana? Aku kan tidak mengenal orang-orang dibagian belakang istana.” Yarana berteriak, ia sama sekali tidak mengenal orang-orang yang ada disana.
“Tanya saja pada Robbin.” Ujarnya dengan langkah panjang nan cepat pergi berlalu tanpa menoleh ke detektif.
“Inilah yang aku tidak suka dari Nares. Ia selalu bersikap sesuka hatinya.” Detektif mendengus kesal. Meski dalam keadaan kesal, ia tetap pergi menuju ke ruang belakang istana untuk melihat-lihat.
********
Saat meninggalkan Yarana digazebo istana, Nares berucap kecil dihatinya.
“Maaf detektif. Bukannya aku tidak mau membantumu. Tapi, aku harus menenangkan diriku.” Nares tahu kalau ia sedikit emosional hari ini. Ia tak mau detektif tahu tentang perasaannya. Menurut Nares, lebih baik kalau ia berusaha menghilangkan perasaan yang ada, daripada terjebak dalam perasaan yang tak ada ujungnya.
Bersambung#
Author magang: Terima kasih yang sudah baca ceritaa ini sampai dibab ini. 💙💙
😁🔥