Maira salah masuk kamar hotel, setelah dia dijual paman dan bibinya pada pengusaha kaya untuk jadi istri simpanan. Akibatnya, dia malah tidur dengan seorang pria yang merupakan dosen di kampusnya. Jack, Jackson Romero yang ternyata sedang di jebak seorang wanita yang menyukainya.
Merasa ini bukan salahnya, Maira yang memang tidak mungkin kembali ke rumah paman dan bibinya, minta tanggung jawab pada Jackson.
Pernikahan itu terjadi, namun Maira harus tanda tangan kontrak dimana dia hanya bisa menjadi istri rahasia Jack selama satu tahun.
"Oke! tidak masalah? jadi bapak pura-pura saja tidak kenal aku saat kita bertemu ya! awas kalau menegurku lebih dulu!" ujar Maira menyipitkan matanya ke arah Jack.
"Siapa bapakmu? siapa juga yang tertarik untuk menegurmu? disini kamu numpang ya! panggil tuan. Di kampus, baru panggil seperti itu!" balas Jack menatap Maira tajam.
'Duh, galak bener. Tahan Maira, seenggaknya kamu gak perlu jadi istri simpanan bandot tua itu!' batin Maira.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34. Masalah Hutang
Sampai di apartemen, Maira segera kembali ke kamarnya. Dia berganti pakaian dan bergegas ke dapur untuk menyiapkan makan siang.
Setelah selesai, dia memanggil Jack yang ada di ruang kerjanya.
"Duduklah, kita makan bersama" kata Jack menarik kursi yang ada di sebelahnya saat Maira akan duduk di kursi yang ada di seberangnya.
Maira menarik tangannya dari kursi yang tadi mau dia duduki. Dan berpindah ke samping Jack. Tapi dia merasa jaraknya terlalu dekat, maka dia sedikit menggeser kursi itu menjauh. Namun Jack malah menahannya.
"Ambilkan aku lauk yang itu!" kata Jack menunjuk ke arah ikan goreng yang di buat oleh Maira.
Maira pun mengambil lauk itu dan meletakkannya di atas piring Jack. Dia pikir, mungkin Jack minta dia duduk dekat dengan pria itu, supaya dia bisa mengambilkan apa hang diinginkan Jack lebih cepat.
'Ya sudahlah!' pikir Maira.
Setelah makan siang, Jack duduk bersantai di balkon. Maira masih berpikir untuk membujuk Jack, supaya sedikit meringankan hukumannya. Jangan di skorsing selama tiga hari.
Dengan perlahan Maira melangkahkan kakinya menuju ke arah balkon.
'Maju, enggak, maju, enggak!' batin Maira.
Dia benar-benar ragu, rumor di kampus kan mengatakan Jack itu tidak pernah mencabut hukumannya dengan alasan apapun. Dan dia tidak bisa bernegosiasi dengan siapapun. Maira sungguh ragu. Tapi, kalau tiga hari di skorsing, itu juga sangat merugikannya. Dia selama ini sudah belajar dengan giat disela semua kesibukan dan pekerjaannya, untuk mendapatkan banyak poin. Kalau harus berkurang banyak juga, hanya karena telat satu detik mengumpulkan tugas, dan itu juga bukan kesengajaannya. Rasanya semua usahanya itu kan akan jadi sia-sia.
Maira mengeratkan genggaman tangannya satu sama lain.
'Setidaknya segala sesuatu itu harus dicoba kan? siapa tahu berhasil membujuk tuan' batin Maira.
Maira semakin mempercepat langkahnya. Semakin dekat dengan balkon. Rasanya tangannya semakin dingin.
Maira sudah sampai di pintu itu, tapi tiba-tiba tenggorokannya menjadi kering. Apa yang dia rangkai di kepalanya, semua kata-kata itu mendadak hilang.
Deg
Jack menoleh, dan pandangan mereka saling bertemu.
"Kemari!" kata Jack mengulurkan tangannya pada Maira.
Mata Maira melebar.
'Ini tangan maksudnya apa ya?' batin Maira yang melihat ke arah tangannya sendiri.
Dia kan tidak bawa apa-apa. Lantas Jack mengulurkan tangannya itu untuk apa? karena apa? Maira malah bingung sendiri.
Melihat Maira tidak merespon, Jack mencondongkan sedikit tubuhnya dan menarik tangan Maira.
Brukk
Maira membulatkan matanya, dia berusaha untuk bangkit secepat yang dia bisa dari pangkuan Jack. Tapi pria itu menahan pinggang Maira.
"Tuan, lepaskan..."
"Kenapa kamu tidak pernah mendengarkan apa yang aku katakan padamu, Maira?" tanya Jack tanpa berbuat melepaskan kedua tangannya dari pinggang Maira.
Deg deg deg
Jantung Maira berdebar begitu kencang, dia mana bisa menjawab dalam keadaan seperti ini. Dalam posisi yang sangat membuatnya gugup.
"Aku bilang jangan kerja lagi di klub, kamu tidak mau dengar! jangan dekat dengan Toby! kamu juga tidak menurut. Kamu sudah menikah, tidak bisakah kamu dengarkan apa kata suamimu?" tanya Jack.
Deg
Maira mematung di tempatnya, dia membeku seketika setelah mendengar Jack bicara. 'Suami?' memangnya Jack anggap Maira istrinya?
"Tuan, jangan buat aku salah paham. Tuan mengatakan suami? apa tuan anggap aku istri?" tanya Maira.
Jack menuntun Maira menoleh ke arahnya.
"Apa kamu tidak menyadarinya?" tanya Jack.
Maira mengangkat kedua alisnya. Dimana dia harus menyadarinya? memangnya sikap Jack yang mana yang menunjukkan kalau Jack sudah menganggap Maira istrinya?
"Kalau tuan anggap aku istri, kenapa memberiku skorsing sebagai hukuman?" tanya Maira, tuan tahu kan kalau mengumpulkan poin itu sangat sulit. Aku akan kehilangan 90 poin dalam tiga hari, daripada anggap aku seorang istri, tuan bahkan seperti orang asing yang tidak saling mengenal padaku!" protes Maira.
Jack terkekeh pelan. Maira yang melihat Jack malah terkekeh semakin cemberut.
"Malah tertawa" keluhnya pada pria yang masih memeluknya pinggangnya itu.
"Berhenti bekerja di klub. Aku akan batalkan hukuman skorsing untukmu satu hari!" kata Jack.
Mata Maira melebar.
"Tuan, itu tidak mungkin..."
"Katakan alasannya!" kata Jack meraih dagu Maira supaya menatapnya, karena sejak tadi Maira terus menghindari kontak mata dengan Jack.
Jack bukannya tidak mencari tahu. Tapi bahkan orang-orang di klub itu sulit sekali dicuri informasinya. Mereka semua setia pada atasan mereka.
Dari hasil penyelidikan Paul, Jack tahu kalau klub itu memang bersih. Tapi tetap saja, Jack tidak suka istrinya dekat-dekat dengan bartender yang jelas-jelas menatap Maira dengan tatapan seperti seseorang yang sudah lama suka pada Maira.
"Aku berhutang pada bos klub itu" ucap Maira pelan, sangat pelan. Sampai nyaris hanya dia saja yang bisa mendengarnya.
Jack sebenarnya punya pendengaran tajam. Tapi suara Maira memang sangat pelan. Dia benar-benar harus mendengarkan dengan seksama.
"Bicaralah dengan benar Maira!" kata Jack.
"Tuan, jangan salah paham padaku ya. Aku bukan mau mengarang cerita, atau menjual kemiskinanku..."
Jack menepuk punggung tangan Maira.
"Aku tidak akan salah paham. Katakan!" kata Jack tidak sabar.
Maira masih ragu. Pria yang memangkunya itu bahkan punya hobi salah paham. Bagaimana dia tidak khawatir.
"Paman menggunakan uang juragan Rusli. Rumah nenek mau di jual. Kalau aku tidak beri mereka 150 juta. Rumah itu akan dijual. Aku pinjam uang ke bos di klub 100 juta, sisanya kak Jonathan yang meminjamkan aku uang..."
"Bartender itu?" pekik Jack.
Maira sampai nyaris melompat dari pangkuan Jack sangking terkejutnya. Tapi dia juga bisa melakukan itu, karena Jack masih memeluk pinggangnya.
"I... iya"
Jack mendengus kesal.
"Aku akan bayar hutang pada bosmu dan bartender itu. Kita kesana sekarang!"
Jack menuntun Maira untuk bangun. Jack bahkan segera menggandeng tangan Maira.
"Tuan..."
Jack menghentikan langkahnya.
"Kenapa?"
"Jadinya aku berhutang pada tuan, begitu ya? kurangi dari uang bulanan...?"
Jack menghela nafas kasar. Sebenarnya salahnya juga, terlalu banyak aturan di pernikahan kontrak ini. Sampai Maira selalu berpikir, apapun yang dia lakukan pada Maira, bantuan apapun pada istrinya itu malah di anggap hutang.
"Kamu istriku. Kenapa aku membantumu, dihitung sebagai hutang? itu kewajibanku!"
Deg
***
Bersambung...
kalau bisa double up lagi thor 🤭maaf ngelunjak thor😁😁😁😁
💪💪💪💪💪💪💪