NovelToon NovelToon
PENGAKUAN DIJAH

PENGAKUAN DIJAH

Status: tamat
Genre:Romantis / Komedi / Petualangan / Contest / Tamat
Popularitas:15.6M
Nilai: 5
Nama Author: juskelapa

Teruntuk semua perempuan di luar sana yang masih berjuang untuk bahagia dengan caranya masing-masing.

Ini tentang Bara Wirya. Seorang wartawan kriminalitas yang sedang mengulik kehidupan Dijah yang mengganggu pikirannya.

***

"Kamu ini tau apa sih? Memangnya sudah pernah beli beras yang hampir seperempatnya berisi batu dan padi? Pernah mulung gelas air mineral cuma untuk beli permen anak? Kalo nggak pernah, nggak usah ngeributin pekerjaan aku. Yang penting aku nggak pernah gedor pintu tetangga sambil bawa piring buat minta nasi."

Bara melepaskan cengkeraman tangannya di lengan Dijah dan melepaskan wanita itu untuk kembali masuk ke sebuah cafe remang-remang yang memutar musik remix.

Bara menghela nafas keras. Mau marah pun ia tak bisa. Dijah bukan siapa-siapanya. Cuma seorang janda beranak satu yang ditemuinya di Kantor Polisi usai menerima kekerasan dari seorang mantan suami.

Originally Story By : juskelapa
Instagram : @juskelapaofficial
Contact : uwicuwi@gmail.com

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon juskelapa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

31. Ambyare Ati

"Mak, Jah, As... Aku ngomong sekali aja kalian semua jangan motong pembicaraan aku dulu ya. Jangan nanya sebelum aku selesai bicara. Aku nggak mau ngulang cerita bolak-balik. Aku udah capek." Tini berbicara seraya menarik kursi plastiknya untuk mendekati Mak Robin dan Dijah yang sedang memegang semangkuk bubur ayam.

Asti yang masih berdiri menunggui buburnya yang sedang dibuat oleh Kang Bubur menoleh tak sabar ke arah teman-temannya.

"Udah cepet sini!" seru Dijah menoleh pada Asti.

Melihat Kang Bubur yang sepertinya bekerja dengan mode slow motion, Asti meninggalkan gerobak pedagang itu dan berjalan mendekati temannya.

"Jadi gini, seperti yang kalian semua tau sendiri, Mas-ku udah lama nggak ke sini. Hilang. Raib. Aku cuma penasaran, dia ke mana. Kalo dia mati, masih mending. Aku bisa puas nangis di kuburannya. Jadi beberapa hari ini, tiap pulang kerja aku nyari dia. Dan kenyataan yang kutemukan adalah..." Tini berhenti sesaat untuk menarik dan menghela nafasnya. Kepala Dijah, Mak Robin dan Asti semakin condong ke arah Tini.

"Belum... Sebentar aku bakar rokok dulu," tukas Tini mengambil kotak rokoknya. Kepala Dijah, Mak Robin dan Asti kemudian menjauhinya kembali.

"Kenyataan yang kutemukan adalah..." sambung Tini.

"Ini cabenya dipisah atau disatuin As?" tanya Kang Bubur yang memang sudah hafal nama-nama penghuni kos itu karena setiap pagi masuk ke pekarangan untuk berdagang.

"Berisik!!" teriak Tini. "Disatuin aja! Jangan dipisah-pisah. Satuin sampe maut yang memisahkan! Cepet ambil bubur kamu trus duduk di sini. Nanti aku capek ngulang-ngulang cerita. Memori otakmu soalnya belum upgrade, pasti lama ngertinya," ucap Tini memukul bokong Asti.

"Udah?" tanya Tini. Ketiga perempuan di depannya mengangguk bersamaan. "Gak ada lagi yang mau nambah cabe atau kerupuk?" tanya Tini lagi. Ketiga perempuan di depannya menggeleng.

"Oke, aku terusin. Sampe di mana tadi? Oiya, soal kenyataan yang kutemukan. Aku kaget, aku liat mas-ku berduaan sama perempuan lain. Tapi aku nggak bisa liat muka perempuannya kemarin. Aku sakit ati Jah, Mak, As... Kalian bertiga tau seberapa lama aku nyoba nerima Mas-ku kemarin. Dasar laki-laki setan! Mas Gatot setan! Hari ini aku mau ngajak kalian ke rumah makan tempat perempuan itu kerja. Kayaknya perempuan itu kerja di sana. Aku cuma pengen liat aja. Gimana perempuan itu, gedean mana sama punyaku. Hatiku hancur tapi aku nggak bisa nangis. Aku sengaja nelfon si Gatot setan itu buat nanya kenapa nggak dateng. Tapi alesannya sibuk. Dia nggak mau mutusin aku, atau jujur aja udah kepincut perempuan lain. Aku didiemin aja agar apa? Agar aku yang mutusin duluan? Dasar Gatot setan!" Tini mendengus dan menghela nafas keras.

"Kalian kok diem aja? Kalian juga mau diemin aku kayak si Gatot setan itu?" sergah Tini pada ketiga orang temannya yang sedang menyimak perkataannya dengan mangkuk bubur di tangan mereka.

"Kamu jangan bikin emosi aku Tin, tadi kamu mau ngomong makanya kita bertiga diem nunggu kamu selesai bicara," sahut Dijah.

"Oh iya Jah, maaf..." jawab Tini.

"Jadi kamu mau gimana? Kita ikut semua ngeliat perempuan itu?" tanya Dijah. Tini mengangguk.

"Teros kalo udah kau tengok, kau mau apa?" tanya Mak Robin.

"Aku cuma mau ngeliat aja, mungkin si Gatot setan itu juga bakal ada di sana. Aku kuatir bakal nggak bisa nahan diri, jadi aku perlu kalian. Mau ikut kan Mak?" Tini menatap Mak Robin menunggu persetujuan.

"Sukak kali la memang perempuan ini nyari sakit ati sendiri. Kalo udah tau dikhianati mending langsung kau tinggalkan. Nggak mesti kau cari-cari tau lagi Tini! Nanti kalo udah tau yang mana perempuannya, kau malah sakit ati. Kau banding-bandingkan diri kau sama orang lain nanti. Gak masok di otakku sebenarnya. Tapi biar kau puas, ayok la kami jawani kau nengok madu kau itu." Mak Robin akhirnya menyetujui permintaan Tini.

"Kamu As?" tanya Tini pada Asti yang sejak tadi hanya manggut-manggut saja mendengar perkataan para seniornya.

"Aku nggak masalah Mbak Tin, yang penting Mbak Tini puas kayak kata Mak Robin. Tapi ngomong-ngomong, ternyata softboy (pria lembut) itu begitu juga ya jahatnya. Mas-nya Mbak Tini kan kemarin katanya tipe softboy, lembut dan romantis. Kalo gitu mending pacaran sama tipe pria fakboy aja. Nggak apa-apa bandel sekalian," tutur Asti memberi pendapatnya.

"Kamu mau yang fakboy? Yang bandel sekalian? Itu kamu pacarin si Fredy anjing aja, mantan suaminya Dijah. Itu udah yang paling bandel." Tini mendengus menyipitkan matanya memandang Asti yang sekarang terkekeh menatapnya.

Mendengar perkataan Tini, Dijah ikut meringis. dalam kamus kehidupan Dijah, dia tak sempat mengenal kata-kata softboy atau fakboy. Di masa sekolah, dia murid yang pendiam dan sedikit kuper. Dan sebelum tamat SMA, ia dipaksa menikah dengan seorang laki-laki yang setiap hari mengancam keluarganya.

Andai semua kisah dipaksa menikah itu berakhir indah, maka Dijah pasti akan bahagia. Tapi nyatanya tak begitu. Pria baik-baik saja pasti banyak kekurangannya, apalagi pria bejad seperti Fredy.

Menurut Dijah, kebahagiaan setiap manusia itu tergantung pada keputusan yang diambil, serta sangat erat dengan takdir yang telah ditorehkan Tuhan pada manusia itu sendiri. Makanya, Dijah sudah hampir menyerah memikirkan soal kebahagiaannya. Baginya sekarang, kebahagiaan Dul adalah yang utama.

Siang itu, Dijah memutuskan untuk menemani Tini yang ingin melihat kenyataan dengan mata kepalanya sendiri. Info dari Tini, rumah makan tempat wanita itu bekerja tak jauh dari tempat mereka tinggal. Dan hal itu menimbulkan banyak dugaan dalam pikiran mereka.

"Apa mungkin Mas-mu itu kecantol perempuan itu sewaktu makan di sana? Bisa jadi kan? Sewaktu mau dateng ke sini," Dijah melemparkan satu dugaannya.

"Bisa jadi..." gumam Tini.

"Apa Mas-mu nggak dikasi makan di sini Mbak? Makan di rumah makan ujung jalan itu perlu niat khusus lho. Jalan raya letaknya di arah berlawanan. Ngapain makan di dalam sana? Sehari-hari Mas-mu nggak ngelewatin ujung jalan itu kan?" tanya Asti yang siang itu terlihat lebih brilian.

"Bener juga, kalo makan di ujung jalan sana, itu pasti niatnya khusus untuk makan di sana. Artinya, nggak mungkin kenal di rumah makan itu. Sebelumnya udah kenal lebih dulu, tapi di mana..." Tini kembali diam berpikir.

"Mak Robin mana sih... Kok lama, apa mungkin dandan dulu?" tanya Dijah mengeluarkan kakinya dari sepatu kemudian menggaruk betis dengan ujung ibu jarinya.

Dijah, Tini dan Asti telah berada di mulut gang menunggu Mak Robin yang belum juga muncul.

Beberapa pengemudi ojek yang biasa mangkal di mulut gang terlihat penasaran dengan tiga orang wanita muda yang sedang menunggui tembok berbau pesing itu.

"Lama banget Mak Robin, ck! Bau pesing di sini," ujar Dijah menutup hidungnya dan melangkah menjauhi tembok.

"Itu dia! Tapi kok bawa Robin? Katanya mau dititip ke Bu Miah," tukas Asti tiba-tiba menunjuk seorang wanita berbadan bongsor dengan rambut pendek dan menggandeng seorang anak kecil.

"Mak! Mumet endasku (pusing kepalaku)! Robin kok dibawa?" tanya Dijah.

"Nggak ada si Miah kurang ajar itu datang. Lama kali aku nunggu dia. Kubawa ajalah! Gak ada kawannya di rumah," jawab Mak Robin dengan wajah sedikit kesal.

"Nanti kita bisa disomasi kak Seto bawa-bawa anak kecil urusan beginian," ujar Asti kemudian.

"Nggak gitu maksudnya Asti," sahut Tini yang masih mencoba sabar. Sebenarnya Tini awalnya tak mau mengajak Asti, tapi Dijah berhasil meyakinkannya kalau Asti bakal sangat berguna di saat-saat genting.

"Harusnya ditinggal sama Boy aja, dia kan di rumah terus kalo hari Minggu," ujar Tini kemudian menggandeng Dijah dan pergi berjalan keluar dari mulut gang.

"Ada gilak kau kurasa ya, nggak kau tengok si Boy itu lemas sekali kayak tisu basah? Nanti dipegang-pegangnya pula anak aku. Gak tau kelen sekarang jaga anak laki-laki dan perempuan itu sama susahnya." Mak Robin terus mengomeli Tini di sepanjang perjalanan mereka menuju sebuah rumah makan kecil di ujung jalan.

Selain Tini, tak ada yang tahu letak tepatnya rumah makan itu. Mereka terus berjalan di bawah terik matahari sampai Tini menghentikan langkahnya. Tini menatap ke sebuah rumah makan yang berada di sisi kanan mereka.

"Gatot setan..." lirih Tini.

"Mana Tin?" tanya Dijah.

"Jah, kalo aku kalah, kamu udah tau harus apa kan?" tanya Tini saat mencengkeram lengan Dijah. "Jangan pisahin kalo aku memang ya Jah," tambah Tini kemudian.

Dijah, Asti dan Mak Robin mencari-cari hal yang sedang dilihat Tini di dalam rumah makan.

"Aih makjang, dijedotkan ke dinding cocoknya kepala si Gatot itu," sergah Mak Robin saat melihat Gatot duduk dengan sebelah tangannya melingkari bahu seorang wanita.

"Kita keroyok Tin?" tanya Dijah pada Tini yang sudah berdiri dengan bibir bergetar.

"Jangan Mbak, Mak... Itu tempat umum. Jangan mempermalukan diri sendiri. Bangga banget mas Gatot sampe diperebutkan di depan umum begitu," ujar Asti yang sedang menjalankan fungsinya.

"Kita balik aja dulu, Mbak Tini kayaknya mau nangis. Kasian Mbak Tini," ujar Asti.

"Aku pernah liat perempuannya, tapi di mana ya..." gumam Dijah saat menyeret Tini dari tempatnya berdiri.

"Di mana Jah?" tanya Tini.

"Ini masih nyoba inget-inget di mana, nanti aku kasi tau kalo udah inget," sahut Dijah.

"Udah lah! Pulang sekarang, nanti kita susun rencana lagi. Perempuan itu pun nggak cantik kok. Masih lebih cantik kau lagi Tin!" tukas Mak Robin menghibur Tini.

"Iya, kan kamu bilang Mas-mu bilang kamu itu enak," tambah Dijah.

"Jelas kalo itu, mas-ku sendiri yang bilang kalo aku best sedot of the year (tukang hisap terbaik tahun ini)," sahut Tini bangga. Tini masih merasa percaya diri bahwa ia diselingkuhi bukan karena masalah kepuasan semata.

Namun penghiburan hanyalah tetap penghiburan semata. Tini berjalan lesu kembali ke kos-kosan dan diam seribu bahasa. Dijah hanya bisa merangkul pundak Tini dan memijat dengan lembut mengisyaratkan bahwa ia mengerti apa yang dirasakan temannya.

Tini mungkin hanya perlu diam pikirnya. Mengucapkan kata 'sabar...' tak semudah saat mempraktekannya. Jadi Dijah memilih ikut diam.

Mereka berempat telah tiba di depan kamar Tini dan sesaat berada di sana, mereka dikejutkan dengan suara musik dangdut yang diputar keras-keras.

🎼

Sudah tau luka di dalam dadaku

Sengaja kau siram dengan air garam

Haa-aa-aa

Kejamnya sikapmu

Membakar hatiku

Sehingga cintaku berubah haluan

Suara musik itu berasal dari kamar Boy yang terletak searah angka 11 jarum jam jika dilihat dari kamar Tini.

"Boooooyy" teriak Tini. Ia mengambil sebuah batu kecil dan melemparkannya ke arah pintu kamar Boy yang sepertinya salah lagu saat menyalakan radionya.

BRAKKK!!

Kemudian senyap.

Dan Tini yang sedang putus asa itu masuk ke kamar dan berbaring menutup wajahnya dengan bantal.

Hampir satu jam Dijah, Asti dan Mak Robin masuk bergantian ke dalam kamar Tini untuk menghibur wanita itu. Namun semuanya belum menampakkan hasil. Sampai ketika Dijah yang sedang duduk bersandar di dekat jendela Tini sedikit mengernyit melihat seorang wanita muda, berjalan masuk ke halaman melintasi kamar mereka.

"Hei! Penghuni baru ya?" tanya Dijah pada wanita itu.

"Iya Mbak..." sahut wanita yang wajahnya sejak tadi berusaha diingat-ingat oleh Dijah. "Kenapa emangnya?" tanya wanita itu.

"Penghuni lantai berapa?" tanya Dijah lagi.

"Lantai dua, kenapa? Kok repot ngurusin orang tinggal di lantai berapa?" tanya wanita itu sedikit ketus.

"Tiniiiiiiii!!" teriak Dijah.

"Makjang!!" pekik Mak Robin tersadar.

"Mbak Dijah, jangaaan..." Asti mencengkeram lengan Dijah.

"Apa Jah? Apa?" Tini yang mendengar teriakan Dijah langsung keluar menghampiri temannya yang sudah berdiri menatap wanita yang sepertinya sudah mengerti duduk persoalannya.

"Tanya dia Tin, aku bantu." Dijah berdiri menyingkirkan kursi-kursi di hadapannya.

Nafas Tini terengah-engah. Bukan karena terangsang ataupun asma. Ia sedang mencoba mengatur emosinya.

"Kamu siapanya mas Gatot?" tanya Tini dengan nada bergetar.

"Pacarnya. Memangnya kenapa?" tanya wanita itu dengan nada bicara angkuh.

"Itu pacarku," ucap Tini dengan nada lemah. Dia emosi, tapi juga sedih. Kesedihannya lebih besar hingga membuat kekuatannya selama ini mengendur. Begitulah wanita.

"Mas Gatot bilang, dia udah putus sama kamu. Tapi kamu masih sibuk ngejer-ngejer dia." Wanita itu membuang ludah ke sisi kirinya.

"Jah..." gumam Tini.

"Aku bantu..." sahut Dijah menepuk pundak temannya yang memang sedang butuh penyaluran emosi.

Sedetik kemudian, Tini terbang menerjang wanita yang sepertinya telah bersiap menerima serangan sejak tadi.

To Be Continued.....

Panjang ya?

Ini hari Senin, tiket vote udah muncul.

Bantu vote untuk kemenangan Tini bergelut ya... XD

Lanjutannya hari ini juga, jus tidur dulu.

Kalau ada typo maklumi ya, nanti dibaca dan diperbaiki lagi.

Sayang kalian semua pokoknya.

1
Imas Tuti
baca yg ke dua kali.....setelah baca Winarsih dan Genk duda.
Widia Gusfa
Buruk
🇮🇩 C H A i 🇵🇸
Sllu sukses nangis baca part ini. Kerapuhan seorg laki2 gak bisa diremehkan.
Julia Juliawati
mampir
mama yuhu
hahhhh..kena kau pak Heru /Facepalm//Facepalm/
mama yuhu
setuju pemikiran dgn mas bara
ilmu istri mu banyak dr tini
bae bae lah kau dgn dia /Facepalm//Facepalm/
mama yuhu
tini pintar bisa sambung kata /Grin//Facepalm/
mama yuhu
lulusan kandang ayam memang debes /Facepalm//Facepalm//Drool/
mama yuhu
tini tini
jodohmu dikit lg hadir /Smile/
mama yuhu
tak bosan bolak balik baca /Drool//Drool/
Fredy: kyk mau ujian aja nih ampe bolak balik di baca 😂😂
total 1 replies
Saputra Agus
astaga kata bara
MoonChild7
mampir lagi kesini setelah bingung pengen baca lg d noveltoon tp ceritanya ga ada yg menarik hampir sama semua jalan ceritanya dan ga bosen² baca cerita juskelapa baru selesai cerita winarsih lnjut k Mas Bara idaman para wanita 🥰😍
Ulil Baba
kekel
MIRA ARIYANTI
reread... kangen djah, bara n dul 🥰
Ulil Baba
GEDE
Calisa
keren banget ♥️♥️
lucu, haru, dan penuh dengan pelajaran hidup.
Calisa
ya Allah .. tiniii kepikiran aja 🤣🤣🤣
Phi Pesek
👍
Alik Puspita Wati
sedih banget😭😭😭
Ulil Baba
bara gk sadar jawab nya 🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!