seorang sena baru mengetahui kalau dia adalah hanya anak angkat dari seorang kiyai, ia diasuh dalam lingkungan pondok sejak usianya tiga tahun, setelah dewasa dan mendapatkan gelar sarjananya ia malah mendapatkan tugas dari sang kiyai untuk kembali pada orang tua kandungnya yang wajahnya saja sena lupa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Imam Setianto, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 33
Sena dan keluarganya sampai di rumah jam setengah sembilan malam, saat vespa mereka masuk halaman rumah semua di bikin heran, sebab ada pak RT dan dua orang warga sedang duduk di teras rumah mereka.
"Alhamdulillah kamu sudah pulang sen, kami nunggu di sini dari jam delapan tadi!" Ucap pak RT setelah sena memarkirkan vespanya.
"Maaf pak RT, ada apa kok nunggu saya?" Tanya sena.
"Iya te, ada apa memangnya?" Sambung bapak, sedangkan mamak dan ketiga adik sena langsung masuk setelah bersalaman dengan pak RT dan dua orang tetangga mereka.
"Anu kang, itu, si anwar kesurupan ngamuk ngamuk ga jelas di rumahnya, tadi istrinya lari lari bawa anaknya lapor ke rumahku, ini aku mau minta tolong sama sena, siapa tahu bisa menyadarkan anwar, tadi pak yahya sudah mencobanya tapi belum sadar juga!" Jawab pak RT.
"Sekarang juga masih ngamuk pak, padahal dari habis isya kesurupannya!" Sambung salah satu warga yang bernama lihin.
"Ya wis, sekarang kita langsung kerumah anwar saja sen!" Kata bapak.
"Iya pak, ayo pak RT kita kerumah anwar!" Jawab sena, sebelum pergi sena sempat masuk rumah untuk pamitan sama mamak dan mengatakan agar mamak dan adik adiknya makan malam terlebih dahulu, tidak perlu menunggu ia dan bapak pulang.
Berlima jalan kaki menuju rumah anwar, sampai di sana anwar masih berteriak di dalam rumah, sedangkan istri dan anaknya tidak berani masuk, mereka di temani beberapa warga di halaman rumah, termasuk pak yahya dan pak sapto juga di situ.
"Awal kejadiannya bagaimana mba, kok bisa mas anwar teriak teriak kaya gitu?" Tanya sena pada istrinya anwar yang duduk di bangku panjang dari bambu sambil memeluk anaknya yang masih balita.
"Awalnya aku ga tahu, cuma tadi pas adzan magrib mas anwar tidak ke mushola malah dia duduk di kursi ini sambil pegang hape, sampai adzan isya pun dia masih duduk di sini masih pegang hape, aku ga tahu dia sedang berbalas pesan dengan siapa, aku ga berani negur, soalnya wajahnya kaya lagi nahan emosi, dan lagian aku juga lagi menenangkan anaku yang rewel, dan saat mas anwar masuk rumah, mas anwar langsung teriak teriak kaya gitu, karena takut aku langsung lari ke rumah pak RT sambil gendong anakku ini!" Jawab istrinya anwar yang bernama iis.
"Oooh begitu ceritanya!" Kata sena dengan tenang dan langsung melangkah menuju pintu rumah anwar.
Di lihatnya anwar duduk di lantai depan tv, tubuhnya bersandar ke tembok, kedua tangannya sedang memegangi kepalanya sambil berteriak, seolah sedang meluapkan rasa frustrasi, ketidak berdayaan dan kekecewaan.
Sena mendekati anwar dengan perlahan, batinya terus saja berdzikir mengagungkan Yang Maha Lembut, meminta pada Allah agar melembutkan hati dan perangai anwar, anwar kini sudah tidak berteriak, hanya nafas kasarnya yang kini terdengar begitu cepat, seolah sedang berusaha meredam emosi di dalam dadanya.
Sena duduk menyetarakan tubuhnya di sebelah anwar, ia juga mengikuti cara duduk anwar yang menyandarkan tubuhnya pada tembok dan kedua kakinya menekuk di depan seperti orang jongkok.
"Memang benar kata guru saya, emosi berlebihan itu sangat merugikan bagi diri kita sendiri dan berdampak pada orang yang kita sayangi!" Ucap sena pelan, namun matanya masih mengarah ke depan tidak melihat ke anwar.
"Hari ini saya belajar dari mas anwar, bahwa laki laki sejati memang di desain untuk tidak bercerita tentang masalah yang sedang di hadapinya, tapi ia akan bercerita ketika masalah itu sudah berhasil ia atasi," sena menjeda kata katanya, ia menoleh sedikit pada anwar sambil tersenyum, ia mengambil rokok dari saku celananya, mengambil sebatang lalu membakarnya.
"Rokok mas, biasanya ketika sedang berfikir dan butuh inspirasi saya hanya berteman rokok ini!" Ucap sena menyodorkan bungkus rokok pada anwar.
Anwar menengok ke arah sena, melihat ke bungkus rokok dan ke wajah sena yang masih tersenyum secara bergantian, lalu ia mengambil sebatang rokok dari bungkusnya, sena menyalakan korek dan di sodorkannya pada anwar.
"Terimakasih!" Ucap anwar lirih setelah hisapan pertamannya.
"Sama sama mas, kenalkan saya sena anaknya pak hidayat dan bu siti aminah, baru beberapa hari pulang dari pondok!" Kata sena mengulurkan tangan pada anwar.
"Aku anwar, iya aku dulu pernah dengar cerita kalau anaknya pak dayat ada yang di asuh sama kiai di kota S," jawab anwar.
Suasana hening sesaat, baik sena dan anwar sama sama menghisap rokoknya dalam dalam, sedangkan istri dan anak anwar serta para warga masih menunggu di halaman rumah.
"Maaf sebelumnya mas, kalau boleh tahu mas anwar sedang ada masalah apa, kok sampai seperti ini?" Tanya sena berhati hati, takut menyinggung anwar dan emosinya kembali meledak.
Anwar menghisap rokoknya sekali lagi, di hirupnya nafas dalam dalam dan menghembuskannya secar kasar.
"Aku lagi ketiban apes atau nasibku memang buruk, kerja bertahun tahun mengabdi jadi cleaning service di rumah sakit berharap suatu saat nanti ada pengangkatan jadi pegawai, tiba tiba harus berhenti kerja karena ijazah ku yang hanya sampai SMP, padahal sudah aku bela belain ikut kejar paket C, dan tinggal satu tahun lagi aku mendapat ijazah setara SMA, tapi ternyata peraturan tak mau menunggu satu tahun!" Jawab anwar menceritakan masalahnya pada sena dengan tatapan kosong menembus dinding rumahnya.
"Saya paham dan sangat mengerti perasaan mas anwar, di saat lagi semangat semangatnya kerja untuk memenuhi kebutuhan istri dan anak di rumah, apa lagi anak mas anwar yang sedang di masa sangat menggemaskan, pasti membuat semangat mas anwar menjadi sangat besar untuk terus berusaha membahagiakannya!" Ucap sena lalu membetulkan posisi duduknya menjadi bersila.
"Mas anwar pernah ngaji?" Tanya sena.
Anwar menjawab dengan mengangguk.
"Pernah dengar kata kata dibalik kesusahan pasti ada kemudahan?" Tanya sena lagi.
Lagi lagi anwar hanya mengangguk.
"Sudah pernah membuktikannya?" Tanya sena lagi.
Dan anwar kali ini menggelengkan kepalanya.
"Tapi mas anwar percaya kan dengan kata kata itu?" Tanya sena lagi.
"Iya, aku percaya, kata kata itu kan ada di Al quran, dan sudah pasti itu firman Allah, dan tidak di ragukan lagi kebenarannya!" Ucap anwar pada akhirnya.
"Hehehehe.... ternyata mas anwar paham agama juga, aku jadi semakin salut dengan mas anwar!" Ucap sena memuji anwar.
"Hehehe.... cuma sedikit belajar dari guru ngaji pas masih kecil!" Jawab anwar yang kini sudah semakin mencair.
"Hahahaha.... mas anwar sukanya merendah, mas anwar mau ga membuktikan kata kata yang di sebut firman Allah itu, dan yang tidak di ragukan lagi kebenaranya!?" Ucap sena lagi.
"Iya aku mau!" Jawab anwar.
"Oke, kita akan sama sama membuktikannya, nanti malam mas anwar ikut aku, sekarang lihatlah ke luar, istri dan anak mas anwar tidak berani masuk ke rumah, sedangkan ini sudah jam sebelas malam, tidak baik untuk balita kena angin malam, mereka takut sama mas anwar, sebab tadi mas anwar ngamuk!" Ucap sena lagi.
Anwar pun menengok ke arah depan rumahnya, nampak sang istri sedang duduk memeluk anaknya di temani beberapa ibu ibu, serta beberapa bapak bapak yang masih berjaga di sana, termasuk pak yahya, pak RT dan bapaknya sena.
"Astaghfirullah hal adzim!" ucap anwar sambil mengusap wajahnya, suaranya keras hingga terdengar sampai halaman rumah.
Sena lalu berdiri dan membantu anwar untuk berdiri juga, di rangkulnya anwar dan di bimbing berjalan keluar rumah, sampai depan rumah orang orang pun langsung berdiri termasuk istri anwar.
Seketika anwar melepaskan rangkulan sena, ia berjalan menghampiri istrinya dan langsung bersimpuh jongkok di kaki istrinya.
"Maafkan mas dek, mas sudah membuat kamu sama dafa ketakutan!" Ucap anwar meminta maaf pada istrinya.
"Alhamdulillah!" Ucap para warga saat melihat anwar meminta maaf pada istrinya.
"Iya mas, aku juga minta maaf!" Jawab istri anwar yang sudah banjir air mata di pipinya.
"Pa pa pa pa........!" Celoteh dafa dari gendongan iis yang memang sedang di tahap belajar bicara.
Seketika anwar berdiri dan mengambil alih dafa dari gendongan istrinya.
"Iya, maafkan bapak ya nak, sudah membuat kamu ketakutan!" Kata anwar sambil menciumi pipi dafa.
"Sebaiknya masuk dulu mas anwar, ngbrolnya di lanjut di dalam, kasihan mba iis sama dafa dari sore di luar rumah!" Ucap sena menyadarkan anwar.