NovelToon NovelToon
CINTA DARI MASA LALU

CINTA DARI MASA LALU

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berondong / Ketos / Kehidupan di Kantor / Fantasi Wanita
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: ASEP SURYANA 1993

Email salah kirim, meeting berantakan, dan… oh ya, bos barunya ternyata mantan gebetan yang dulu menolak dia mentah-mentah.
Seolah belum cukup, datang lagi intern baru yang cerewet tapi manisnya bikin susah marah — dan entah kenapa, selalu muncul di saat yang salah.

Di tengah tumpukan laporan, deadline gila, dan gosip kantor yang tak pernah berhenti, Emma harus belajar satu hal:
Bagaimana caranya tetap profesional saat hatinya mulai berantakan?

Antara mantan yang masih bikin jantung berdebar dan anak magang yang terlalu jujur untuk dibiarkan begitu saja, Emma akhirnya sadar — cinta di tempat kerja bukan cuma drama… tapi juga risiko karier dan reputasi yang bisa meledak kapan saja.

Cinta bisa datang di mana saja.
Bahkan di ruang kerja yang penuh tawa, kopi tumpah, dan masa lalu yang tak pernah benar-benar pergi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ASEP SURYANA 1993, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

EPISODE 34 — “Rahasia di Balik Surat Rekomendasi”

Suara hujan mengetuk kaca kantor Vibe Media sore itu.

Langit New York tampak muram — seolah ikut merasakan ketegangan yang kini mulai menguar di antara Emma dan Vanessa.

Emma duduk di mejanya, menatap file di laptop yang tak kunjung ia kerjakan. Kata-kata Vanessa terus terngiang di kepalanya:

> “Kau tahu kenapa kau dan Liam nggak pernah jadian waktu kuliah? Karena aku pastikan itu nggak terjadi.”

Ia menutup laptop pelan, menatap kosong ke luar jendela.

Lalu perlahan, pikirannya mulai hanyut ke masa lalu…

---

📍 Flashback — Universitas Columbia, Lima Tahun Lalu

Kantin kampus ramai seperti biasa.

Emma duduk di pojokan dengan segelas kopi, matanya fokus ke layar laptop. Di seberang meja, Liam duduk santai sambil mengetik sesuatu di ponselnya.

> “Jadi, kau benar-benar mau daftar magang ke Vibe Media?” tanya Liam tanpa menoleh.

Emma mengangguk. “Ya. Aku udah nyiapin portofolio dan proposal liputan.”

Liam tersenyum kecil. “Kau selalu perfeksionis.”

“Dan kau selalu santai,” balas Emma cepat.

Liam terkekeh. “Keseimbangan yang bagus, kan?”

Emma menatapnya lama. “Keseimbangan yang bikin aku capek.”

Mereka tertawa bersama. Ada sesuatu di antara mereka — sesuatu lembut tapi tak pernah diucapkan.

Lalu, seseorang datang dan menghancurkan momen itu.

> “Hai, Liam! Oh, Emma juga di sini ternyata.”

Vanessa, dengan seragam kampus rapi dan lipstik merah muda. Ia duduk tanpa diminta, langsung menyandarkan dagu di tangan.

> “Jadi kalian masih suka ngopi sore bareng, ya? Romantis banget.”

Emma hanya tersenyum kaku. “Kebetulan aja.”

Vanessa menatap Liam dengan pandangan genit.

> “Ngomong-ngomong, aku juga mau daftar ke Vibe Media. Dengar-dengar mereka cuma ambil satu mahasiswa tahun ini. Berat, ya.”

Emma menegakkan badan. “Satu posisi?”

Liam menatap mereka bergantian. “Kalian berdua daftar di posisi yang sama?”

Vanessa tersenyum. “Kelihatannya begitu.”

Ia lalu menatap Emma dengan mata tajam tapi tetap tersenyum manis.

> “Semoga yang terbaik menang, ya?”

Emma membalas tatapan itu. “Selalu.”

---

Dua minggu kemudian, pengumuman hasil seleksi magang terpajang di papan fakultas.

Emma datang pagi-pagi, dengan hati berdebar — tapi saat matanya menemukan hasilnya, jantungnya seperti jatuh.

Nama: Vanessa Carter. Diterima.

Nama: Emma Brooks. Tidak diterima.

Tangannya gemetar memegang kertas itu.

Vanessa datang tak lama kemudian, menggandeng map berwarna emas.

> “Eh, kau juga udah lihat? Aku senang banget! Katanya, dekan sendiri yang kasih surat rekomendasi buatku.”

Emma memaksakan senyum. “Selamat, Van.”

Vanessa menepuk bahunya lembut. “Aku yakin kau akan dapat kesempatan lain. Tapi... kau tahu, di dunia nyata, koneksi itu penting. Talent bagus nggak cukup.”

---

Beberapa hari setelah itu, Emma mengetahui sesuatu dari asisten dosen — bahwa rekomendasi untuk magang di Vibe Media awalnya ditulis untuk dirinya, tapi surat itu diganti pada menit terakhir oleh Vanessa, yang pura-pura membantu “mengantar dokumen” ke kantor dekan.

Sejak hari itu, Emma tidak pernah mempercayai Vanessa lagi.

---

📍 Kembali ke Masa Kini

Emma menatap layar laptopnya kosong.

Tangannya gemetar saat mengetik kalimat di notepad:

> “Dia mencuri masa depanku sekali. Aku tidak akan biarkan dia melakukannya lagi.”

Tiba-tiba suara pintu diketuk.

Ryan masuk sambil membawa dua gelas kopi. “Aku dengar kabar kau hampir ngelempar monitor tadi.”

Emma menatapnya lesu. “Nggak sampai lempar, cuma... ingin membakar kantor.”

Ryan duduk di seberang meja. “Vanessa lagi, ya?”

“Dia bukan cuma masa laluku. Dia penyebab kenapa aku gagal magang di Vibe dulu. Dia tukar surat rekomendasi yang seharusnya buat aku.”

Ryan menaikkan alis. “Kau yakin?”

“Yakin. Dan dia baru aja ngaku secara tidak langsung.”

Ryan menatapnya lama. “Kalau begitu, Emma… mungkin ini bukan cuma tentang karier. Ini tentang balas dendam.”

Emma tersenyum tipis. “Balas dendam bukan kata yang salah.”

---

Di sisi lain kantor, Vanessa masuk ke ruangan Liam.

Ia meletakkan beberapa berkas dengan gaya berlebihan.

> “Ini konsep revisi yang kau minta, Liam. Dan oh ya, aku punya ide menarik. Bagaimana kalau kita buat segmen ‘Women in Media’ dengan wajah baru perusahaan?”

Liam menatapnya. “Wajah baru?”

Vanessa tersenyum manis. “Aku, tentu saja.”

Liam menghela napas. “Vanessa, aku ingin kau fokus ke naskah. Jangan terlalu ambisius soal tampil di depan kamera.”

Vanessa mencondongkan diri.

> “Ambisi itu yang bikin aku sampai di sini, Liam. Dan dulu… itu juga alasan kenapa aku memenangkanmu dari Emma.”

Liam mengerutkan kening. “Apa maksudmu?”

Vanessa tersenyum dingin. “Kau nggak tahu? Lima tahun lalu, Emma sempat menulis surat pengakuan buatmu. Surat yang bilang dia suka padamu.”

Liam menatapnya heran. “Apa?”

“Ya,” Vanessa menambahkan pelan. “Sayangnya surat itu nggak pernah sampai. Karena aku yang ambil dari loker kampus sebelum dia sempat kasih.”

Wajah Liam membeku. “Vanessa…”

> “Tenang, aku cuma menyelamatkanmu dari kisah cinta murahan,” katanya sambil tersenyum licik.

“Dan lihat hasilnya. Sekarang aku di sini, bersamamu. Dan dia cuma karyawan yang masih belajar cara menang.”

Vanessa melangkah keluar, meninggalkan Liam yang duduk diam — wajahnya campuran antara terkejut dan marah.

---

Sore hari.

Di lobi kantor, Emma bertemu Liam yang baru keluar dari ruangannya.

Tatapan mereka bertemu — lama, sunyi, penuh sejarah yang belum selesai.

> “Emma,” katanya pelan. “Kita perlu bicara. Tentang masa lalu.”

Emma menatapnya datar. “Aku nggak tertarik bicara soal itu, Liam. Terlambat.”

Liam mendekat setengah langkah.

> “Kalau aku bilang… aku baru tahu kebenarannya hari ini?”

Emma berhenti. “Kebenaran apa?”

Liam menatap matanya dalam-dalam. “Tentang surat itu.”

Waktu seakan berhenti.

Emma membeku di tempat, jantungnya berdetak kencang. “Kau… tahu?”

Liam mengangguk pelan. “Dan aku menyesal baru tahu sekarang.”

Di seberang lobi, Vanessa berdiri di balik pilar kaca — menyaksikan mereka dengan ekspresi puas bercampur amarah.

> “Oh, jangan khawatir, Em,” gumamnya.

“Kau boleh punya momen kecilmu sekarang… tapi sebentar lagi, aku rebut lagi semuanya.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!