NovelToon NovelToon
Cinta Dan Rahasia

Cinta Dan Rahasia

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Pengantin Pengganti / Percintaan Konglomerat / Pengantin Pengganti Konglomerat / Romansa / Roman-Angst Mafia
Popularitas:16.5k
Nilai: 5
Nama Author: Mapple_Aurora

Menjelang hari pernikahannya, Amara menghilang tanpa jejak. Dengan waktu yang semakin sempit, keluarga calon pengantin pria mendesak agar pernikahan tetap berlangsung demi nama baik. Helena, adik Amara yang diam-diam mencintai tunangan kakaknya, Lucian, dipaksa menjadi pengantin pengganti.

Namun ketika ia menerima peran itu dengan hati yang penuh luka, Helena menemukan jejak kejanggalan: apartemen Amara yang terlalu rapi, koper yang tertinggal, dan waktu yang tidak sinkron dengan hari hilangnya Amara. Semakin ia melangkah ke dalam pernikahan, semakin besar pula misteri yang membayangi keluarga mereka.

Jejak-jejak ganjil tentang hilangnya Amara membuat Helena ragu: apakah ia sedang mengambil tempat seorang pengantin yang kabur, atau menggantikan seseorang yang sudah tak akan pernah kembali?

.

Jika ada kesamaan nama tokoh, dan latar hanyalah fiktif belaka, tidak ada hubungannya dengan kehidupan nyata.

follow ig: @aca_0325

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 34

Kelas siang berakhir pukul tiga sore, Helena memasukkan buku dan laptopnya ke dalam tas. Wajahnya terlihat lelah.

"Sial! Bajingan tua itu selalu bisa membuat otakku kebakaran." Gerutu Alina dari samping. Dosen killer yang menjadi dosen ekonomi mereka memang yang paling di benci oleh Alina.

"Tugasnya banyak lagi," Alina melanjutkan gerutuannya sambil menutup resleting tas. Ia menoleh ke Helena. "Len, kita jadi ke perpustakaan lama? Siapa tahu kita bertemu Amara," tanyanya.

"Sorry guys, aku duluan. Ibuku sudah menelpon sedari tadi, memintaku segera pulang." Kata Darren meminta maaf, padahal tadi ia juga ingin ikut sama mereka.

"Nggak apa-apa Ren, aku bisa pergi sama Alin kok." Helena tersenyum tipis, tidak terlalu mempersalahkannya.

"Aku duluan ya," Darren melambaikan tangan lalu dalam sekejap hilang dari radar pandang Helena dan Alina.

"Ayo," Alina menggandeng tangan Helena, berjalan bersama keluar kelas.

Matahari sudah mulai condong ke barat. Langit agak mendung, mungkin sebentar lagi akan turun hujan. Helena melangkah keluar dari gedung kampus dengan wajah lelah setelah kelas siang yang padat. Namun, lelah itu tertutup oleh satu hal yaitu tekad untuk menemukan jejak Amara.

Alina masuk ke mobilnya, duduk di belakang kemudi. Helena masuk ke kursi penumpang, tasnya ia letakkan di pangkuan. Suasana dalam mobil cukup hening beberapa saat, hanya ada suara mesin dan deru pendingin udara. Lalu Alina membuka percakapan.

Alina menyalakan musik dari Taylor Swift, kekesalannya pada dosen ekonomi sudah menguar, ia kembali ceria dan mengemudi sambil bernyanyi kecil.

"Len," panggil Alina saat pergantian lagu. Ia melirik sekilas. "Kenapa kau bersikeras mencari Amara? Mungkin... Mungkin saja dia memang ingin pergi,"

Mobil Alina melaju keluar area kampus. Jalanan sore itu sepi, hanya ada beberapa kendaraan lalu lalang. Semakin jauh dari pusat kota, suasana berubah lebih lengang. Bangunan mulai jarang, pohon-pohon tinggi menghiasi sisi jalan.

Helena menarik nafas dalam-dalam. Lalu membagikan sedikit isi pikirannya. "Kalau dia ingin pergi seharusnya dia mengatakan sesuatu padaku, aku adiknya. Dia seharusnya memberi alasan yang masuk akal kenapa dia lari. Tapi, karena dia tidak mengatakan apa-apa, aku pikir dia kesulitan dan rumor itu mungkin dia sengaja melakukannya agar seseorang menemukannya."

"Bagaimana kalau bukan dia yang menyebarkan rumor itu?" Tanya Alina menghadap ke Helena. Di depan ada kemacetan yang membuat mobil mereka kesulitan bergerak.

"Maksudmu seseorang yang melakukannya? Tapi, apa untungnya?"

"Len, coba pikirkan tentang Amara. Dia wanita yang kuat dan bersinar, tapi tidak semua orang menyukainya. Aku tidak bermaksud membuatmu kehilangan harapan, tapi ada juga kemungkinan dia sengaja dihilangkan." Kata Alina dengan suara rendah.

Lalu, Alina kembali melihat ke depan dan kembali menjalankan mobilnya. Mungkin tadi ada kecelakaan karena itu arus lalu lintas terganggu.

Helena mengerutkan keningnya, apa yang dikatakan Alina masuk akal.

"Sekarang kau paham kan?"

"Ya, jika ada seseorang yang ingin Amara hilang, itu artinya dia sengaja menyebarkan rumor Amara kembali agar tidak ada yang menyelidiki kemana Amara pergi. Padahal kenyataannya Amara tidak pernah kembali, itu tujuannya." Helena menggertakkan giginya, jika memang begitu, Helena pasti akan memberi orang itu pelajaran.

"That's right, dia ingin kita fokus menemukan Amara yang kembali padahal Amara tidak kembali." Alina senang Helena cepat mengerti maksudnya.

"Itu hanya dugaan, kita akan membuktikannya hari ini. Jika Amara tidak pernah datang ke perpustakaan lama, artinya yang beredar hanya rumor palsu untuk mengalihkan perhatian."

Setelah sekitar dua puluh menit, gedung perpustakaan tua itu mulai terlihat. Bangunannya berdiri sendirian, kusam, sekilas tampak tidak terawat. Tepat di sampingnya, gedung terbengkalai yang lebih besar menjulang seperti bayangan kelam.

Meskipun perpustakaan kota sudah dipindahkan, perpustakaan lama masih di datangi oleh beberapa orang. Sebagian mencari buku lama, sebagian lagi untuk menenangkan diri.

Alina memarkir mobil agak jauh, di sisi jalan yang berumput. “Kita beneran masuk?”

Helena menggenggam erat tali tasnya, matanya tak lepas menatap gedung itu. “Ya. Kalau Amara pernah ada di sini, aku harus menemukan jejaknya.”

Angin sore bertiup, membawa bau debu dan sesuatu yang entah kenapa terasa asing ~ hampir seperti besi berkarat bercampur harum samar bunga yang layu.

Helena dan Alina saling pandang. Lalu, tanpa berkata lagi, mereka berjalan mendekat ke pintu perpustakaan lama yang tertutup rapat dengan rantai berkarat.

Helena dan Alina mendekat, dan ternyata pintu perpustakaan itu tidak sepenuhnya terkunci. Rantai yang membelit pintu sudah berkarat, tapi ada satu gembok baru yang justru membuatnya terlihat lebih terjaga dari yang dikira. Namun di samping pintu utama, ada pintu kecil dari kayu yang terbuka setengah, cukup untuk dilewati orang.

Begitu mereka masuk, aroma buku tua dan debu langsung menyeruak. Deretan rak kayu yang tinggi menjulang, sebagian miring seakan akan roboh, dipenuhi buku-buku berjilid tebal dengan sampul pudar. Suasananya sunyi, hanya sesekali terdengar bunyi gesekan tikus di kejauhan.

Di balik meja kayu panjang di sudut ruangan, seorang pria tua duduk membungkuk. Rambutnya putih tipis, kacamata bulat bertengger di ujung hidung, dan tangannya gemetar pelan saat membalik halaman sebuah buku catatan. Dia tampak seperti penjaga yang sudah lama menyatu dengan bangunan itu.

Alina menelan ludah lalu berbisik ke Helena, “Sepertinya ini penjaganya…”

Helena mengangguk dan melangkah maju. “Permisi, Pak.”

Pria tua itu mengangkat wajahnya perlahan. Matanya keriput, tapi tatapannya tajam, seperti bisa menembus siapa pun yang berdiri di hadapannya.

“Jarang ada mahasiswa yang datang ke sini,” gumamnya pelan, suaranya serak. “Kalian cari buku… atau hanya ingin duduk?”

Helena sedikit ragu, tapi akhirnya menjawab jujur, “Kami… mau tanya, apakah ada seorang perempuan muda datang kemari? Usianya kira-kira dua puluh lima tahun,”

Penjaga tua itu terdiam cukup lama. Tangannya berhenti di atas meja, jari-jarinya mengetuk pelan kayu lapuk. Lalu ia menurunkan suaranya.

“Perempuan muda, ya…” Ia menoleh sebentar ke arah rak-rak gelap di belakang. “Aku memang pernah melihat… tapi hanya sekilas. Beberapa kali, sore menjelang malam. Dia duduk di meja baca dekat jendela barat. Diam, tidak membuka buku, hanya menatap keluar.”

Helena menahan napas. Jantungnya berdetak lebih cepat. “Bapak tahu siapa dia? Apa masih sering datang?”

Pria tua itu menatapnya lama, lalu menggeleng. “Aku tidak tahu namanya. Tapi… matanya sangat mirip dengan matamu. Kau keluarganya ya?"

Helena tercekat, menoleh sekilas ke Alina yang juga terkejut.

“Dia selalu datang dari arah gedung di sebelah… gedung kosong itu. Seperti keluar dari bayangan, lalu menghilang ke sini.” Penjaga tua itu melanjutkan dengan nada misterius

"Len, aku seperti berada dalam film horror. Orang tua ini seram banget," bisik Alina bergidik ngeri. Helena mencubit pinggang Alina agar diam.

Kemudian Helena merogoh tasnya, lalu mengeluarkan ponsel. Ia membuka galeri dan mencari salah satu foto Amara, foto yang diambil beberapa bulan lalu, saat mereka masih bersama di rumah. Amara tersenyum samar dalam foto itu, anggun dengan sorot mata yang sulit ditebak.

Helena mendekat ke meja penjaga, lalu menyodorkan ponsel.

“Pak… apakah ini perempuan yang Bapak lihat?”

Penjaga tua itu menunduk, menatap layar lama sekali. Matanya menyipit, lalu perlahan ia mengangguk mantap. “Ya. Itu dia. Perempuan dengan sorot mata yang tidak biasa. Aku ingat betul.”

Helena menahan napas lega sekaligus cemas. “Kapan terakhir kali Bapak melihatnya?”

Pria itu menghela napas berat, lalu menutup buku catatannya dengan pelan. “Sekitar sebulan yang lalu. Hari sudah sore, ia datang lagi, duduk di meja dekat jendela barat, menatap keluar seperti biasanya. Aku ingat karena hari itu hujan turun deras, dan aku sempat ingin menyuruhnya pulang. Tapi ketika aku kembali dari gudang kecil, dia sudah tidak ada. Setelahnya tidak pernah datang lagi.”

Alina terbelalak, menoleh ke arah Helena. “Satu bulan lalu?” bisiknya.

Helena sendiri membeku. Dalam pikirannya terngiang rumor yang beredar di kampus: beberapa mahasiswa mengatakan melihatnya baru beberapa hari yang lalu melihat sosok Amara di sini.

“Pak, apakah Bapak yakin? Maksud saya… bukan baru-baru ini?” tanya Helena, suaranya bergetar antara harap dan takut.

Penjaga itu menatapnya dalam-dalam, lalu menggeleng mantap. “Tidak, Nak. Aku sudah tua, tapi ingatanku tidak kabur untuk hal-hal seperti ini. Perempuan itu memang terakhir datang satu bulan lalu. Karena dia… tidak biasa. Sulit untuk melupakannya.”

Kata-kata itu menusuk. Helena merasakan bulu kuduknya berdiri.

Jika benar Amara terakhir kali terlihat sebulan lalu, lalu rumor yang beredar di kampus… mungkinkah semuanya palsu? Atau ada seseorang yang sengaja menyebarkan kabar itu?

Alina menggigit bibir bawahnya, lalu berbisik pelan pada Helena, “Dugaan kita hampir benar. Kalau begitu, siapa yang memulai gosip itu… dan untuk apa?”

Helena tidak menjawab. Matanya hanya menatap kosong ke meja kayu tua di depan mereka, dengan pikiran berputar kacau.

...***...

...Like, komen dan vote....

...💙💙💙...

1
olyv
nextttt thor penasaran bgt sama kelanjutan ny
nonoyy
wadduhh senam jantung 😬
rahmi ritonga
aku sih yakin klw itu perbuatan Alfred 😏
olyv
merinding euy 😯
hemmm biar aman bayar bodyguard ajaa hel
nextttt thor
olyv
nextttt....
olyv
lanjut thorrr
olyv
lanjutt....!!
sarinah najwa
sampai sini masih tetap gelap dan tidak ada kemajuan sama sekali. entah sampai bab berapa baru ada pencerahan 🤔🤔🤔
olyv
siapa ya sosok pria misterius itu lucian k alferd k atau siapa? dan perempuan itu? 🤔
makin seru dan menegangkan eyyy
nonoyy
masih banyak misteri yang harus helena ketahui
olyv
semoga cepat terungkap siapa sosok di balik kisah misteri ini.. jd penasaran 😬
olyv
wadduhhh ikut deg-degan jgn2 alina jadi target berikutnya, dibunuh oleh sosok misterius itu
sweyy
/Rose//Rose//Rose//Rose//Kiss//Kiss//Kiss//Kiss/
nonoyy
alfred ni masih abu2 yaa.. kyk masih banyak misterinya
olyv
nextttt thor
olyv
masih teka teki siapa dalangnya
nonoyy
haisshh, gua demen ni, wanita wanita tangguh ke gini, jawabannya sangat smooth tapi makjleb kena hate 😅
nonoyy
aihh gemesssss pengen tah culik helena kalau bisa wkwkwk 🤭
nonoyy
jgn2 kematian amara ada hubungannya dgn pria misterius itu.. oke helena waktunya pembalasan
nonoyy
makinn seruu nih, mulai terbuka misterinya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!