Seorang pemuda berasal dari golongan menengah berharap mendapakan jodoh anak orang kaya. Dengan perjuangan yang keras akhirnya menikah juga. Menjadi menantu orang kaya, dia begitu hidup dalam kesusahan. Setelah memiliki anak, dia diusir dan akhirnya merantau. Jadilah seorang pengusaha sukses.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Artisapic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB XVII CINTA ITU JIWA
Setelah yang dicari tidak ada di rumah, ibu Lia akhirnya kembali ke belakang untuk menemui Lia sambil membawa bungkusan kotak. Kemudian mereka duduk di depan meja makan untuk siap-siap makan siang itu, dan munculah Bakrun membawa sekantong kresek kecil yang isinya lauk.
Mereka akhirnya makan siang bersama, ibu Lia, Neli dan Bakrun.
Sementara di luar sana, pak Dul sedang berkumpul bersama para bos dan mandor, kala itu mau mengadakan pesta sabung ayam di belakang rumah pak Mardi yang jauh dari keramaian orang. Pak Dul yang hobi judi dan miras itu ikut taruhan, dengan semangatnya, beliau siap-siap untuk menyaksikan sabung ayam. Semua berkumpul dalam arena sabung ayam. Belum juga dimulai, ternyata rencana adu atau sabung ayam tersebut sudah diketahui anggota Polisi, maka pada saat akan dimulai, terdengar sirene mobil Polisi.
Pak Dul sudah siap duduk di depan, nyatanya beliau susah untuk lari, dengan berusaha bangun, beliau sampai pegangan bambu patok, akhirnya bisa berdiri juga, lalu beliau bersiap untuk lari. Hanya saja, karena sarung yang dipakai itu terinjak jadi membuat tubuhnya itu tersungkur, bukan itu saja, pak Dul akhirnya terguling-guling ke arah selokan. " Byuuuuuuur".
Tubuh pak Dul akhirnya masuk selokan, sementara itu anggota Polisi sudah datang dan menangkap beberapa pesabung ayam, ada 7 orang tertangkap serta 5 ekor ayam dibawa sebagai bukti. Pak Dul yang masuk ke selokan juga ikut ditangkap.
Setelah makan siang, Bakrun dan Neli ke dapur membawa bekas makan juga sisa-sisa makanan. Sedangkan ibu Lia menuju ke ruang keluarga. Belum juga duduk, tiba-tiba pintu rumah ada yang ketuk. Begitu pintu dibuka, tampak pak RT, dan seorang anggota Polisi sudah berdiri di situ.
" Maaf, apa ini rumah bapak Dulhamid bin Sarkam, bu ?" tanya anggota Polisi tadi.
" Benar pak, ada apa ya ?" jawab ibu Lia, lalu balik bertanya.
" Ibu sebaiknya ikut saya ke kantor, nanti bersama pak RT, ada kasus soal pak Dulhamid bin Sarkam," jelas pak Polisi tadi.
" Baik pak, saya siap-siap dulu, nanti pak RT juga ikut ya pak," kata ibu Lia.
Akhirnya mereka bertiga masuk ke mobil Patroli Polisi untuk menuju ke Kantor Polsek.
Sementara Bakrun dan Neli belum sempat menanyakan ada apa dan kejadian apa, akhirnya mereka dengan meminjam sepeda pak Amin, berboncengan menuju ke Kantor Polsek. Dalam perjalanan Bakrun lebih hati-hati dalam mengayuh sepeda berhubung Neli sedang hamil.
Waktu di kantor Polsek, pak Dul sedang diinterogasi oleh salah satu anggota.
" Nama bapak," tanya Polisi itu.
" Dul pak," jawab pak Dul.
" Nama lengkapnya," tanya Polisi.
" Dulhamid pak," kata pak Dul.
" Usia berapa pak Dul," tanya Polisi.
" 57 tahun pak, kurang 2 bulan 12 hari pak," jawab Pak Dul.
" Alamatnya pak," sambung Polisi itu.
" Kalau dari sini pak, jalan lurus saja, terus ada plang itu pak belok kiri lalu lurus saja pak, sampai nanti ada tukang jahit pak , namanya tukang jahit Bombay, nah itu nanti ada jalan gang itu pak, masuk terus ada pos ronda belok kanan terus nanti ada rumah yang lampu listriknya kecil, itu pak rumah saya," jawab pak Dul.
" Bukan itu jawabannya pak Dul, tapi RT dan RW berapa, Desa apa, begitu," kata Polisi sambil senyum-senyum sendiri mendengar jawaban pak Dul.
" Oooooh , kalau RT itu si Mardi pak, terus RW nya si Toni pak," jawab pak Dul.
" Hey...pak Dul....bukan nama RT atau RW nya, tapi RT berapa, RW berapa ?" tanya Polisi.
" RT nya nanti pak saya hitung dulu," jawab pak Dul sambil menghitung dengan jari tangannya.
" Bukan jumlah RT nya pak," kata Polisi itu mulai kesal.
Akhirnya selesai sudah pendataan oleh pak Polisi itu sampai memakan waktu 1 jam, itupun keburu Neli sama Bakrun sampai di situ. Setelah itu pak Dul dibebaskan karena bukan pelaku hanya sebagai penonton saja, tapi dikenakan Tipiring, sehingga harus ditebus dengan uang sebesar lima ratus ribu rupiah , dengan perjanjian bahwa bila melanggar lagi maka akan dikenakan hukum yang berlaku.
" Jadi saya dihukum ya pak," jawab Pak Dul.
" Tidak pak, bapak sekarang boleh pulang dan bebas karena tidak terbukti sebagai pelaku sabung ayam," jawab Polisi.
" Pokoknya saya harus di penjara pak, saya benci sama menantu saya yang bernama Mar Ta Bak run, saya benci pak," jawab pak Dul.
" Tidak bisa pak, bapak ini bebas," kata Polisi itu.
" Kalau bapak melarang saya, baik pak, nanti saya akan bikin tempat saya di sini, nanti saya suruh tukang untuk membuat tempat buat saya," tegas pak Dul.
Akhirnya Polisi menjelaskan kepada pak Dul, setelah itu pak Dul di antar pulang oleh anggota Polisi, itupun harus memakan waktu sampai 1 setengah jam.
Setelah sampai rumah, saat itu menjelang maghrib, pak Dul kembali tidak berada di rumah, kali ini beliau di Masjid. Pak Dul sedang duduk di masjid itu menunggu waktu maghrib. Lalu terdengar suara kentongan pertanda waktu maghrib tiba. Pak Dul akhirnya masuk ke masjid dan menyalakan mikrofon masjid.
" Bapak-bapak dan ibu-ibu juga saudara-saudara semuanya....semuanya ya...dengarkan saya mau azan ya buat kalian semua....kecuali si itu tuh....Mar Ta Bak run....supaya jangan mendengar ya...", katanya lewat mikrofon, membuat petugas masjid meminta mikrofon itu.
Pak Dul dimarahi oleh petugas masjid bahkan beliau setelah sholat maghrib digiring menuju rumah pak Lurah, dengan tuduhan pembuat onar pada warga di situ.
Di rumah pak Lurah, warga segera memanggil pak Lurah dan menyuruh pak Lurah untuk menasehati pak Dul.
" Pak Dul, kalau di masjid itu tidak boleh seperti itu pak, apalagi mau azan kok ngomong begitu, maaf ya pak," kata pak Lurah.
" Lah....kenapa pak, saya kan selalu menyumbang besar pak, bahkan setiap ada acara di masjid iti saya kasih dana kegiatan pak, kenapa saya dilarang ngomong," jawabnya.
" Iya, semua orang juga paham , siapa pak Dul itu, tapi kalau mau azan jangan begitu pak," jawab pak Lurah.
" Pak Lurah ini aneh, saya ngomong tidak boleh, sementara ustadz kalau hari Jum'at khotbah itu boleh, padahal ustadz itu belum pernah menyumbang pak Lurah, kenapa saya dilarang, tidak tuh pak," jawab pak Dul.
" Ya sudah, sekarang pak Dul pulang saja, dan jangan mengganggu orang ya," jawab pak Lurah.
" Saya di sini saja pak Lurah, benci sama menantu itu, si Mar...Ta...Bak..run," kata pak Dul sambil tangannya menari Jaipong.
Pak Lurah dan beberapa warga tertawa melihat kelakuan pak Dul tadi, sampai akhirnya pak Dul dibawa pulang secara paksa. Tetapi di jalan ia lari lagi.