NovelToon NovelToon
Cinta Monyet Belum Usai

Cinta Monyet Belum Usai

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Teman lama bertemu kembali / Office Romance / Ayah Darurat / Ibu susu
Popularitas:49.3k
Nilai: 5
Nama Author: Ly_Nand

Sequel "Dipaksa Menikahi Tuan Duda"
Cerita anak-anak Rini dan Dean.

"Papa..."
Seorang bocah kecil tiba-tiba datang memeluk kaki Damar. Ia tidak mengenal siapa bocah itu.
"Dimana orangtuamu, Boy?"
"Aku Ares, papa. Kenapa Papa Damar tidak mengenaliku?"
Damar semakin kaget, bagaimana bisa bocah ini tahu namanya?

"Ares..."
Dari jauh suara seorang wanita membuat bocah itu berbinar.
"Mama..." Teriak Ares.
Lain halnya dengan Damar, mata pria itu melebar. Wanita itu...

Wanita masa lalunya.
Sosok yang selalu berisik.
Tidak bisa diam.
Selalu penuh kekonyolan.
Namun dalam sekejab menghilang tanpa kabar. Meninggalkan tanya dan hati yang sulit melupakan.

Kini sosok itu ada di depannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ly_Nand, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

34. Luka dan Rahasia Stasia

Damar tidak ingin memaksa Stasia terlalu jauh. Ia hanya duduk dekat, menggenggam tangan gadis itu sesekali untuk memberi ketenangan.

“Siang tadi aku melihat seseorang… seseorang yang mengingatkanku pada alasan kenapa aku harus kehilangan kasih sayang orang tua,” ucap Stasia dengan suara bergetar. Ia menarik napas panjang sebelum melanjutkan.

“Kehidupan keluargaku tidak seindah keluargamu, Dam. Kamu tumbuh dengan orang tua lengkap, penuh kasih sayang yang utuh. Sedangkan aku… jauh dari semua itu.” Suaranya melemah; mata Stasia mulai basah. Damar mengusap pipinya perlahan, memberi semangat tanpa perlu banyak kata.

“Sejak lahir, Mama dan Papa sudah tidak bersama. Meski aku tinggal bersama Mama, dia tidak pernah memberi kasih sayang seperti seorang ibu pada umumnya. Satu-satunya sandaranku hanyalah kakakku — papanya Ares. Kakak yang harus cepat dewasa, yang mengorbankan banyak hal… waktu, bahkan masa depannya sendiri, demi aku dan mama.”

Stasia terdiam sejenak, menata kata-kata dan perasaannya agar tidak runtuh.

“Saat usiaku 8 bulan dalam kandungan, Papa menceraikan Mama. Dan setelah perpisahan itu, Mama depresi. Apalagi setelah Mama tahu bahwa penyebab gugatan perceraian itu adalah karena papa selingkuh, dan  selingkuhan Papa yang juga sedang mengandung. Mama semakin terpuruk. Sampai akhirnya salah satu sahabat Mama membawa kami ke Paris untuk mencoba menyembuhkan luka batin mama, tepat sebulan setalah aku lahir ke dunia. Alasan utamanya, karena Mama tak pernah bisa menerima kenyataan; Mama terus berharap Papa kembali. Hingga akhirnya depresi itu tak berujung hingga Mama pergi untuk selamanya.” Suaranya pecah. “Mamaku benar-benar bodoh karena cinta. Dan ternyata aku juga sama bodohnya, Dam. Berulang kali kakak mengingatkanku untuk tidak lagi berharap pada Papa. Tapi aku membangkang dengan bersikeras untuk sekolah di sini sambil terus berusaha mendekati Papa. Aku berupaya menyadarkan Papa waktu itu, aku bahkan terus berusaha untuk mendekatinya dan menemuinya… tapi semua sia-sia. Di matanya kami tak pernah penting dibanding wanita selingkuhannya dan anaknya bersama selingkuhannya. Kami seperti tak berharga. Sakit, Dam… sakit sekali.” Stasia memukul dadanya, napasnya tersengal.

"Pada akhirnya aku kalah. Aku tidak bisa membawa kembali Papa. Aku menyerah, dan aku tidak mungkin membiarkan kakakku sendiri berupaya merawat mama. Apa lagi sahabat Mama harus meninggal secara tiba-tiba. Saat itu juga aku putuskan untuk kembali ke Paris. Meninggalkanmu dan semua harapanku disini."

Damar menarik Stasia ke dalam pelukan, menenangkannya. Ia membiarkan Stasia menangis sepuasnya, memeluknya erat sampai tubuh itu mereda getarnya.

“Kenapa hidupku selalu begini? Apa aku memang tidak berharga?” ratap Stasia di antara isak.

“Sayang…” Damar terus menenangkan Stasia. Tubuhnya masih terisak, menumpahkan sakit yang lama terpendam.

“Menangislah kalau itu bisa meringankanmu,” bisik Damar sambil menggenggam tangan Stasia. “Tapi ingatlah selalu: kamu berharga. Ada aku, Mama Rini, Wulan, Ares, dan banyak orang lain yang mencintai dan menghargaimu. Jangan lupa itu.”

Suara Stasia tersendat. “Kalau suatu saat kalian bosan padaku… kalau kalian pergi dan melupakanku…?”

“Tidak, Sayang.” Damar memotong, matanya menatap lembut. “Bahkan kalau pun kamu hilang bertahun-tahun, aku tak akan pernah bisa melupakanmu. Kamu sangat berharga bagiku.”

Air mata Stasia belum juga berhenti. Damar menariknya lebih erat. “Kalau kamu terus menyiksa diri dengan pikiran itu, justru kamu yang akan terluka. Lihatlah aku — lihatlah Ares. Kami di sini untukmu. Kamu bukan sendirian.”

Stasia menggeleng pelan, napasnya masih bergetar.

“Tahukah kamu permintaan pertama Ares padaku?” Damar menanyakan dengan suara yang menahan haru.

Stasia menggeleng.

“Ares minta satu hal: supaya aku membuatmu bahagia. Dia sangat menyayangimu. Yang ia mau hanyalah melihat kamu tersenyum. Jadi apapun yang membuatmu sakit, kita hadapi bersama. Buang semua pikiran buruk itu. Biarkan mereka menjalani hidup mereka. Kamu hidup untuk kebahagiaanmu — dan aku akan ada di sampingmu setiap langkahnya.”

Hati Stasia terasa menghangat. Bocah kecil yang sangat disayanginya itu ternyata begitu mencintainya. Rasanya ia sangat bersyukur atas kehadiran Ares.

Setelah beberapa menit, Stasia sudah lebih tenang. Damar menyamankan tubuh Stasia ke dadanya, merengkuh dan membiarkan lengannya memberi kehangatan. Ia mengusap lembut tangan Stasia, berusaha memberi kenyamanan.

“Sudah lebih baik, sayang?” tanya Damar pelan, suaranya hangat.

Stasia mengangguk pelan, Damar merasakan gerakan itu di dadanya. Setelah sejenak, Stasia menarik napas dan bertanya, “Dam…”

“Ya, Sayang?”

“Kamu kenal wanita yang datang ke ruanganmu tadi siang?”

Damar mengerutkan dahinya. “Maksudmu Hana?”

“Jadi benar kamu kenal dia,” bisik Stasia.

“Dia anak rekan bisnis. Starlight memang ada kerja sama dengan perusahaan mereka. Kamu kenal dia?” Damar menatap, ingin tahu, mencoba merangkai kepingan-kepingan dari kejadian siang itu.

Stasia terdiam beberapa saat. “Anak Pak Hadi, ya?” tanyanya pelan.

“Ya. Kamu pernah bertemu mereka?” Damar penasaran.

“Aku selalu mengingatnya… tapi mungkin dia tak ingat padaku. Aku tak bisa melupakannya begitu saja,” jawab Stasia, suaranya tercekat.

Damar merasakan nada dingin dalam kalimat Stasia. “Dia mengganggu kamu?”

“Bukan sekadar mengganggu. Dia bagian dari kehancuran hidupku,” ucap Stasia, matanya menjauh, wajahnya menegang.

Damar semakin penasaran namun juga menyimpan geram. “Apa yang dia lakukan padamu, Sayang?”

Stasia menahan napas, suaranya bergetar sedikit. “Dia anak pelakor itu. Dulu saat aku mendekati Papa—karena permintaan dia—Papa lebih memilih untuk tak mau menoleh padaku lagi.”

Kata-kata itu menyisakan hawa dingin di ruangan. Damar memeluk Stasia lebih erat, menenangkan. “Kalau kamu butuh bantuanku menghadapi mereka, bilang saja. Aku akan selalu ada untukmu, Sayang.”

Stasia menggeleng pelan. “Bukan itu, Dam. Aku tak lagi berharap dan memperbaiki hubungan dengan Papa. Aku tak mau terikat lagi dengannya. Kalau bisa aku ingin berdamai dengan hidupku, meski luka itu tetap ada. Aku hanya minta satu hal: bantu aku kalau harus berhadapan dengan mereka. Tapi sayangnya tidak sedah itu."

Stasia tertunduk lesu.

"Kenapa, Sayang?" Tanya Damar heran.

"Aku seorang wanita, Suatu saat aku membutuhkannya untuk menjadi wali dalam pernikahanku. Andai bisa—aku ingin yang menjadi wali adalah orang yang bisa aku percaya. Jangan sampai… aku harus meminta seseorang seperti dia.”

"Apa ini yang juga membuatmu ragu untuk menikah?"

Stasia menatap Damar, "Ya, ini salah satunya,"

"Terimakasih sudah mengatakan kejujuran ini, sayang." Damar tersenyum lembut.

"Maaf. Aku menjadi wanita yang menyusahkan untukmu"

"Apa aku pernah mengatakan seperti itu?"

Stasia menggeleng.

"Kehadiranmu disampingku adalah pilihanku. Apapun yang ada pada dirimu adalah bagian dari hidupku. Aku tidak pernah merasa kalau kamu adalah beban. Selamanya kamu adalah anugrah."

"Terimakasih" Ucap Stasia penuh haru.

Damar menatap Stasia dalam-dalam, lalu berbisik, “Tenang saja. Aku akan ada di sampingmu. Apapun kesulitanmu, kita hadapi bersama—aku tidak mau kamu menanggung semua itu sendiri. Soal wali pernikahan, biar semua ini aku yang urus. Tapi... Kamu mau menikah denganku kan?”

1
Reni Anjarwani
lanjut thor doubel up
Kurniasih Eva
lanjut torrr....💪💪💪
nonoyy
dasar ulat bulu gatelan
Erna Fadhilah
kamu jangan salah faham sama Damar ya cy ,itu maunya ulat bulu yang ga tau malu, tenang cy Damar cuma cinta sama kamu kok
Sri Wahyudi
lanjud kak
arniya
nano nano, campur rasa
Reni Anjarwani
lanjut thor doubel up
Erna Fadhilah
hayo kamu cy tenangin tu singanya biar ga ngamuk karna cemburu😀😀😀
Reni Anjarwani
lanjut doubel up thor
Erna Fadhilah
alkhamdulillah di posisi yang berat seperti saat ini ada Damar yang selalu menjaga Stacy, pak hadi menyesalpun percuma tp jangan berkecil hati kamu harus ttp jaga Stacy dan Ares dari jangkauan orang jangan
nonoyy
nah kau harus menjaga sisi dam, takutnya si ular betina akan mengincar calon istrimu
arniya
penyesalan.....
nonoyy
nikmati ajaa karmamu hadi dgn kebodohanmu selama ini wkwk
Ade Bunda86
kayaknya Wulan jadi jodonya Andreas deh
Reni Anjarwani
lanjut thor
Erna Fadhilah
kamu tenang aja dulu pak hadi jangan emosi, kamu harus bikin strategi secepatnya kamu alihkan hartamu atas nama Stacy semua agar kalau ada apa-apa sama kamu hartamu jatuhnya ke tangan anak kandungmu bukan anak haram dan ulat bulu
partini
balas lembut tapi mematikan buat kejutan yg dahsyat untuk mereka y penghianat
Erna Fadhilah
pak hadi terlalu percaya pada ulat bulu udah di kasih selakangan jadi ga ingat anak dan istri
nonoyy
sudah telat hadi telat.. menyesal pun tak guna
arniya
kebenaran terbuka lagi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!