Raffaele Matthew, seorang Mafia yang memiliki dendam pada Dario Alexander, pria yang ia lihat telah membunuh sang ayah. Dengan bantuan ayah angkatnya, ia akhirnya bisa membalas dendamnya. Menghancurkan keluarga Alexander, dengan cara membunuh pria tersebut dan istrinya. Ia juga membawa pergi putri mereka untuk dijadikan pelampiasan balas dendamnya.
Valeria Irene Alexander, harus merasakan kekejaman seorang Raffaele. Dia selalu mendapatkan kekerasan dari pria tersebut. Dan harus melayani pria itu setiap dia menginginkannya. Sampai pada akhirnya ia bisa kabur, dan tanpa sadar telah membawa benih pria kejam itu.
Lalu apakah yang akan dilakukan Valeria ketika mengetahui dirinya tengah berbadan dua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lovleyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34. Menggeledah
Tidak langsung mendatangi rumah Brian. Raffaele menjeda sehari untuk datang ke rumah yang saat ini ada di hadapannya. Dengan datang bersama Gilbert saja, pria tersebut akan mencari tahu keberadaan Valeria. Apakah ada di rumah ini atau tidak?
Gilbert segera memencet bel rumah. Tak lama menampilkan wajah Ines yang diam tanpa ekspresi. Lalu berpura-pura tidak mengenal dua pria di hadapannya sekarang.
"Maaf cari siapa?" Tanya Ines.
"Kami mencari tuan Brian. Apakah ada?" Balas Gilbert, sementara Raffaele matanya sibuk memindai sekitar.
Ines tampak mengangguk. Pandangannya beralih ke pria di samping yang menjawab tadi. Dalam hati Ines, wanita itu bergumam penuh amarah. Dia, pria uang yang telah membunuh kedua mertuanya. Dan menghancurkan hidup adik iparnya. Andai saja ia sedang tidak berakting, mungkin ledakan amarahnya sudah mulai berkobar.
"Apa kami bisa bertemu dengan Tuan Brian? Saya ingin membicarakan sesuatu dengannya." Kali ini Raffaele yang berbicara.
"Sebentar saya panggilkan suami saya dulu." Balas Ines akan berbalik badan, tapi perkataan dari Raffaele membuatnya terhenti.
Ines memicingkan matanya. Dan raut wajahnya seakan tidak suka dengan cara merespon Raffaele.
"Apakah begini cara Anda memperlakukan tamu? Tidak disuruh masuk ke dalam dan suruh menunggu di luar seperti ini? Apakah ada sesuatu yang disembunyikan di dalam?" Ujar Raffaele.
"Apa maksud Tuan? Kami tidak menyembunyikan apapun, Anda kira kami bandar narkoba?" Balas Ines.
"Baiklah, mari kalian berdua silakan masuk." Imbuhnya. Ines berdiri sedikit bergeser memberikan jalan untuk dua pria itu masuk ke dalam.
Sesampainya di ruang tamu, Ines mempersilahkan Raffaele dan Gilbert duduk. Dan memintanya menunggu sebentar, sebelum wanita itu pergi memanggil sang suami di kamar.
Ruang tamu di rumah ini menarik perhatian Raffaele. Terlebih sebuah foto besar berisikan 5 orang dewasa dan 1 anak kecil di gendongan Brian. Pandangan Raffaele masih tertuju pada benda itu, ia terpaku dengan senyuman Valeria di foto tersebut. Senyum yang tak pernah dirinya lihat selama wanita tersebut ia sekap.
"Di foto itu adalah orang tua dan adik saya. Mereka hilang sampai saat ini tidak bisa saya temukan." Suara dari Brian ini mengejutkan Raffaele.
Pria itu lantas menoleh dan memberikan raut wajah biasa saja. Kemudian mengangguk pelan sebagai respon perkataan Brian tadi.
"Apa mereka belum juga ditemukan?" Tanya Raffaele.
"Belum, entahlah saya sudah mencoba mencarinya di beberapa tempat di Swiss. Bahkan di sini juga, tapi tidak ada tanda-tandanya." Balas Brian memperlihatkan wajah sedihnya.
Sementara Ines kembali datang dengan membawa minuman untuk kedua tamu, yang seharusnya tidak mereka sambut seramah ini.
"Silakan diminum." Ucap Ines, kembali beranjak dari ruang tamu. Namun, wanita itu hanya berhenti di balik tembok untuk ikut menguping pembicaraan.
Dari penglihatan Raffaele, pria yang merupakan kakak kandung Valeria ini tidak ada yang mencurigakan. Pria tersebut masih sedih dan terlihat putus asa. Jadi, di manakah keberadaan Valeria saat ini jika tidak mendatangi sang kakak?
Raffaele memijat pangkal hidungnya. Ia pusing bukan main dalam mencari keberadaan Valeria. Sudah beberapa hari namun tidak kunjung ia temukan. Sejauh ini, pencariannya selalu gagal.
"Oh iya? Ada apa tuan Raffaele datang ke rumah saya?" Brian berbasa-basi, sebenarnya ia enggan mengajak pria di depannya ini bicara.
"Hanya masalah kerja sama dengan perusahaan kemarin itu. Sepertinya lebih baik membatalkannya juga. Mereka licik." Ujar Raffaele.
Brian tertawa getir. Licik? Rasanya ingin tertawa keras dan meneriaki Raffaele saking kesal dan marahnya ia.
"Licik bagaimana? Sejauh saya bekerja sama dengan Tuan Nico. Saya tidak menemukan hal yang mencurigakan." Balas Brian.
"Berarti Anda beruntung." Kata Raffaele, sorot matanya kembali teralihkan ke arah figura foto tadi.
"Anak kecil itu putri Anda?" Tanya Raffaele, fokusnya sekarang ke foto Erin.
Brian mulai was-was jika pria ini menanyakan keberadaan putri kecilnya itu. Tapi sebisa mungkin segera mengontrolnya.
"Iya, dia putri saya. Saat ini sedang main di rumah kakeknya, dia dekat sekali soalnya dengan sang kakek." Balas Brian.
"Lucu sekali." Gumam Raffaele.
Sebenarnya Raffaele masih ingin melihat kebenaran di rumah ini. Apakah benar tidak ada Valeria? Lirikan mata Raffaele menjadi sebuah isyarat. Pria anak buah Raffaele tersebut dari genggaman tangannya yang satu langsung menyemprotkan sesuatu. Dan ketika melakukan itu, segera Raffaele bergerak menutupi hidungnya.
Menghirup sesuatu yang berbau aneh. Brian tiba-tiba merasa pusing dan kesadarannya pun menghilang. Di balik tembok, Ines melihatnya. Ia ingin menghampiri suaminya. Tapi mengingat lagi jika saat ini mereka tengah berhati-hati, jadi wanita tersebut mengurungkan niatnya.
"Sebaiknya aku pindah ke halaman belakang berpura-pura menyirami tanaman." Gumam Ines beranjak dari sana.
"Cari di beberapa ruangan rumah ini Gilbert. Apakah benar tidak ada wanita itu di sini." Titah Raffaele.
"Baik tuan. Tapi bagaimana dengan istri tuan Brian. Dia tidak pingsan seperti ini tuan." Tanya Gilbert.
"Kamu berhati-hati saja." Perintah pria dingin itu lagi.
Raffaele juga tak tinggal diam. Dia berjalan mengelilingi sudut rumah Brian. Hingga bisa melihat istri dari Brian saat ini berada di halaman belakang. Itu cukup aman bagi dirinya dan Gilbert mencari keberadaan Valeria di rumah ini.
Sementara, Gilbert sudah mencari diberbagai ruangan. Tak kunjung mendapatkan Valeria. Memang sepertinya pria tadi tidak berbohong. Valeria tidak ada di rumah ini, dan belum ditemukan oleh Brian.
Lantas Gilbert segera kembali menemui tuannya. Keberadaan Raffaele yang sudah tak ada di ruang tamu. Membuat Gilbert harus kembali berjalan ke arah lain mencari tuannya. Barulah ia menghela napas panjang saat menemukan Raffaele.
"Tuan semuanya sudah saya cek.Tapi memang tidak ada nona Valeria di sini. Dia tidak berbohong Tuan." Ujar Gilbert.
"Kita keluar dari sini Gilbert." Raffaele tak banyak bicara langsung mengajak anak buahnya pergi.
Sejak tadi, Ines tahu jika ada seseorang yang memperhatikan dirinya dari belakang. Setelah dirasa tak ada orang lagi, baru Ines berbalik badan dan segera menyusul suaminya di ruang tamu. Ia sangat begitu khawatir.
"Ya Tuhan sayang!" Jerit Ines, ia melangkah menghampiri suaminya. Menepuk-nepuk lengan dan pipi suaminya.
Tak kunjung sadar, akhirnya Ines beranjak mengambil sebuah minyak kayu putih. Dan mendekatkannya ke hidung Brian.
"Syukurlah kamu sadar juga sayang. Aku sudah sangat mengkhawatirkanmu." Ines memeluk tubuh Brian dan dibalas oleh pria tersebut.
"Dia sudah pergi?" Tanya Brian.
"Sudah, setelah membuatmu tidak sadar. Lalu menggeledah rumah ini dia langsung pergi." Ujar Ines.
"Biarkan saja. Toh tidak akan ada yang dia temukan walaupun menggeledah rumah ini. Valeria akan tetap aman di sana." Balas Brian, sembari memijat pelipisnya karena sedikit pusing efek dari mencium sesuatu yang disemprotkan oleh anak buah Raffaele tadi.
rasain loh raff bikin lama Thor normal kan usia 4 bulan baru terasa nyaman Siska Raffael Ampe 4 bulan ,itu belum seberapa dibanding kan luka hati Valeri
topi ya ga salah jg sih kamu kan di dokterin
i hope happy ending mereka berdua
apa ga ada cctv nanti Raffa lihat temennya bantuin apa ga ngreog