Menjadi seorang Guru adalah panggilan hati. Dengan gaji yang tak banyak, tetapi banyak amanah. Itulah pilihan seorang gadis bernama Diajeng Rahayu. Putri dari seorang pedagang batik di pasar Klewer, dan lahir dari rahim seorang ibu yang kala itu berprofesi sebagai sinden, di sebuah komunitas karawitan.
Dari perjalanannya menjadi seorang guru bahasa Jawa, Diajeng dipertemukan dengan seorang murid yang cukup berkesan baginya. Hingga di suatu ketika, Diajeng dipertemukan kembali dengan muridnya, dengan penampilan yang berbeda, dengan suasana hati yang berbeda pula, di acara pernikahan mantan kekasih Diajeng.
Bagaimana perjalanan cinta Diajeng? Mari kita ikuti cerita karya Dede Dewi kali ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dede Dewi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bu Guruku Baik
Sesampainya di rumah, Diajeng langsung masuk ke kamarnya untuk mengganti pakaiannya. Dia rebahkan tubuhnya di atas kasurnya yang empuk. Tangannya terlentang pasrah, seperti hatinya kini yang pasrah melepas kekasih hatinya yang kini sah menjadi suami orang.
Sepanjang jalan, dia teringat oleh sosok Raka, sejak awal mereka bertemu di saat dia PKL. Semenjak Raka tidak lagi mendapat fasilitas apapun dari ayahnya, Raka memang membantu ibunya bekerja untuk memenuhi kebutuhan. Raka ikut membantu berkerja di toko Rahajeng, Toko milik bapaknya Diajeng, sehingga membuat Diajeng jadi sering berinteraksi dengan Raka. Namun, setelah Raka lulus sekolah, Raka berpamitan untuk melanjutkan studynya di luar kota. Kala itu Diajeng pas sedang ada kunjungan ke suatu industri di luar jawa, sehingga Raka tidak sempat berpamitan dengan tatap muka.
Sejak saat itu, Diajeng tak pernah melihat Raka lagi, dan saat dicari ke alamat rumahnya yang dulu, ternyata Keluarga Raka sudah pindah rumah. Dan tidak ada yang tau mereka pindah ke mana. Akhirnya Diajeng lose kontak dengan Raka.
"Terimakasih yaa Allah, engkau telah kembalikan sosok Raka dalam kehidupanku lagi." gumam Diajeng sambil menatap langit-langit kamarnya.
💜💜💜💜
Keesokan harinya Diajeng berangkat ke sekolahan, setelah mengantarkan pak Sabari ke pasar. Melihat kondisi pak Sabari yang sudah tidak sekuat dulu, membuat Diajeng harus ekstra mendampingi bapaknya yang sudah berusia lebih dari tujuhpuluh tahun. Tetapi Diajeng juga tetap berusaha profesional di tempat kerjanya.
"Selamat pagi bu Ajeng." sapa beberapa siswa yang duduk duduk di bawah pohon dekat tempat parkir guru.
"Pagi." Jawaban Diajeng selalu ramah kepada seluruh siswanya, sangat jarang dia menampakkan wajah muram.
"Pagi bu Ajeng, sudah sarapan belum bu?" tanya Pak Joyo selaku tukang kebersihan di SMA Veteran, sambil membawa cikrak dan sapu lidi.
"Alhamdulillah sudah Pak Joyo. Kalau belum, mana kuat saya menghadapi kenyataan pak." jawab Diajeng sambil bercanda. Sekalipun Diajeng menjabat sebagai wakil Kepala sekolah, dia tak pernah merendahkan orang-orang yang bekerja di sekitarnya. Bahkan dia sangat akrab dengan ibu kantin, petugas kebersihan, satpam dan anak-anak didik yang dari kalangan menengah kebawah.
"Wah. Bener banget tu bu. Memang harus kuat, karena jaman sekarang, suka ada omongan manis di depan, tapi menusuk di belakang." kata-kata pak Joyo sedikit menyentil hatinya yang masih sedikit sensitif karena Adnan.
"Iya pak, biar ga galau juga. Biasanya kalau laper, jadi suka galau. Oya, pak Joyo udah sarapan belum?" tanya Diajeng.
"Aman bu Ajeng, saya kalau pagi selalu disiapin makan sama Istri. Kata istri saya, biar kuat menghadapi kenyataan, bahwa saya ini hanya seorang tukang kebun sekolahan." jawab pak Joyo dengan merendah diri.
"O, ya udah. Ini saya ada kue, tadi sekalian beli buat bapak. Kamu mau ga?" tanya Diajeng.
"Wah, yo mau to bu." jawab Pak Joyo antusias.
"Ini, nanti dibagi sama pak Joko ya pak." pesan Diajeng kepada Pak Joyo.
"Alhamdulillah, Terimakasih bu Ajeng." kata Pak Joyo sambil menerima sebuah kresek putih beriai kardus kotak panjang dari tangan Diajeng.
Setelah menyapa pak Joyo, si tukang kebun, Diajeng melanjutkan langkahnya menuju ruang guru.
"Bu Ajeng, ngopi dulu bu " Kata Hari, si ketua geng salah satu di sekolahannya
"Wah, manteb Nih Har, Tapi saya ga kuat ngopi pagi-pagi."
"Ya udah bu, buat nanti siang aja." kata Hari sambil menyodorkan satu cup kopi late untuk Diajeng.
"Ga usah Har, buat yang lain aja. Semalem tidur jam berapa Har?" tanya Diajeng.
"Jam tiga bu."
"Hm... masih kurang tu Har, harusnya kamu begadang sampe pagi aja." kata Diajeng.
"Ah, entar ga bisa mimpiin bu Ajeng lagi." kata Hari.
"Heleh. ya udah sana lanjutin dulu, bentar lagi masuk. saya ke kantor dulu."
"Siap bu." jawab Hari.
Setelah sampai di kantor, Diajeng segera menyiapkan bahan ajarnya, kemudian terdengar bel berbunyi, tandanya dia harus memimpin upacara pagi ini. Karena mengingat kepala sekolahnya masih cuti menikah. Lagipula, pekan ini memang jadwalnya menjadi pembina upacara. Diajeng pun merapikan pakaiannya lalu berjalan ke halaman upacara.