Istri Culun Badboy Tengil

Di rumah sakit Bhayangkara. Di depan sebuah ruangan, beberapa pria muda dan gadis polos sedang menunggu dengan raut khawatir. Elang sedang di periksa dan sampai sekarang dokter tidak kunjung keluar.

Terdengar suara langkah kaki seseorang menghampiri mereka. Sontak semuanya langsung menoleh. Tatapannya seketika berubah menjadi raut tidak suka.

"Ngapain lo ke sini?" ketus Bima sambil menatap Kia tajam.

Ya, gadis itu adalah Kia. Dia sengaja mengikuti mereka karena khawatir dengan suaminya. Kia benar-benar merasa bersalah, ia menyesal.

"Sorry, gue salah. Gue juga minta maaf udah fitnah kalian. Gue nyesel ngelakuin itu. Padahal kalian gak salah apa-apa," ucapnya sambil menunduk.

"Lo liat! Lo liat, keadaan Elang sekarang! Bukan cuman tubuhnya aja yang sakit, hatinya juga! Gue gak bisa bayangin sekecewa apa dia, di sakitin sama orang yang di cintainya!"

"Kalo bukan cewe, udah gue abisin lo anjing!" bentak Aldo tersulut emosi, tidak terima sahabatnya di sakitin.

"Aldo, udah! Ini di rumah sakit!" Raka menarik Aldo sedikit menjauh.

"Kalo Elang kenapa-napa, gue gak bakal maafin lo!" timpal Nathan melirik Kia malas.

Gadis itu hanya diam dengan pikiran berkecamuk. Hatinya tidak tenang, ia terus berdoa untuk keselamatan suaminya. Hingga tidak lama keluarlah sang dokter yang langsung di hampiri oleh mereka.

"Keluarga pasien?!"

"Saya istrinya, Dok!" sahut Kia, "Gimana keadaannya? Suami saya baik-baik saja kan?"

Dokter menghela nafas pelan. Nathan dan yang lainnya sudah berdiri di hadapannya dengan perasaan cemas.

"Apa Elang tidak pernah cerita?" tanya dokter pada Kia. Gadis itu mengerutkan keningnya tidak mengerti.

"Cerita apa, Dok?"

Dokter kembali menghela nafas panjang. Ia menatap serius mereka yang juga sedang menatapnya penasaran dan takut.

"Sebelumnya saya ingin memberitahu. Elang sebenarnya pasien saya beberapa tahun yang lalu. Mungkin pas usianya sekitar 7 tahun. Dia korban penculikan dan di temukan tergeletak di depan gudang rumah sakit. Dalam kondisi perut terdapat jahitan acak. Setelah di selidiki ternyata ginjalnya hilang satu."

Deg!

Semuanya terdiam membeku. Kia memejamkan sejenak matanya yang berkaca-kaca. Usia enam tahun? Apakah saat menyelamatkannya? Apa pria itu tertangkap? Tubuh Kia sedikit bergetar, rasa bersalahnya semakin besar.

"D-dia hidup dengan satu ginjal?" tanya Juan tidak percaya yang di angguki oleh dokter.

"Dulu ibunya selalu ingin mencarikannya pendonor ginjal. Namun, Elang selalu menolak karena kondisi ekonomi mereka yang sedang sulit. Sempat mencari juga, dan tidak ada yang cocok. Akhirnya pasien hidup hanya dengan satu ginjal."

"Sebenarnya itu tidak masalah, masih bisa hidup normal seperti orang biasanya jika menjaga kesehatan dengan baik. Begitupun selama beberapa tahun, Elang rutin cek kesehatan. Dan beberapa tahun terakhir saya tidak pernah melihatnya ke sini lagi. Dan ternyata kondisinya sekarang sangat buruk ..." dokter terdiam sejenak menghela nafasnya.

Mendengar itu membuat semuanya semakin khawatir dan takut kehilangannya.

"Saya ingin memastikan, apa selama ini dia selalu merokok dan minum alkohol?"

"Sering, Dok!" sahut Bima dan lagi-lagi dokter hanya menghela nafasnya.

"Karena itu, membuat ginjal satunya bermasalah. Sekarang Elang sangat membutuhkan pendonor ginjal. Jika tidak segera, saya tidak yakin akan selamat," jelasnya yang membuat mereka terdiam membeku, tubuhnya seketika lemas.

Kondisinya seburuk itu? Dan Elang tidak pernah cerita pada siapapun? Dia kelihatan baik-baik saja di depan semua orang. Ternyata diam-diam menyimpan luka.

"Dokter, pasien terus manggil nama Kia!" ucap suster yang baru saja keluar dari ruangan.

"Saya Kia, Dok. Saya ingin melihat suami saya!" Kia berniat untuk masuk.

"Lo ngapain?!" cegah Bima.

"Please, izinin gue masuk!"

"Kita ikut!"

Karena takut Kia akan menyakitinya lagi. Mereka pun memaksa dokter untuk ikut masuk untuk melihat kondisinya.

Dan di dalam ruangan. Kia menggenggam lembut tangan suaminya yang sedang terbaring lemah di brangkar. Ia menaruhnya di pipinya, biasanya pria itu akan melakukan itu setiap hari. Membelai lembut pipi chubby nya dengan penuh kasih sayang. Kenapa Kia baru sadar, ternyata ia sudah mulai mencintainya. Sekarang dirinya benar-benar sangat takut kehilangannya.

"Maafin aku ..." lirihnya sambil terisak pelan sambil memejamkan matanya.

Elang perlahan membuka matanya. Ia tersenyum tipis menatap gadis yang di cintainya. Dia tidak marah dan kecewa? Tentu saja Elang sangat kecewa dan marah. Namun, rasa cintanya lebih besar. Ia tidak bisa membencinya, apalagi melihatnya menangis membuatnya sakit.

Kia sontak membuka matanya saat merasakan elusan lembut di pipinya. Matanya kembali berkaca-kaca melihat Elang yang sedang tersenyum menatapnya.

"Maaf hiks ... Aku nyesel udah nyakitin kamu," isaknya.

"Jangan nangis," Elang mengusap air matanya lembut.

"Kenapa gak bilang kalo kamu Angga," Elang mengerutkan keningnya, kenapa istrinya bisa tahu panggilan itu?

Kia mengeluarkan gelang yang selama ini selalu di simpan oleh suaminya, "Aku Ayya, gadis yang pernah kamu selamatin."

Elang tersenyum sambil membelai lembut pipi istrinya, "Ternyata hatiku gak salah. Kamu memang cinta pertama dan terakhirku."

"Waktu itu, kamu ketangkep?" tanyanya dengan mata sembab.

Suaminya hanya mengangguk pelan. Yang membuatnya semakin merasa bersalah, "Maaf, gara-gara aku kamu jadi menderita. Kamu jadi hidup cuman satu ginjal."

Elang mengernyitkan, lalu melirik dokter yang sangat ia kenal.

"Aku gapapa."

"Apa yang terjadi setelahnya? Kenapa kamu jadi perokok dan pemabuk?" tanyanya penasaran sambil menggenggam tangan suaminya.

Elang menatap istrinya dalam. Sepertinya dirinya memang harus menceritakan semuanya. Dan jika sewaktu-waktu dirinya pergi. Mereka tahu apa yang ia pendam selama ini.

"Kejadian itu, cuman mama yang tau. Mama gak kasih tau papa karena pria itu egois dan selalu menuntut anaknya untuk sempurna. Setiap mama mau kasih tau, dia selalu gak ada waktu. Aku juga maksa mama buat sembunyiin ini semua."

"Mama selalu khawatir, dia lebih perhatian dan selalu memanjakan aku. Sampe lupa kalo dia masih punya Reiga, kembaran aku. Dan di situ Reiga mulai iri dan sering marah-marah, dia kira mama gak sayang lagi sama dia."

"Sampe pas usaha papa naik. Si tua itu selingkuh, dan Reiga lebih bela mereka. Mama sering sakit hati sama mereka. Dia gak nyangka anak kandungnya sendiri lebih bela wanita lain. Sampe akhirnya mama sakit-sakitan. Papa dan Reiga sama sekali gak peduli. Sampe akhirnya mama pergi ninggalin aku," Elang memejamkan matanya sejenak dan buliran bening mulai menetes.

Matanya perlahan terbuka, ia tersenyum menatap istrinya yang mengusap air matanya dan membelai lembut luka lebam di wajahnya.

"Di situ aku mulai jadi anak nakal dan pembangkang. Papa marah, dia semakin nuntut aku jadi anak yang dia mau. Dia juga selalu bandingin aku sama Reiga, yang mulai berubah jauh lebih baik dari aku. Ya, dulu aku yang suka papa banggain. Dan semenjak mama lebih memperhatikan aku. Dia selalu bersaing dan mencuri perhatian papa. Karena papa paling penguasa di rumah kita. Mereka selalu nyakitin, aku benci."

"Kalo kamu ketemu papa dan Reiga. Bilang sama mereka, aku masih tetep menyayanginya. Aku udah maafin semuanya. Mungkin emang takdirnya harus kayak gini."

"Kamu baik banget sih, aku bangga sama kamu," ucap Kia sambil mengusap-usap rambutnya.

"Lang, kenapa lo sembunyiin semua ini? Lo anggap kita apa?!" Elang menoleh menatap teman-temannya.

"Sorry, gue gak mau ngebebanin kalian. Gue juga minta maaf udah gak percaya sama kalian," ucapnya menatap teman-temannya sendu.

"Kita udah anggap lo keluarga!"

"Makasih buat semuanya. Kalian hadir pas gue terpuruk. Gue sayang kalian."

Elang kembali menoleh pada istrinya. Membelai lembut pipinya, "Jaga dirimu baik-baik. I love you more."

"AKH!" Elang meremas perutnya yang kembali merasakan sakit yang luar biasa.

"Sayang, kamu kenapa?!" pekik Kia panik.

Elang kembali menoleh sambil tersenyum tipis mendengar kata 'sayang' dari istrinya. Ia berusaha mengangkat tangannya berniat menyentuh wajahnya. Namun, tangannya kembali terjatuh. Kepalanya tertoleh dengan mata sudah terpejam.

"ELANG!"

Dokter dan suster mulai memeriksa kondisinya, "Dokter, kita harus segera mendapatkan donor ginjal!"

Tanpa mereka sadari, sedari tadi di luar sana ada seseorang yang mengintip dan mendengarkan semua obrolan mereka.