NovelToon NovelToon
Gelora Cinta Sang Bodyguard

Gelora Cinta Sang Bodyguard

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Cintamanis / Mafia / Pengantin Pengganti Konglomerat / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: nonaserenade

Benjamin ditugaskan kakaknya, menjadi pengawal pribadi Hayaning Bstari Dewi Adhijokso, putri bungsu ketua Jaksa Agung yang kehidupannya selama ini tersembunyi dari dunia luar.

Sejak pertama bertemu, Haya tak bisa menepis pesona Ben. Ia juga dibantu nya diperkenalkan pada dunia baru yang asing untuknya. Perasaannya pun tumbuh pesat pada bodyguard-nya sendiri. Namun, ia sadar diri, bahwa ia sudah dijodohkan dengan putra sahabat ayahnya, dan tidak mungkin bagi dirinya dapat memilih pilihan hatinya sendiri.

Tetapi, segalanya berubah ketika calon suaminya menjebaknya dengan obat perangs*ng. Dalam keputusasaan Haya, akhirnya Ben datang menyelamatkan nya. Namun Haya yang tak mampu menahan gejolak aneh dalam tubuhnya meminta bantuan Ben untuk meredakan penderitaannya, sehingga malam penuh gairah pun terjadi diantara mereka, menghilangkan batas-batas yang seharusnya tidak pernah terjadi di malam itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nonaserenade, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

24. Cantiknya Calon Mantu Titi

...•••...

"Aku malu," bisik Hayaning yang belum siap turun dari mobil. Mereka saat ini tengah berada di halaman depan rumah utama keluarga Soedjono.

Ben tersenyum tipis, "kita keluar dulu ya,"

Hayaning mengangguk lalu keluar dari mobil, Ben segera meraih tangannya dan menggenggamnya.

Begitu tangan mereka bersentuhan, Hayaning merasakan kehangatan yang entah kenapa sedikit menenangkan kegugupannya. Ia menatap Ben sekilas, tapi pria itu tetap berjalan santai, seolah genggaman tangannya hanyalah hal biasa.

Rumah utama keluarga Soedjono berdiri megah di hadapannya, dengan pilar-pilar tinggi dan lampu-lampu besar yang menerangi pekarangan di sore hari itu. Langkah Hayaning melambat tanpa sadar, membuat Ben menoleh ke arahnya.

"Jangan takut," ucapnya, suaranya tenang. "Mereka pasti akan menyukaimu."

Namun, begitu sampai di depan pintu, Hayaning sendiri melepaskan genggamannya. "Tidak usah seperti ini Ben, khawatir nya keluargamu salah paham." Ucap Hayaning sembari tersenyum simpul, bukan apa tapi ia tahu diri.

Ben tak berkata apa, ia hanya mengangguk saja.

Mereka melangkah masuk bersama. Begitu melewati ambang pintu, seseorang langsung berseru.

"Mas, akhirnya lo datang juga!"

Suara itu milik Jagatnatha, sepupunya. Anak dari adik mendiang bapaknya Ben. Saudara Ben yang paling sering membuatnya emosi.

Ben memasang raut wajah sebal. Ia masih menyimpan sedikit kekesalan pada Natha, terutama karena pria itu pernah mengatainya buruk di grup chatting lima bersaudara, yang berujung pada amukan Sean.

Namun, tanpa bisa dihindari, mereka tetap berpelukan singkat.

"Welcome, Mas. Apa kabar lo?" ujar Natha dengan nada santai.

"Baik," jawab Ben singkat.

"Dingin banget sih lo," gumam Natha sambil melirik Ben dengan tatapan menyelidik.

Namun, perhatiannya langsung teralihkan ketika ia melihat perempuan di samping Ben. Matanya berbinar, dan seringai jahil langsung menghiasi wajahnya.

"Siapa ini, Mas?" tanyanya penuh minat. "Cantik banget."

Ben hanya mendesah pelan, sudah menduga reaksi seperti ini dari Natha. "Hayaning Adhijokso," jawabnya singkat.

Namun, bukannya berhenti, Natha justru semakin tertarik. "Oh, jadi ini yang selama ini lo sembunyiin? Pantes aja susah diajak nongkrong!" Ia menatap Hayaning dengan ekspresi penuh selidik. "Halo, saya Natha. Sepupu Ben. Panggil aja Natha."

Hayaning tersenyum sopan meski sedikit canggung. "Hayaning," balasnya pelan.

Natha menyenggol lengan Ben dengan jahil. "Lo serius, Mas? Bawa cewek ke rumah? Biasanya lo alergi sama hal-hal kayak gini."

Ben mendelik tajam. "Shut up, Natha."

Natha hanya terkekeh. "Yang lain ada di ruang tengah di lantai dua. Mereka pasti kaget lihat lo datang bawa perempuan."

Ben mendesah malas, sementara Hayaning semakin merasa canggung. Perhatian yang tertuju padanya membuatnya sedikit gelisah.

"Ayo, Haya. Ikut saya," ujar Ben akhirnya, lalu melangkah menuju lift.

Begitu tiba di lantai dua, suara riuh terdengar lebih jelas. Obrolan para anggota keluarga terhenti seketika, saat mereka melihat Ben dan seorang perempuan asing di sampingnya.

"Sore, aku datang, Titi," ucap Ben, menyapa lebih dulu kepada eyang putri.

Eyang putri tersenyum lembut, terutama saat matanya menatap sosok perempuan di samping cucunya.

Ben dan Hayaning melangkah mendekat. Ia lebih dulu menyalami eyang putri dengan hormat, lalu para bibi-bibinya. Asmita, ibu dari Jagatnatha dan Djaksadaru lalu Lakshmi, ibu dari Pranadipa.

"Eyang Kakung di mana, Titi?" tanyanya.

"Di ruangannya, bersama Mas-mu," jawab eyang putri. Kemudian, matanya beralih kearah Hayaning, mengamatinya dengan penuh minat. "Ini siapa, Ben? Ayu sekali. Calon mantu Titi, kah? Aduh, cantiknya!"

Hayaning tersenyum lembut. "Salam kenal, Titi. Aku Hayaning Adhijokso."

Eyang putri mengangguk paham. "Oalah, putrinya Pak Brata ya... Jadi cah ayu yang di kawal sama Mas Ben ini toh?"

"Iya Titi,"

Ada sedikit kekecewaan yang terpancar di wajah eyang putri—awalnya ia mengira Ben membawa calon istrinya.

Eyang putri tahu kalau cucu keduanya ini tengah bekerja menjadi Bodyguard pribadi dari putri bungsu keluarga Adhijokso. Jadi harapannya haruskah pupus kembali?

Meski begitu, ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Sorot mata Ben yang tampak berbeda, dan bagaimana ia tetap berada di sisi Hayaning dengan alami. Hal itu membuat eyang putri bertanya-tanya—mungkinkah ada sesuatu yang lebih dari sekadar hubungan profesional di antara mereka?

"Duduk sini nak, sama Titi."

Ben melirik Hayaning sekilas sebelum mengangguk kecil, memberi isyarat agar perempuan itu mengikuti permintaan eyang putri. Dengan sedikit ragu, Hayaning melangkah mendekat dan duduk di samping wanita sepuh itu.

"Saya harus bertemu tetua dulu Haya, saya tinggal ngga papa ya?"

Hayaning mengangguk pelan, "tidak apa-apa Benji, aku senang bisa berbincang dengan Titi," jawab Hayaning dengan senyum lembut.

Ben menatapnya sejenak, seolah memastikan Hayaning benar-benar nyaman sebelum akhirnya berbalik pergi menuju ruang kerja tempat kakeknya dan Sean berada.

Eyang putri kembali menatap Hayaning dengan sorot lembut.

"Benji?"

Hayaning tersipu malu, seharusnya ia tak memanggil Ben dengan sebutannya yang khusus itu.

"Ah-ya Titi, aku yang memanggilnya begitu."

"Aduh bagus sekali, ngga pernah Titi kepikiran buat panggil Ben begitu. Ah terimakasih ya Haya, Titi boleh juga ya panggil Ben dengan sebutan 'Benji'?

Hayaning tersenyum lembut, "tentu saja Titi."

Percakapan antara mereka mengalir begitu saja. Hayaning yang semula merasa canggung perlahan mulai menemukan kenyamanan. Eyang Putri adalah sosok yang hangat dan penuh perhatian, membuatnya lebih mudah untuk berbicara tanpa rasa kikuk.

Dalam kelembutan itu, ada sesuatu yang membangkitkan kenangan lama di hati Hayaning. Ia teringat pada mendiang ibu tirinya—sosok yang dulu memberinya kasih sayang dengan cara yang serupa. Perasaan rindu yang sempat mengendap di relung hatinya kini terasa sedikit terobati saat suara lembut Eyang Putri mengalun, membelai indera pendengarannya dengan kehangatan yang nyaris serupa.

Di tengah perbincangan itu dengan Eyang Putri dan para bibi, seorang perempuan muda cantik dengan perut hamil besar melangkah mendekat. Wajahnya nampak berseri-seri ketika melihat Hayaning.

"Lara, kemari nak, pelan-pelan."

Lara tersenyum tipis sebelum duduk di samping Eyang Putri. "Begitu aku mendengar Mas Ben datang bersama Mbak Haya, aku langsung excited." Katanya dengan antusias. Matanya kemudian beralih pada Hayaning, "Hallo Mbak Haya, aku Lara, istrinya kakak Mas Ben."

Hayaning mengangguk sopan. "Iya, salam kenal, Mbak Lara."

Lara tersenyum kecil,  "Aku kenal nama kamu karena Mas Ben selalu konsultasi lho Mbak Hayaning sama aku." Ucapnya penuh semangat.

Hayaning mengernyitkan keningnya, "konsultasi apa Mbak?"

Lara mendekatkan wajahnya untuk berbisik ditelinga Haya, dan seketika itu mata Haya melebar.

"Aku ngga nyangka, maaf ya Mbak jadi repoti kamu."

Lara tertawa pelan, "ngga kok, malahan aku lucu aja gitu dengan kepanikan Mas Ben saat itu.

"Ekhem... Apa hayo bisik-bisik? Titi kok ngga diajakin?"

Hayaning dan Lara saling pandang lalu tertawa kecil. Mereka benar-benar mudah akrab sekali.

•••

Dua insan itu tengah berdiri di atas balkon kamar yang disiapkan untuk Hayaning, tanpa seorang pun yang tahu, Ben telah masuk ke dalam dengan mengendap-endap.

"Benji, keluargamu sangat rukun dan hangat. Terima kasih sudah mengajakku kemari," ucap Hayaning dengan senyuman lembut.

Ben tertegun, melihat senyum itu yang lebih berseri-seri. "Kamu sangat betah di sini?" tanyanya, suaranya sedikit lebih dalam.

"Ya, mereka menerimaku dengan sangat baik," jawab Hayaning tanpa ragu.

Rahang Ben mengetat. Ia merasa tak bisa menahan diri saat melihat Hayaning. Makin ke sini, makin sulit baginya mengontrol diri.

"Astaga, kendalikan dirimu, Ben."

Ia menggelengkan kepala, mencoba mengusir pikiran liar yang mulai menguasai benaknya. Tarikan napasnya terasa berat, dadanya naik turun dengan ritme yang tak beraturan.

"Ben, kamu baik-baik saja?" suara lembut Hayaning membuyarkan lamunannya.

Ben menoleh, mendapati sepasang mata indah itu menatapnya dengan raut khawatir. Hayaning tidak tahu apa yang sedang berkecamuk dalam dirinya, dan Ben tidak yakin apakah itu hal yang baik atau justru sebaliknya.

"Ya," jawabnya pendek, berusaha mengalihkan perhatian. "Saya baik-baik saja. Kalau begitu istirahatlah, perjalanan panjang menuju kemari pasti membuatmu lelah."

"Yakin ngga apa-apa? Jangan buat aku khawatir seperti tadi pagi, Ben, ketika melihat luka lebam di wajahmu," tanyanya lagi dengan nada penuh perhatian.

"Sungguh, saya tidak apa-apa," Ben hendak pergi, tetapi sesuatu dalam dirinya membuatnya berhenti sejenak di ambang pintu balkon.

Keinginannya untuk tetap menjaga batas perlahan terkikis. Ia harus menjaga profesionalismenya, harus tetap berpikir jernih. Namun, entah kenapa, saat ini semua batasan yang ia buat terasa begitu rapuh.

Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan gejolak yang berkecamuk di dalam dirinya.

Namun, saat ia kembali menoleh, matanya bertemu dengan tatapan hangat Hayaning, seakan menembus lapisan terluar dirinya yang selama ini ia coba lindungi.

"Fuck!" Umpatnya dalam hati.

Dengan cepat, ia mengalihkan pandangan dan melangkah pergi, meninggalkan Hayaning yang masih berdiri di sana dengan ekspresi penuh tanda tanya.

Namun, sebelum ia sempat pergi lebih jauh, suara bariton yang begitu dikenalnya menggema di sepanjang lorong, membuatnya langsung menghentikan langkah.

"Bisa nih kalau gue aduin ke Titi sama Kakung," ujar Jagatnatha dengan nada penuh provokasi.

Ben mendengus kesal sebelum menoleh tajam ke arah Jagatnatha yang tengah menyeringai usil.

"Shut up, Natha!" geramnya, berusaha menahan diri.

"Tapi serius, Mas, lo udah ngapain di dalam? Kok kayaknya panik banget?" Natha melipat tangan di depan dada, jelas menikmati situasi ini.

Sial. Ben merutuk dalam hati.

Tanpa pikir panjang, ia langsung meraih kerah baju Natha dan menyeretnya ke arah ruang duel.

"Gue tepati janji buat duel dan haj*r lo," gumam Ben dengan suara rendah, penuh ancaman.

Natha bukannya gentar, justru menyeringai menantang. "Cih, mana gue takut!"

Di sudut ruangan, Djaksadaru, sepupu Ben yang lain, yang sejak tadi memperhatikan keduanya hanya bisa menghela napas panjang. Sudah berapa kali ia harus berperan sebagai penengah setiap kali dua Mas-nya itu mulai bertingkah seperti anak kecil.

"Lama-lama jengkel juga dengan kelakuan mereka!" gerutunya pelan, tangannya otomatis membenarkan letak kacamata minusnya.

Ia tahu kalau mereka terus dibiarkan seperti ini, pasti akan ada kekacauan besar. Dan jika sampai Sean atau para tetua mengetahuinya, pasti akan membuat gempar seisi rumah utama.

Astaga, kenapa ia harus selalu jadi pihak yang waras di antara dua orang keras kepala itu?

1
JustReading
Sama sekali tidak mengecewakan. Sebelumnya aku berpikir bakal biasa saja, ternyata sangat bagus!
Nadeshiko Gamez
Mantap thor, terus berkarya ya!
Ludmila Zonis
Bravo thor, teruslah berkarya sampai sukses!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!