NovelToon NovelToon
Gelora Cinta Sang Bodyguard

Gelora Cinta Sang Bodyguard

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Cintamanis / Mafia / Pengantin Pengganti Konglomerat / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:12.3k
Nilai: 5
Nama Author: nonaserenade

Benjamin ditugaskan kakaknya, menjadi pengawal pribadi Hayaning Bstari Dewi Adhijokso, putri bungsu ketua Jaksa Agung yang kehidupannya selama ini tersembunyi dari dunia luar.

Sejak pertama bertemu, Haya tak bisa menepis pesona Ben. Ia juga dibantu nya diperkenalkan pada dunia baru yang asing untuknya. Perasaannya pun tumbuh pesat pada bodyguard-nya sendiri. Namun, ia sadar diri, bahwa ia sudah dijodohkan dengan putra sahabat ayahnya, dan tidak mungkin bagi dirinya dapat memilih pilihan hatinya sendiri.

Tetapi, segalanya berubah ketika calon suaminya menjebaknya dengan obat perangs*ng. Dalam keputusasaan Haya, akhirnya Ben datang menyelamatkan nya. Namun Haya yang tak mampu menahan gejolak aneh dalam tubuhnya meminta bantuan Ben untuk meredakan penderitaannya, sehingga malam penuh gairah pun terjadi diantara mereka, menghilangkan batas-batas yang seharusnya tidak pernah terjadi di malam itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nonaserenade, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

34. Kedunguan Benjamin

Dini hari, Ben harus meninggalkan Hayaning karena mendapat panggilan dari Brata.

"Aku titip dia, Mas," ucap Ben pada Sean sebelum pergi.

Sean mengangguk paham, menyandarkan tubuhnya di ambang pintu dengan tangan terlipat. "Hati-hati, little boy."

Ben hanya mendengus kecil. "Ya, Mas."

Tanpa banyak kata lagi, ia melangkah keluar, menuju motor gedenya yang terparkir di halaman. Suara mesin menggeram pelan saat dinyalakan. Ben memang menyukai motor-motor besar, itu sebabnya ia sengaja meninggalkan satu di rumah Sean untuk berjaga-jaga.

Dalam keheningan dini hari, ia melesat pergi, meninggalkan kediaman kakaknya, membawa pikirannya yang kini tak sepenuhnya tenang.

Menempuh perjalan yang cukup memakan waktu, sampailah Ben di kediaman Adhijokso. Rumah itu benar-benar ketat dijaga Paspampres sebab kejaksaan agung benar-benar tengah melakukan operasi besar-besaran di bawah kepemimpinan Brata. Menangkap para koruptor, menelusuri aliran dana ilegal, dan membongkar jaringan kejahatan yang selama ini bersembunyi di balik kekuasaan.

Ben menepikan motornya di luar pagar, mengamati situasi dengan sorot tajam. Kendaraan dinas berjejer di halaman, dan beberapa petugas berlalu-lalang dengan ekspresi serius. Ia melepaskan helmnya, lalu melangkah mendekat dengan langkah mantap.

Seorang pengawal segera menghampirinya. "Tuan Benjamin ya?"

Ben mengangguk singkat.

"Pak Brata menunggu di dalam."

Tanpa banyak bicara, Ben mengikuti pengawal itu. Begitu melewati pintu utama, matanya langsung menangkap sosok Bara yang penuh amarah menatap nya. Pria itu... Apa segitunya frustasi sebab adiknya bersama Ben?

Bara hendak mendekati, tetapi langkah nya terhenti sebab tak akan membawa manfaat apapun menghajar pria itu sekarang.

Ben sendiri tak tertarik dengannya. Ia terus berjalan menuju ruang kerjanya, tempat Brata sudah menunggunya.

Begitu pintu dibuka, ia mendapati Brata berdiri di sana, membelakanginya, menghadap jendela besar dengan punggung lurus. "Masuk," ucapnya tanpa menoleh.

Ben melangkah masuk, menutup pintu perlahan. "Apa yang terjadi Pak?"

Brata menghela napas berat sebelum berbalik, menatap Ben dengan sorot mata yang lelah. Ia duduk di kursinya dan mempersilahkan Ben untuk duduk juga.

Tangannya bertumpu pada meja, jemarinya saling bertaut seolah sedang mempertimbangkan sesuatu. Setelah beberapa saat hening, ia akhirnya membuka suara.

"Tidak mudah untuk saya, maka saya ingin kamu menjaga Hayaning sebaik-baiknya. Saya pun sudah berbicara dengan kakakmu, Sean, bahwa saya akan menggunakan jasa para pengawal di Security Zachary Crop lebih banyak. Sementara Paspampres yang diturunkan pak Presiden akan menjaga rumah ini dan keluarga saya yang lainnya."

Ben mengangguk paham, "saya mengerti."

Brata kembali menghela nafas, "Ben, Hayaning esok memiliki jadwal apa?"

"Nona akan tampil bermain piano di hotel X atas undangan dari salah seorang pengusaha yang akan merayakan ulang tahun istrinya." Ujarnya menjelaskan.

Brata mengangguk paham, "dia memang anak yang pintar, berbakat dan sangat cerdik. Ben... Hati-hati dengan putri bungsu saya sebab diam-diam ia menghanyutkan." Ujar Brata dengan bangga yang diam-diam selalu memperhatikannya.

Ben terkekeh pelan, "maka saya percaya dengan ucapan bapak."

Setelah pertemuan itu, Ben segera keluar dari ruang kerja Brata. Namun, langkahnya terhenti ketika Bara menghadangnya. Seketika, para pengawal yang berjaga langsung bersiaga menjaga mereka berdua.

Mata mereka bertemu dalam tatapan tajam yang saling menantang. Ben tetap tenang, ekspresinya santai namun sengaja memprovokasi. Sementara Bara, yang posturnya lebih kecil dibanding Ben yang besar bak gapura kabupaten, terlihat tegang dengan rahang mengatup keras.

"Di mana adik saya, sialan?!" geram Bara, suaranya tertahan amarah.

Ben hanya menatapnya tanpa tergesa-gesa, lalu menjawab dengan nada datar, "Di tempat yang aman, di mana tak seorang pun bisa mengusik dan mengganggunya."

"Kembalikan adik saya, bawa dia pulang kehadapan saya!" Rahang Bara makin mengetat ketika ekspresi wajah Ben sengak kepadanya.

Ben tetap berdiri dengan sikap santai, tanpa terganggu dengan sorot mata lawan bicaranya.

"Bukan wewenang saya untuk menuruti perintahmu," jawab Ben begitu tenang, namun cukup tajam untuk menusuk kesabaran Bara.

Bara mengepalkan tangan, matanya menyala penuh kemarahan. "Jangan bermain-main dengan saya, Benjamin. Saya tidak akan tinggal diam melihat adik saya dibawa pergi oleh seseorang sepertimu!"

Ben menatapnya lama, seakan menimbang-nimbang sesuatu sebelum akhirnya mendekat. Ia menundukkan sedikit kepalanya, menyamakan tinggi mereka, lalu berbicara dengan suara rendah yang mengandung ancaman halus.

"Saya tidak membawa Nona Hayaning pergi, tapi saya memastikan dia ada di tempat yang paling aman. Dan kalau pak Bara merasa bisa menuntut saya untuk membawanya kembali… cobalah. Lihat sejauh mana bapak bisa melangkah."

Bara hampir saja melayangkan pukulannya jika saja para pengawal tidak langsung bergerak menahannya. Napasnya memburu, rahangnya mengatup keras.

"Sialan, lihat saja saya akan membawa Hayaning kembali!"

Ben hanya terkekeh kecil, tidak terintimidasi sedikit pun. "Well, Hayaning saja takut padamu dude," ucapnya santai sebelum berbalik dan melangkah pergi.

"Bedebah!" Pekik Bara menggeram berat.

Setelah ia keluar dari rumah Adhijokso, helaan napas panjang lolos dari bibirnya.

Ben berjalan menuju motornya, menyalakan mesin dengan satu sentakan, suara geramnya menggema di udara sunyi.

Dengan satu tarikan gas, motornya melaju menerobos jalanan lengang, menuju tempat di mana seseorang tengah tertidur lelap tanpa tahu bahwa namanya baru saja menjadi bahan perbincangan.

•••

Jam weker berbunyi keras, membangunkan Hayaning dari tidur nyenyak nya.

"Pukul lima," gumamnya, dengan sisa kantuknya ia segera pergi ke kamar mandi membasuh wajahnya agar lebih segar. Ah tak hanya itu, ia memutuskan untuk segera mandi pagi.

Segar bercampur dingin menyatu padu ketika air shower yang disengaja tanpa menyalakan air hangat membasuh tubuhnya. Sensasi dinginnya membuatnya tersadar sepenuhnya, mengusir kantuk yang masih tersisa.

Ketika dirinya sudah selesai membersihkan diri, Hayaning segera mengenakan pakaiannya—gaun putih bermotif buah ceri yang jatuh anggun di tubuhnya.

Ia melangkah ke depan cermin, menyisir rambutnya sembari bersenandung kecil. Tatapannya menelusuri bayangan dirinya sendiri, menyadari wajahnya yang lebih tirus dan mata pandangannya yang lebih kentara.

Hayaning menghela napas pelan, mencoba mengumpulkan ketenangan sebelum menyambut hari ini.

Namun, ia terpaku pada suara riuh yang terdengar di luar pagi-pagi itu. Hayaning membuka pintu balkon kamar, lalu mendekati pagar dan menunduk untuk melihat ke arah bawah. Ternyata, Ben dan kakaknya sedang memberikan instruksi kepada para anak buah mereka.

Hayaning memperhatikannya. Ben terlihat begitu tegas dan berwibawa di hadapan para anak buahnya. Namun, ketika matanya terus mengamati pria itu, tiba-tiba Ben mendongak.

Tatapan mereka bertemu. Hayaning tersentak kecil, cepat-cepat Hayaning membuang pandangannya, ish, ia macam maling yang ketahuan tengah berbuat nista.

Tetapi Ben sudah lebih dulu menyunggingkan seringai tipis. "Selamat pagi, Nona," suaranya terdengar jelas meski jarak mereka cukup jauh.

Hayaning mengerjap, lalu berdeham pelan. "Pagi," balasnya singkat, berusaha bersikap biasa saja.

Sementara Sean tersenyum menyeringai, ia seperti berkaca dengan dirinya sendiri. Bedanya, si bodoh disampingnya ini begitu denial terhadap perasaan hatinya.

Ben masih menatap Hayaning, seolah ingin mengatakan sesuatu, tetapi kemudian ia hanya menggelengkan kepala kecil sebelum kembali fokus pada anak buahnya.

Hayaning diam di tempatnya beberapa saat, memperhatikan bagaimana pria itu kembali mengeluarkan instruksi dengan nada tegasnya. Sebelum akhirnya Ia menghela nafas panjang lalu memutuskan untuk keluar dari kamar.

Kakinya menuruni anak tangga, dan ia mendapati Lara yang tengah duduk di sofa ruang utama sembari menggendong putrinya.

"Pagi, Mbak," sapa Hayaning.

Lara menoleh, lalu tersenyum hangat. "Pagi, Mbak Haya." Sapanya juga dengan wajah berseri-seri lalu menepuk sofa disebelahnya. "Duduk sini."

Hayaning mengangguk kecil, kemudian duduk di sebelah Lara.

"Tidurmu nyenyak?" tanyanya sembari membetulkan posisi Kinan yang nyaman dalam gendongannya.

"Cukup nyenyak Mbak, terimakasih ya sudah izinkan aku menginap disini."

"Sama-sama, aku malahan seneng lho kamu menginap disini, jadi berasa ada teman."

Hayaning tersenyum lembut lalu matanya tertuju pada si bayi yang tengah menatapi ibunya.

"Kinanti biasa bangun pagi Mbak?"

"Biasanya pukul delapan, tapi ini gara-gara bapaknya berisik tuh diluar ya dia jadi kebangun."

Hayaning terkekeh kecil dan tak lama itu dua pria berbadan besar menghampiri mereka. Mata kedua perempuan itu menelisik, memperhatikan keduanya.

Sean memiliki fitur wajah yang lebih dominan khas Indonesia, dengan warna mata dan rambut hitam, tetapi sentuhan gen Belanda di garis keturunannya memberi kontras yang mencolok—membuat ketampanannya tampak semakin tajam.

...(Sean Soedjono)....

Sementara itu, Benjamin benar-benar mencerminkan keturunan Eropa yang lebih kuat. Wajahnya bule sepenuhnya, dengan warna mata dan rambut cokelatnya yang sedikit lebih terang, menjadi ciri khasnya yang tak bisa disamakan dengan sang kakak.

...(Benjamin Soedjono)...

"Kinan bangun?" Tanya Sean begitu melihat putrinya melek.

"Ya bangun lah, nih ngga liat matanya melek?" Lara mendengus kecil.

Sean terkekeh kecil, "maaf ya," lalu ia duduk disamping istrinya, hendak mengambil alih Kinanti tetapi Lara menjauhkannya.

"Etss udah cuci tangan? Bersih kan kamu?

Sean mendengus kecil, lalu mengangkat kedua tangannya, memperlihatkan telapak tangannya yang bersih. "Aku udah mandi, sayang, udah cuci tangan juga sebelum masuk kesini," ujarnya santai.

Lara masih menatapnya curiga sebelum akhirnya menyerahkan Kinanti ke pelukan Sean. Dengan cekatan, Sean menimang putrinya, dan seketika ekspresinya melunak saat menatap bayi mungil itu dengan penuh kasih.

...(Lara Serenita Diajeng Soenarto—istri Sean)....

Di sisi lain, Ben sejak tadi tak melepaskan pandangannya dari Hayaning. Perempuan itu tampak tersenyum kecil, memperhatikan interaksi pasangan suami istri yang menurutnya—entah bagaimana tidak sedap dipandang matanya—Ah meresahkan.

...(Hayaning Bstari Dewi Adhijokso)...

Waktu pun terus berlalu, tetapi tak ada satu pun dari mereka yang membuka suara. Keheningan di antara Ben dan Hayaning justru semakin terasa mencolok. Sean, yang cukup peka terhadap situasi, akhirnya memutuskan untuk berdiri, menggendong Kinanti dengan satu tangan, lalu menggamit tangan Lara.

"Kita pindah yuk," ajak Sean.

Lara yang peka langsung menangkap maksud suaminya. Ia melirik sekilas ke arah Ben dan Hayaning yang masih saling diam, lalu tersenyum mengerti.

"Oh, aku tahu kenapa," gumamnya pelan, cukup untuk membuat Sean terkekeh kecil.

"Ayo," Sean menarik tangannya lembut, membimbingnya pergi sebelum suasana makin canggung.

Setelah mereka menghilang dari ruangan, keheningan semakin terasa di antara Ben dan Hayaning.

Ben akhirnya menghela napas, menyandarkan tubuhnya ke sofa. "Kamu kenapa diem aja?" tanyanya santai.

Hayaning balas menatapnya, menyilangkan tangan di dada. "Harusnya aku yang nanya. Kenapa dari tadi matamu ngga lepas dari aku?"

Ben menatapnya lebih lama sebelum akhirnya membuka mulut. "Saya rasa, pandangan saya tersesat didalam matamu."

Hayaning sedikit melebarkan matanya lalu ia mendengus sebal, memutar bola matanya dengan ekspresi muak. "Ngga jelas!" ujarnya ketus, lalu beranjak pergi, meninggalkan Ben yang kini justru linglung sendiri.

Apa-apaan tadi? Kenapa dia bisa mengeluarkan kalimat selebay itu?

Ben mengusap wajahnya kasar, merasa konyol sendiri. Tapi… dia juga tidak suka dengan versi Hayaning yang selalu diam seperti itu. Ben tak suka diabaikan, dan dia benci perasaan itu.

"Dia masih marah gara-gara di bioskop tempo lalu? Yang bener aja!" gumam Ben frustrasi sendiri.

Daripada terus tenggelam dalam pikiran dungu yang tidak jelas dan emosi yang tak menentu, lebih baik dia mandi. Setidaknya, air dingin bisa sedikit menyegarkan kepalanya yang sering dibuat pening oleh nona-nya itu.

1
Nurul Halimah
kok blum up2 ya bolak blik buka blom up2 juga penasarn kisah slanjutnya
Nurul Halimah
lagi nungguin up nya thor
Indah Widi
keren thor,,,👍
di tunggu bab selanjutnya 💪😊
yumi chan
km hrs bisa mjauhi ben haya...biarlh ben yg mndrita karna terluka dgn kt2nya sndri jgn jd wnita yg lmh karna cinta..
yumi chan
jgn bdh hya pergilh jauh..bt apa km berthn dgn orng yg gk mau srius dgn km...bknkh ben sm jga dgn adipti..bt apa km msh berhrp pdnya
yumi chan
dsr km bdh hya mau aja sm lk2 bjnign kyk bnji
Nurul Halimah
bagus bnget sampai ngerasain gmna jadi si little rose karakternya okeee
JustReading
Sama sekali tidak mengecewakan. Sebelumnya aku berpikir bakal biasa saja, ternyata sangat bagus!
Nadeshiko Gamez
Mantap thor, terus berkarya ya!
Ludmila Zonis
Bravo thor, teruslah berkarya sampai sukses!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!