Zahira terpaksa menerima permintaan pernikahan yang diadakan oleh majikannya. Karena calon mempelai wanitanya kabur di saat pesta digelar, sehingga Zahira harus menggantikan posisinya.
Setelah resepsi, Neil menyerahkan surat perjanjian yang menyatakan bahwa mereka akan menjadi suami istri selama 100 hari.
Selama itu, Zahira harus berpikir bagaimana caranya agar Neil jatuh cinta padanya, karena dia mengetahui rencana jahat mantan kekasih Neil untuk mendekati Neil.
Zahira melakukan berbagai cara untuk membuat Neil jatuh cinta, tetapi tampaknya semua usahanya berakhir sia-sia.
Bagaimana kelanjutan kisahnya? Ikuti terus cerita "100 Hari Mengejar Cinta Suami" tentang Zahira dan Neil, putra kedua dari Melinda dan Axel Johnson.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nopani Dwi Ari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.26
Kabar pulangnya Zahira sudah tersebar, di kediaman Johnson. Hanya Neil yang tak diberitahu, bahkan Nathan yang jauh disana diminta untuk kembali.
"Baik, Dad. Nanti aku kembali," kata Nathan, setelah selesai sarapan bersama dengan Maureen dan Julian.
"Iya, jangan lupa beritahu Oma dan Opa mu. Biar mereka tenang." kata Axel di sebrang telepon.
"Iya." Jawab Nathan, lalu mematikan panggilan dengan sang ayah. Nathan melirik Maureen yang bersiap kembali mencari Zahira, Nathan berpikir apakah dia akan mengerjai Maureen?
"Mengerjai sedikit pun, tidak apa." Kekeh Nathan dalam hati, berubah menjadi jahil.
"Ayo cepat," ajak Maureen dengan ketus.
"Kita naik, apa? Apa harus memakai kuda? Biar seperti putri dan pangeran?" cibir Nathan, membuat Maureen menatap lelaki di depannya. Tak menyangka Nathan bisa juga bercanda.
"Kita ... Emm naik sepeda saja." Putus Maureen.
"Bilang saja, kamu ingin memelukku lagi." Celetuk Nathan tersenyum miring, membuat Maureen mengerutkan kening.
"Ish ... Mana ada," ucapnya dalam hati.
Bukan sepeda yang ada, tapi yang ada hanya mobil milik Ello yang Nathan pinjam. Dan di antar kan oleh anak buah sang Opa.
"Ayo naik, jangan harap aku membukakan pintu untukmu." Cetus Nathan, membuat Maureen memutar bola mata malas.
Dia pun masuk kedalam mobil, ya setidaknya itu akan terasa nyaman. Dari pada menaiki sepeda, atau jalan kaki mungkin kemarin Nathan sedang mengerjai dirinya.
Nathan melajukan mobil, menuju jalanan rumah sakit dimana Zahira sempat dirawat. Namun, bukan rumah sakit tujuannya.
*****
Beda Kakak beda pula adiknya, Neil dilanda galau tingkat tinggi. Dia terus saja duduk termenung di balkon apartemen milik Theo, seharian dia bertahan di luar dan belum beranjak sama sekali.
Theo yang melihat itu hanya menggeleng, dan membiarkan sepupunya tersebut.
"Bagaimana dia?" tanya David, David juga ikut menginap di tempat Theo.
"Lagi merenung, sudahlah dia pasti baik-baik saja." Ucap Theo, lalu kembali memainkan game bersama David.
"Oh ya, lo udah kasih tahu Kak Melinda?" tanya David.
"Belum, lagian gue yakin. Kak Mel gak akan peduli sama dia," kekeh Theo.
"Dasar lo, tapi iya sih." Tawa David dan Theo pecah, sangat puas menertawakan nasib Neil. Siapa suruh bermain-main dengan pernikahan juga tidak percaya pada keluarga sendiri.
Malam semakin larut, tak ada tanda-tanda Neil beranjak dari duduknya. Bahkan Theo dan David sudah tertidur di ruang tengah dimana televisi masih menyala. Helaan nafas Neil terdengar, entah sudah berapa kali dia menghela napas dengan kasar. Merutuki diri sendiri karena terlalu dibutakan oleh cinta, sehingga dia kehilangan yang tulus mencintainya.
Dia memutuskan untuk masuk kedalam, karena merasakan lapar. Saat tiba di dapur tak ada yang dapat dimakan, dan memutuskan untuk masak mie instan saja.
Neil melirik ke arah ruang tengah dan menggeleng, lalu mematikan televisi dan melanjutkan memasak mie. Lima menit kemudian, mie instan sudah siap. Neil membawanya ke balkon kamar, menikmati suasana malam dengan langit yang gelap tak ada bintang. Sepertinya semesta pun tahu, bahwa dia sedang galau.
Teringat masakan Zahira yang selalu dia makan saat sarapan, makan siang dan makan malam seringnya di luar.
"Zahira, apa kamu akan memaafkan aku?" gumamnya.
Teringat akan surat perjanjian, Neil menghubungi Erik yang pasti sudah terlelap ke alam mimpi.
Erik mengumpat pada ponsel yang terus saja berdering, dia melihat siapa pengganggu malam-malam begini.
"Neil? Mau apa, dia?" gumam Erik, mengumpulkan kesadarannya.
"Ada apa, Neil?" tanya Erik sedikit ketus.
"Sorry. Rik, gue ganggu malam-malam."
"Jelas lo sangat mengganggu sekali. Lo gak tau aja gimana adek lo, saat kita kerja bareng." Celetuk Erik, terdengar tawa dari seberang telepon.
"Cepat katakan, gue harus bangun pagi. Adek lo itu cerewetnya minta ampun, kalo gue telat. Ceramahnya gak akan berhenti," kesal Erik.
"Oke, gue mau tanya soal surat perjanjian gue sama Zahira."
Neil tak meneruskan ucapannya, sesak rasanya bila teringat bagaimana dia memperlakukan sang istri. Erik dengan setia, mendengarkan sahabat sekaligus bosnya tersebut.
"Hancurkan saja," celetuk Neil.
Membuat Erik terdiam seketika, dia ingin memastikan apa benar. Neil ingin membatalkan perjanjian tersebut?
"Rik, lo masih disitu kan?" tanya Neil.
"Eh, iya, iya. Gue masih disini. Lo yakin mau membatalkan, surat perjanjian itu?" tanya Erik memastikan.
"Ya, gue ... Pokoknya gue minta hancurkan surat itu." Titah Neil, lalu mematikan sambungan panggilannya. Membuat Erik berdecak kesal, tapi tak membutuhkan waktu lama Neil memanggil kembali.
"Apa lagi?"
"Jangan dulu dihancurkan, serahkan sama gue." Ucapnya.
"Iya." Jawab Erik dengan singkat, lalu mematikan sambungan telepon.
Neil menghembuskan nafasnya dengan pelan, satu masalah selesai. Tinggal kini bagaimana caranya, Neil meluluhkan Zahira tapi sebelum itu dia harus mencari istrinya tersebut.
***
Sementara itu di tempat lain, Zahira menatap Jasmine yang sedang bercerita pada Neneknya.
"Aku mau punya, Mama seperti Tante Zahira. Dia baik, sayang sama aku, perhatian sama aku dan masih banyak lainnya." Oceh Jasmine, membuat sang Nenek yang bernama Rosma tertawa pelan. Sesekali dia melirik pada Zahira, yang tersenyum tipis.
Ethan memperkenalkan Zahira, sebagai pengasuh Jasmine. Rosma kira, Zahira adalah calon istri dari Ethan.
"Kenapa, kamu gak minta tante Zahira buat jadi Mama kamu saja sayang!" celetuk Rosma pada Jasmine, membuat Zahira tersedak minumannya.
"Zahira, kamu tidak apa-apa?" tanya Ethan, pertanyaan sang ibu bener-bener keterlaluan.
"Tidak apa-apa, saya baik-baik saja tuan. Nyonya," kata Zahira.
"Nenek, Tante Zahira sudah menikah. Dan sedang hamil," ungkap Jasmine.
"Menikah?" tanya Rosma tak percaya.
"Eh, i-iya Nyonya. Saya sudah menikah. Namun, ada masalah dengan suami saya jadi saya bekerja saja bersama tuan Ethan." Jelas Zahira, membuat Rosma mengangguk. Dalam hati wanita paruh baya tersebut sangat sedikit kecewa, dia hanya ingin melihat Ethan menikah lagi.
"Saya, permisi ke belakang Nyonya. Tuan," pamit Zahira, di jawab anggukan oleh Rosma dan Ethan. Zahira membiarkan Jasmine melepas rindu dengan Neneknya.
Zahira sendiri memilih duduk di taman belakang, memikirkan sedang apakah Neil dan Livia? Apa mereka sedang berbahagia, menunggu kelahiran anak mereka? Lalu, apakah Melinda, Axel dan yang lainnya mencarinya?
Berbagai pikiran buruk selalu masuk kedalam kepalanya mungkin hormon kehamilan membuatnya sangat sensitif, padahal dia selalu berpikir positif bahwa salah satu dari keluarga Johnson mencarinya.
"Jangan melamun, nanti kesambet lagi." Celetuk Ethan, membuat Zahira menoleh dan tertawa. Mana mungkin dia kesambet yang ada setannya takut sama dia.
"Minumlah, untuk menghangatkan badan. Dan jangan terlalu lama diluar, gak baik buat kesehatan apalagi kamu sedang hamil." Ujar Ethan.
"Terima kasih." Kata Zahira, dia menghirup aroma teh melati yang sangat wangi. Kata Ethan teh ini racikan dari ibunya jadi aman untuk bumil.
****
Maureen menatap Nathan dengan kesal, dia kira bakal mencari Zahira. Tapi dia malah diajak berbelanja oleh-oleh untuk keluarganya, dan Maureen bersyukur karena pada akhirnya Nathan akan pulang juga.
"Alasan saja, bilang aja mau jalan bareng gue." Gerutu Maureen.
Tapi ada rasa yang tak bisa dijelaskan, entah apa itu dia pun tak tahu.
"Ayo kita pulang, mengapa melamun? Atau mau saya tinggal?"
Tanpa kata Maureen mengikuti Nathan, dengan beberapa belanjaan di tangan kanan dan kirinya. Jangan harap Nathan bersikap romantis padanya.
“Ehh, Maureen bodoh. Apa yang kamu pikirkan, bodoh! Bodoh!” gumamnya dalam hati, dia menatap Nathan yang berjalan di depannya.
Bersambung ...
Maaf typo
lanjut Thor
emang enak