jhos pria sukses yang di kenal sebagai seorang mafia, mempunya kebiasaan buruk setelah di selingkuhi kekasih hatinya, perubahan demi perubahan terjadi dia berubah menjadi lebih kejam dan dingin, sampai akhirnya dia tanpa sengaja membantu seorang gadis mungil yang akan menjadi penerang hidupnya. seperti apakah kisahnya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aak ganz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34
Keesokan harinya, seperti yang sudah direncanakan, mereka pergi berlibur ke Pulau Cincang. Pulau itu memiliki pemandangan yang indah dengan pantai bersih yang menyatu dengan alam.
Mereka pergi berlima, ditemani beberapa pengawal yang disuruh oleh Jhos untuk berjaga di kejauhan guna melindungi mereka jika ada kejahatan yang tiba-tiba. Jhos telah mengatur semuanya demi keamanan mereka. Karena di pulau itu tidak ada hotel, mereka mendirikan beberapa tenda sebagai tempat menginap. Dengan semua persiapan, mulai dari makanan hingga pakaian ganti, mereka berencana menginap selama empat malam di sana.
Di hari pertama, mereka merasa terlalu lelah karena perjalanan ke sana memakan waktu beberapa jam. Setibanya, mereka langsung beristirahat di tenda yang sudah disiapkan. Namun, tidak dengan Jhos. Dia tidak langsung masuk ke tendanya. Sebaliknya, dia berjalan ke pinggir pantai, menikmati pemandangan yang indah.
Jhos tersenyum sambil menikmati sejuknya angin pantai. Ia merentangkan tangannya, merasa pikirannya tenang dan perasaannya sejuk, selaras dengan suasana di sana.
Tak lama, Nisa datang menghampirinya. Jhos mengenali aroma khas tubuh Nisa tanpa perlu berbalik. Sambil tetap memandang laut, Jhos menyapanya.
"Kenapa kamu secepat itu bangun? Bukankah kamu harus istirahat terlebih dahulu?" tanya Jhos.
"Aku sudah cukup tidurnya. Ini kita pergi liburan, bukan pergi tiduran," jawab Nisa santai, membuat Jhos akhirnya membalikkan badannya. Ia lalu menarik tangan Nisa agar lebih dekat dengannya.
"Kamu sekarang semakin pintar berbicara, kamu mengalahkanku," ucap Jhos.
Nisa tersenyum. "Jhos, maafkan aku. Sebenarnya, aku memang tidak pernah marah padamu. Aku tidak mungkin bisa melakukannya. Aku hanya ingin menghukummu dengan cara mencoba mengabaikanmu," ungkap Nisa, akhirnya menjelaskan semuanya kepada Jhos.
"Kenapa kamu melakukan ini? Kamu tahu tidak, aku sangat kesepian. Rasanya seperti hidup sendirian di dunia ini tanpa kehadiranmu yang terus mengabaikanku," kata Jhos sambil menggenggam erat tangan Nisa.
"Aku tahu itu. Makanya, aku berpura-pura agar kamu juga merasakan apa yang aku rasakan," lanjut Nisa, sambil melepaskan genggamannya dan berlari menjauh.
"Sialan! Ternyata kamu mengerjai aku, ya? Hei, awas kamu! Kamu membuatku seolah-olah mau mati karena sikapmu!" teriak Jhos sambil mengejar Nisa.
Jhos mengejar Nisa di pinggir pantai. Nisa langsung berlari menuju air, membasahi kakinya. Melihat itu, Jhos ikut berlari ke pantai dan akhirnya menangkap Nisa, lalu memeluknya erat.
"Nisa, jangan pernah tinggalkan aku lagi, apalagi mengabaikanku seperti kemarin," pinta Jhos dengan suara berbisik di telinga Nisa, masih ngos-ngosan setelah berlari tadi.
Nisa menyentuh wajah Jhos dengan kedua tangannya sambil tersenyum, lalu tiba-tiba mencium bibir Jhos. Jhos pun membalasnya dengan senang hati, karena itulah yang dia dambakan selama ini.
"Nisa, aku sudah lama tidak melakukannya. Apa malam ini kita bisa melakukannya di tenda?" goda Jhos, mulai bersikap mesum setelah merasakan ciuman itu.
"Tidak boleh. Enak saja! Kejar aku dulu," tolak Nisa sambil tersenyum menggoda. Dia sengaja berlari lagi, meskipun sebenarnya dia juga menginginkannya. Melihat itu, Jhos yang sudah bergairah langsung mengejar Nisa yang berlari kembali.
Di kejauhan, Ferdinan dan Jasmin menyaksikan putra dan putri mereka sambil tersenyum.
"Kamu lihat tidak? Mereka sangat serasi. Semoga mereka tetap bahagia," ucap Ferdinan, tersenyum bangga.
Jasmin, yang juga menyaksikan, tersenyum lalu menoleh ke arah Ferdinan yang tampak tampan dengan senyumnya.
"Aku jadi iri dengan mereka," kata Jasmin tiba-tiba. Ferdinan langsung mengalihkan pandangannya ke arah Jasmin.
"Maksudmu?" tanya Ferdinan sambil menyipitkan matanya.
"Aku iri karena mereka bisa begitu romantis dengan pasangannya. Tidak seperti kita yang sama-sama sudah ditinggalkan untuk selamanya," jawab Jasmin, memandang bola mata Ferdinan.
"Hem... itu sudah takdir kita. Kita harus mengikhlaskan mereka yang pergi meninggalkan kita," balas Ferdinan sambil mengalihkan pandangannya ke bawah.
"Ferdinan, aku tidak menyangka kita akan seperti ini. Dulu, kita adalah sepasang kekasih seperti Nisa dan Jhos, tetapi akhirnya berpisah karena menikahi sahabat kita," ucap Jasmin dengan nada lirih.
"Ferdinan, bukankah kamu menyadari semua ini? Mungkin saja kita ditakdirkan untuk berjodoh," lanjut Jasmin, membuat Ferdinan terkejut dengan ucapannya.
"Maksud kamu, kita bisa bersatu kembali?" tanya Ferdinan, masih tidak mengerti.
"Bukan itu maksudku. Tapi kalau kamu mau, kita bisa bersatu kembali. Aku masih mencintaimu. Kenapa kita tidak menikah saja?" ucap Jasmin, yang akhirnya mengungkapkan perasaannya. Walaupun Ferdinan kini sudah berusia 45 tahun, beda 3 tahun darinya yang kini berumur 42 tahun, Jasmin tidak peduli.
Ferdinan terdiam, tidak percaya dengan ucapan Jasmin. Dia memandang wajah Jasmin dengan terkejut.
"Jasmin, apa kamu tidak malu kalau menikah dengan pria seperti aku?" tanya Ferdinan, masih ragu.
"Hem… buat apa aku malu? Kalau aku malu menikah denganmu sekarang, kenapa dulu aku mau menjadi kekasihmu saat kamu adalah pria paling miskin di sekolah? Tapi karena kamu baik hati dan perhatian, aku tidak peduli. Walaupun akhirnya kamu memilih menikah dengan sahabatku, Anjasmara, aku tetap mencintaimu."
Jasmin melanjutkan, "Sampai akhirnya aku menikah dengan sahabatmu, Huan Chen, aku mulai mengerti bahwa kita memang tidak bisa bersama. Tapi sekarang, aku merasa kamu sangat perhatian denganku. Apa salahnya kalau aku mencintaimu lagi? Ferdinan, nikahilah aku. Kita mungkin memang sudah berjodoh, dan aku akan menjadi istri yang baik untuk merawatmu hingga tua bersama."
Ferdinan masih terdiam. Dia menatap mata Jasmin, tidak percaya dengan semua penjelasannya. Sebenarnya, Ferdinan hanya ingin peduli sebagai sahabat, tanpa ada niat lain.
"Tapi, Jasmin, bukankah kita sudah tua…"
"Siapa bilang kita sudah tua? Kita belum berusia 50-an. Atau… apa kamu tidak mau menikahiku karena aku terlihat tua atau jelek di matamu?" Jasmin mulai kecewa dan berpikir macam-macam.
Ferdinan terkejut dengan ucapan itu. Dia langsung menarik tangan Jasmin yang hendak pergi, menghapus air matanya, dan berkata, "Jasmin, dengarkan aku. Aku tidak berpikir seperti itu. Kamu adalah wanita cantik, dan aku selalu menghargaimu. Aku hanya takut orang lain akan berpikir aku mendekatimu karena menginginkan hartamu. Aku tidak mau itu terjadi."
Jasmin menghapus air matanya. "Ferdinan, jangan dengarkan kata orang. Aku yang ingin menikahimu. Aku tidak mau memendam perasaan ini lagi. Aku akan bilang pada dunia kalau aku yang memaksa kamu menikah denganku, bukan sebaliknya."
Ferdinan terdiam, menatap wajah Jasmin yang penuh keyakinan. Dalam hatinya, ia tahu Jasmin tulus, tetapi ia masih bimbang dengan keputusan itu.