Liliana, gadis biasa yang sebelumnya hidup sederhana, dalam semalam hidupnya berubah drastis. Ayahnya jatuh sakit, hutang yang ia kira sudah selesai itu tiba-tiba menggunung. Hingga ia terpaksa menikah i Lucien Dravenhart , seorang CEO yang terkenal dingin, dan misterius—pria yang bahkan belum pernah ia temui sebelumnya.
Pernikahan ini hanyalah kontrak selama satu tahun. Tidak ada cinta. Hanya perjanjian bisnis.
Namun, saat Liliana mulai memasuki dunia Lucien, ia perlahan menyadari bahwa pria itu menyimpan rahasia besar. Dan lebih mengejutkan lagi, Liliana ternyata bukan satu-satunya "pengantin kontrak" yang pernah dimilikinya…
Akankah cinta tumbuh di antara mereka, atau justru luka lama kembali menghancurkan segalanya?
Cerita ini hanyalah karya fiksi dari author, bijaklah dalam memilih kalimat dan bacaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon boospie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 6 : Pernikahan
Dua hari kemudian....
Pagi ini dengan setelan yang cukup rapi, Liliana duduk disatu mobil bersama orang yang hari ini juga akan menjadi suaminya, Lucien tentu saja. Pernikahannya terbilang sangat cepat mengingat baru dua hari sejak pertemuan pertama mereka, tidak heran. Hanya pernikahan kontrak yang saling menguntungkan satu sama lain, semakin cepat semakin lebih baik.
Mereka akan pergi ke tempat dimana keduanya akan melangsungkan pernikahan.
Memandangi jalanan yang dipenuhi orang orang sedikit mengurangi beban pikiran Liliana, sedikit pun tidak ada keinginan untuk membuka suara agar keheningan diantara mereka menghilang.
Dalam diamnya Liliana, jantungnya berdebar bukan karena gugup ataupun tapi menanti momen sakral kali ini, melainkan rasa takut untuk menghadapi keluarga dan awak media yang sudah dipastikan akan datang. Kabar pernikahan seorang CEO Zetther Holdings sudah tersebar tadi pagi, Liliana sendiri terkejut apalagi para media.
Helaan napas lagi lagi keluar dengan halus, momen yang dulu menjadi impian Liliana, momen yang harusnya ia menikah dengan orang yang ia cintai dan mencintai nya, momen yang akan dihadiri oleh ayahnya. Semua itu tidak ada artinya sekarang, hidupnya akan dimulai hari ini, hidup yang tidak pernah dia inginkan.
Ia memejamkan matanya, dan berakhir tertidur.
"Apakah begitu nyaman hingga tertidur sangat pulas, Nona Montclaire?" suara bariton milik Lucien mampu membangunkan Liliana saat itu juga.
Ia mengedipkan mata beberapa kali membiarkan matanya kembali normal, ia melihat kearah Lucien yang menatapnya dengan tatapan datar dan sedikit mengintimidasi.
"Sudah sampai?" tanya Liliana.
"Dari dua jam yang lalu." Usai mengatakan hal itu, Lucien membuka pintu mobil dan keluar lebih dulu.
Liliana menahan diri untuk tidak memukul pria itu, ia memilih keluar lalu berjalan mengikuti Lucien.
Saat tiba digedung besar yang sama tinggi dan mewahnya seperti hotel kemarin ia tertarik untuk menatap sekelilingnya hingga pandangan itu menangkap sebuah nama yang terpampang jelas di depannya, The Rosewood Palace.
Setidaknya meskipun ia tidak memimpikan pernikahan ini, ia bisa merasakan gedung mewah yang akan membuatnya pusat perhatian nantinya. Hanya dengan menikmati hal yang tidak diinginkan, sedikit membantu meringankan perasaan.
Setelah cukup menikmati sekeliling, Liliana kembali mengikuti ritme langkah Lucien. Ia berjalan disamping kiri sedikit dibelakang, dengan postur tubuh tegak dan jalan yang anggun ia terlihat cukup percaya diri.
Lucien membawanya ke ruangan khusus tempat mereka yang akan menata diri bersama penata rias.
Pandangan gadis itu menyapu ke seluruh penjuru ruangan yang hampir seluas rumahnya, diujung sisi kanan terdapat berbagai gaun putih beragam design, sementara di sisi tengah tempat untuk berganti pakaian yang tertutup oleh gorden besar berwarna coklat, dan diujung sisi kiri tepat dihadapannya adalah tempat bermake up.
"Silahkan nona, anda bisa memilih gaun yang akan anda kenakan," ucap asisten penata rias dengan ramah sambil mengajaknya pergi ke area dimana banyak gaun terpajang.
"Mungkin jika anda tidak keberatan bisa bantu pilihkan untuk saya? Yang sederhana dan tertutup," ujar Liliana yang sudah dibuat bingung untuk memilih gaun gaun disana.
Ada perasaan tidak enak jika dirinya terlalu banyak memilih atau terlalu berlebihan, semua ini uang Lucien. Mau mengganti pun tidak ada, jadi ia akan memilih yang cukup sederhana dan tidak menonjol pastinya.
"Yang seperti ini nona?" ucap sang asisten sambil menunjukkan gaun yang terpakaikan di sebuah manekin.
Liliana mengangguk pelan kemudian menatap Lucien yang kemudian membuka mulutnya, "Sesuai keinginan nona Montclaire, hak anda untuk memilih."
Mendengar itupun Liliana setuju untuk mengenakan gaunnya.
Beberapa jam berlalu, Lucien sudah menunggu diluar ruangan sambil berbincang dengan Grack mengenai kelanjutan acaranya. Sementara Liliana masih sibuk dimake up dan di hair styling yang mungkin butuh waktu sebentar lagi untuk selesai.
"Tuan, Nona sudah siap," ucap asisten penata rias yang keluar untuk memberitahukan pada Lucien.
Lucien mengangguk, melirik kearah jam yang melingkar ditangannya, sudah hampir tiba. Ia pun memasuki ruangan itu.
Matanya mendapati Lilian begitu cantik dalam balutan gaun putih ditubuhnya, potongannya sederhana—membentuk lekuk tubuhnya. Kain lembutnya jatuh sempurna hingga menyentuh lantai.
Lengan gaunnya memanjang hingga sedikit di bawah siku, sebelum mengembang lembut dengan detail transparan yang nyaris tak terlihat—seperti kelopak bunga yang baru mekar. Setiap geraknya membuat ujung lengan itu melambai pelan, menambah kesan seolah ia bukan berjalan, melainkan melayang. Di belakangnya, kerudung panjang dari tulle tipis menghiasi rambut indahnya.
Lucien menatap gadis itu lama, polesan make up yang sesuai dengan bentuk wajah Liliana membuatnya semakin terlihat cantik. Sangat cantik.
...~• suddenly become a bride •~...
Di bawah langit biru yang bersih, tempat acara telah dihiasi dengan bunga-bunga putih dan krem, seolah alam pun ingin ikut merayakan hari yang sakral itu. Musik lembut mengalun, mengisi udara dengan kehangatan yang tenang. Tamu-tamu duduk rapi, menanti detik yang akan dikenang seumur hidup.
Kemudian ia muncul—mempelai wanita, dalam gaun putih yang menjuntai anggun di setiap langkahnya. Langkah demi langkah ia lalui, Gaunnya bergerak lembut, membelai lantai.
Liliana sadar, ia menjadi pusat perhatian saat ini. Semua orang tertuju padanya entah perasaan suka atau benci yang terbesit pada diri mereka masing-masing. Ia dapat melihat dari ekor matanya, beberapa wartawan sudah menangkap dirinya dalam sebuah kamera.
Ia merasa hampa, ini adalah hari yang mungkin diimpikan oleh orang orang, begitu dirinya dulu. Namun sekarang, disaat ia mewujudkan impian banyak orang, ayahnya masih terbaring sakit.
Tidak, Liliana harus kuat, ia bisa melakukan apapun disetiap saat, ia harus menunjukkan bahwa dirinya sedang baik-baik saja saat ini.
Saat tangan mereka bertemu di tengah altar, waktu seakan berhenti. Tak ada kata-kata yang benar-benar bisa menggambarkan momen itu. Suara pendeta menggema perlahan, mengikat janji suci di antara dua raga yang kini menjadi satu.
Dan ketika kata "sah" akhirnya terucap, Lucien perlahan mendekatkan wajahnya pada wajah Liliana. Jantungnya berdebar beribu kali lebih keras, mungkin saja Lucien dapat mendengarkannya, ini saatnya—Kiss?
Liliana tidak bisa menghadapi semua ini sehingga secara reflek menutup matanya kuat kuat.
"Bersikaplah seperti orang ciuman," bisik Lucien tepat dihadapannya yang hanya berjarak dua centimeter.
Lucien tidak benar benar mencium gadis itu, ia hanya memutar kepalanya membelakangi para tamu dan menutupi wajah keduanya dengan lengan besar Lucien. Sehingga seolah terlihat mereka sedang berciuman.
Disisi lain, sang nenek yang menyaksikan itu hanya terdiam. Sedari pagi ia hanya bingung dibuatnya, mendapat undangan dari cucunya sendiri secara tiba-tiba tanpa adanya perkenalan terlebih dahulu pada keluarga.
"Lucien!" teriak seorang wanita yang baru tiba diambang pintu, semua mata tertuju padanya.