Buat yang gak suka gerah, harap melipir!
Bukan bacaan untuk anak yang belum cukup umur.
Ketika Aishe didorong ke laut oleh Farhan tunangan tercintanya, semua rasa cinta berubah menjadi tekad untuk membunuhnya.
Aishe tidak pernah berpikir bahwa Farhan hanya mencintai uangnya, dan tega berselingkuh bahkan mendorongnya ke laut.
Ketika ombak menelan tubuh Aishe, dirinya berpikir akan mati, namun keberuntungan berpihak padanya. Aishe terdampar di sebuah pulau kosong selama 59 hari hingga suatu hari dia diselamatkan oleh Diego, seorang pengusaha yang tampan namun lumpuh.
Dengan kekuatan dan kekayaan Diego, Aishe memiliki identitas baru dan wajah baru, dia bahkan menjadi sekretaris pribadi Diego. Diego, pria yang kaya dan berkuasalah yang dapat membantunya membalas dendam pada Farhan.
Setelah balas dendam selesai, senyuman menyeramkan muncul di wajah Diego, yang membuat jantung Aishe berdegup kencang menunggu kalimat selanjutnya.
"Sekarang giliranmu untuk membalas budi padaku."
Aishe menatap pria yang mendekat di depannya, dalam hati dia berkata, "Lolos dari mulut buaya, malah masuk ke mulut singa."
Ini bukan novel garis lurus yang bisa diambil banyak pelajarannya. Jadi kalian bisa berhenti jika alir terasa berputar-putar, membosankan, jelek dan yang lain.
Silakan kembali tanpa meninggalkan kesan buru di komentar.
Selamat membaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KAY_21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Cinsel ilişki, antara dua orang yang saling menikmati, tetapi tidak saling cinta. Apa itu mungkin?
Dendam, rupanya mampu merubah seseorang dalam waktu yang singkat. Membutakan matanya, menenggelamkan akal sehatnya, hanya demi bisa meraih rasa puas atas pembalasan rasa sakit hatinya.
Tidak peduli, meski dia harus kembali masuk ke dalam neraka, atau bahkan mengorbankan seluruh hidupnya. Asalkan, dia bisa menarik musuhnya untuk merasakan hal yang sama.
Diego mencengkram pinggul Aishe dan kembali menariknya ke bawah. Menarik … mendorongnya ke atas lagi. Setiap detik yang terlewat, gerakan Diego menjadi semakin cepat dan itens.
Rasa sakit yang tiba-tiba berubah menjadi sesuatu yang sulit dijabarkan, perlahan membuat Aishe menikmatinya. Desah yang keluar bebas, terdengar sangat nyaring di telinga Diego
"Aaahh … hhaaahh …." Aishe mendongak, dengan tangan yang memegang dada bidang Diego yang duduk di hadapannya, sesekali menggigit bibir bawah dan mengerang.
Kini, Aishe sedikit-demi sedikit mengambil alih kendali. Menaik, turunkan pinggulnya sendiri tanpa bantuan tangan Diego.
"Kamu menikmatinya, Sayang."
"Saya cepat belajar, Tuan."
Hanya demi balas dendam. Benar, semua demi balas dendam saja.
Gesekan yang semakin cepat dan kuat, membuat tubuh Diego panas tak terkendali. Sampai pada puncaknya, ia mendorong panggul Aishe hingga bagian miliknya sepenuhnya masuk ke dalam, dan menyemburkan magma putih hangat.
"Aaghh … damn!" Diego meremas kuat gumpalan daging yang dirasa cukup kenyal dan padat milik Aishe.
Napas keduanya terdengar saling memburu untuk beberapa saat, saling memeluk dan mencengkram.
Setelah aksi pergulatan panas yang penuh gairah. Aishe perlahan bangkit dari posisi duduk yang mengapit benda panjang tak bertulang milik Diego. "Apa Anda mau saya bantu ke kamar mandi, Tuan?"
"Tidak perlu. Kamu tunggu disini, jangan lepaskan kain penutup mata sebelum aku perintahkan!"
"Ba-baik."
Diego pergi meninggalkan Aishe yang duduk di tepi ranjang sendirian dan entah pergi kemana dengan kursi roda elektriknya.
Aishe perlahan-lahan menggerakkan tangannya saat keadaan terasa sepi di pendengarannya. Ia melingkarkan satu tangannya ke perut, sedangkan tangan yang lain meremas selimut kuat-kuat.
Keputusan ini, tidak boleh aku sesali. Tidak boleh, bahkan jika aku mengandung anak iblis sekalipun.
Beberapa menit berlalu, keadaan kamar masih hening tanpa suara. Begitu heningnya sampai-sampai membuat mata Aishe yang sejak tadi tertutup oleh kain, terlelap. Dia sempat membaringkan tubuhnya yang belum berbusana ke ranjang dan menutupinya dengan selimut, sebelum akhirnya terpejam lelap.
Hampir satu jam berlalu. Diego kembali setelah Aishe larut dalam tidurnya. Perlahan membantu membuka ikat penutup mata.
Di atas kursi roda otomatisnya, dia duduk dengan selimut yang diletakkan di kaki. Lalu, memandangi wajah Aishe yang disinari cahaya lampu Warm White yang temaram.
Balas dendam itu … cukup menguras tenaga bukan? Ini hanya satu langkah awal, Aishe.
Kamu bahkan belum menginjak satu anak tangga pun untuk naik dan mendorong musuhmu.
Jam sudah menunjukkan pukul dua, dan Diego masih duduk di kursi rodanya sembari memandangi Aishe. Sesekali pandangannya berpindah, menyusuri kamarnya sendiri dengan aroma anggur yang masih tercium pekat.
Tiba-tiba, dia menjatuhkan pandangannya ke bawah sambil tersenyum getir dan merutuki diri sendiri.
"Kaki lumpuh sialan!"
Diego meremas kuat-kuat selimut tipis yang sejak tadi berada di kakinya, kemudian menariknya dan membuangnya ke lantai.
Entah, hal apa yang tiba-tiba membuat perasaannya kacau dan akhirnya pergi dari kamarnya sendiri. Wajah merah penuh amarah, tidak lagi bisa dia sembunyikan.
"ASHAN! ASHAN!" teriaknya melengking ke seluruh penjuru ruang.
Ashan pun segera datang memenuhi panggilan tuannya. "Ya, Tuanku."
"Panggil dokter Ha sekarang!"
Mendengar perintah Diego, tentu saja membuat Ashan terkejut. Tuannya itu, sudah hampir satu tahun tidak pernah memanggil dokter, ataupun ke rumah sakit. Juga, tidak pernah mengeluhkan tentang kakinya. Lantas, hal apa yang membuat Diego ingin memanggil dokter Hakan?
"Apa Anda tidak enak badan, Tuan?"
Diego tidak menjawab, justru melirik tangan kanannya dengan sinis.
"Ba-baik, saya panggilkan."