Drabia tidak pernah di sentuh suaminya selama menikah. Karena sebelumnya Ansel mendengar gosib tentang dirinya yang pernah tidur dengan pria lain sebelum menikah.
Di saat Ansel akan menceraikannya, Drabia pun meminta satu hal pada Ansel sebagai syarat perceraian. Dan setelah itu jatuhlah talak Ansel.
Apakah yang di minta Drabia?, akan kah Ansel memenuhi permintaan Drabia?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icha cute, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32. Penasaran 'kan
Siang hari Dafa menemui Ansel di rumah. Ansel membawa Dafa ke ruang kerjanya untuk membicarakan hasil penyelidikan Dafa tentang Hafshah.
"Irham dan yang menjadi keluarga Hafshah, bukanlah keluarga aslinya. Semua orang itu adalah suruhan Kevin. Kevin sudah lama menyukai Drabia, tapi dia tidak punya keberanian mendekati Drabia selama ini. Sehingga dia menjebaknya, berharap Drabia akan menuntut pertanggung jawaban pada Drabia. Dia berpikir akan punya alasan menikahi Drabia. Tapi pada akhirnya, Pak Ilham menikahkan Drabia denganmu" jelas Dafa.
Ansel menghela napas panjang. Berpikir Pak Ilham mengetahui sesuatu sebelum memintanya menikahi Drabia.
"Apa kamu berpikir, Ayah Ilham tau sesuatu?" tanya Ansel.
"Aku pikir dia mengetahui sesuatu. Hanya saja dia menyimpannya sendiri" jawab Dafa." Aku rasa lewat Drabia, dia mengujimu. Sejaih mana kamu menyayanginya, peduli padanya" lanjut Dafa lagi.
"Kalau Ayah memberitahuku kebenarannya, tidak mungkin aku sampai menyakiti Drabia" desah Ansel, menyesal.
"Lalu siapa mereka semua?. Hafshah, Irham, Kakak, Abi dan Uminya?" tanya Ansel tidak habis pikir. Kevin benar benar gila.
"Aku belum tau pasti, yang jelas mereka semua tidak memiliki hubungan darah. Mereka hanya menjalankan peran sesuai yang di perintahkan Kevin untuk berpura pura menjadi orang soleh dan soleha. Supaya kamu mengagumi mereka, dan tertarik pada Hafshah" jelas Dafa.
Ansel mengusap kasar wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
"Dan sekarang, mereka semua sudah bersembunyi" tambah Dafa lagi.
"Pastikan mereka tertangkap semua Dafa. Aku akan memberi mereka pelajaran. Mereka sudah menipuku" geram Ansel mengeraskan rahangnya sampai urat lehernya keluar. Dalang dari semuanya adalah Kevin.
"Ya Allah, kok bisa bisanya aku tertipu pasa mereka" desah Ansel lagi.
"Mungkin ini teguran untukmu Bro. Beruntung semua ketahuan sebelum kamu menikahi Hafshah, ah! maksudku Riska." Dafa langsung meralat nama Hafshah menjadi Riska.
Ansel lagi lagi menghela napasnya.
**
Di dalam salah satu kamar rumah itu, Drabia yang duduk di sofa. Mengobrol dengan Pak Ilham lewat telepon.
"Hati hati Nak. Meski Kevin sudah di tahan polisi. Tapi orang orangnya masih berkeliaran. Jangan keluar sendirian dulu" ucap Pak Ilham di balik telepon.
"Iya Yah" patuh Drabia.
"Oh ya, bagaimana hubunganmu dengan Ansel?" tanya Pak Ilham.
"Dia sudah gak jahat lagi Yah. Dia sudah memperlakukanku dengan baik" jawab Drabia tersenyum.
"Kalau dia masih menyakitimu, bilang sama Ayah" ucap Pak Ilham.
"Aku gak mungkin menyakitinya lagi."
Refleks Drabia menoleh ke arah Ansel yang tiba tiba datang memeluknya.
"Awas aja kalau berani" ancam Pak Ilham.
"Aa!" tiba tiba Drabia menjerit kaget karna tiba tiba Ansel mencolek pinggangnya.
"Ansel! kamu apakan putriku?" marah Pak Ilham dari balik telepon.
Ansel tertawa cekikikan," ngajak buat cucu Yah!" guraunya.
"Dasar menantu sialan" umpat Pak Ilham langsung mematikan teleponnya.
Drabia memutar mata, Ansel sekarang menjadi jahil dan menyebalkan.
"Sayang! ngasur yuk!" Ansel memeluk Drabia, bergelayut manja di lengan wanita itu.
Drabia menggeleng gelengkan kepalanya dengan wajah sendu.
'Gak semudah itu mendapatkanku kembali Ansel. Kamu harus menerima hukumanmu dulu' batin Drabia.
Rasain, siapa suruh memperlakukan istri sendiri kasar.Ansel hanya bisa manyun, menanggung resiko perbuatan sendiri.
**
Ansel baru pulag kerja, langsung menaiki anak tangga menuju kamarnya dan Drabia.
"Drabia sayang!" panggil Ansel saat berhasil membuka pintu kamar di depannya.
Drabia yang berada di dalam kamar langsung menoleh. Ansel langsung menaik turunkan jakunnya melihat Drabia yang baru selesai mandi, hanya menggunakan handuk di lilit di dada.
"Tumben cepat pulang?" tanya Drabia santai memakai pakaian d*lamnya dengan santai di depan Ansel. Sepertinya Drabia sengaja menyiksa batin suaminya yang belum pernah mendapat jatah itu.
Ansel melangkahkan kakinya perlahan dengan wajah memerah menahan bara api cinta di dalam tubuhnya. Ya Tuhan, gak boleh di sentuh, tapi dipamerin, pikir Ansel.
Setelah berada di dekat Drabia, Ansel menarik handuk istrinya itu dengan cepat, lalu berlari masuk ke dalam kamar mandi.
"Anseeeel!"
Buar!
Ansel menutup pintu kamar mandi dengan kencang. Di balik pintu, Ansel mengacak acak rambutnya frustasi.
Di dalam kamar, Drabia tertawa cekikikan. Dia tau Ansel sudah tak mampu menahan diri lagi. Tapi bagaimana lagi, Drabia masih ingin menghukum Ansel. Dan Juga, Ansel sudah berjaji tidak akan memaksanya, sampai Drabia siap. Sampai Drabia merasa di cintai Ansel sendiri. Bukan hanya melakukannya karna nafs*u dan sebatas kewajiban.
'Setelah aku yakin, kamu mencintaiku. Tidak ada batasan tubuhku ini untukmu Ansel' batin Drabia.
Tak lama kemudian Ansel keluar dari kamar mandi, dengan hanya menggunakan handuk di lilit di pinggangnya. Ansel pun membalas perbutan Drabia, dia sengaja memakai pakaian dal*mnya di depan Drabia.
Setelah kain kecil itu menempel sempurna di tubuhnya. Ansel membuka handuknya dan melemparkannya ke arah Drabia yang duduk bermain ponsel di hapenya.
Drabia menoleh dengan tatapan tajamnya. Ansel tersenyum melangkahkan kakinya ke arah Drabia tanpa pakaian.
"Maaf" Ansel mengedipkan sebelah matanya ke arah Drabia, setelah mengambil handuk yang menutup kepala istrinya itu. Berpikir kalau dia juga bisa membuat panas tubuh Drabia tanpa menyentuhnya. Ansel tidak boleh kalah, dia harus berhasil membuat Drabia ingin di sentuh. Ini adalah sebuah kompetisi suami dan istri.
Dan Ansel berhasil, di lihatnya Drabia menelan salivanya bersusah payah. Tak tahan melihat tubuh kekar dan bugarnya. Apa lagi yang menonjol di balik celana.
'Penasaran 'kan?' batin Ansel.
"Drabia, keluar yuk. Di sana ada pohon buah jambu yang berbuah. Di depan rumahnya pak Mamat" ajak Ansel.
"Gak ah, di bawahnya ada mo*** yang di ikat" tolak Drabia.
Ansel mencebik lalu mendudukkan tubuhnya di samping Drabia.
"Sepertinya aku lagi ngidam, jangan jangan yang kemarin itu, jadi." Ansel mengelus elus perut Drabia.
Drabia terdiam dan langsung menatap Ansel, Benarkah?.
Ansel tertawa cekikikan," gak lah, kemarin si otong belum sempat muntah, kamunya usah Ka O."
Ansel berdiri dari tempat duduknya, lalu menarik tangan Drabia yang masih diam memperhatikannya.
"Ayok!" ajak Ansel lagi menarik Drabia keluar kamar.
Sampai di halaman rumah, Ansel membawa Drabia masuk ke dalam mobilnya. Ansel ingin mengajak Drabia berkunjung ke panti asuhan. Ansel akan menanyakan tentang orang tua Hafshah pada pemilik panti.
Sampai di sana, Ansel menggandeng tangan Drabia masuk ke dalam panti. Ibu pengurus panti langsung menyambut mereka dengan ramah.
"Pak Ansel, silahkan masuk" Ibu Panti itu mempersilahkan dengan ramah.
"Trimakasih Bu" balas Ansel tersenyum.
Ibu Panti itu memperhatikan wanita di samping Ansel. Wajahnya berbeda dengan wanita yang bertunangan dengannya waktu itu.
"Kenalkan Bu, ini Drabia. dia istri saya" ucap Ansel setelah mereka duduk di sofa yang berada di ruang tamu panti itu.
Drabia berdiri dan mengulurkan tangannya ke arah Ibu Panti.
"Oh! saya Ibu Farida" Balas Ibu Farida ramah, namun wajahnya tampak raut wajah kebingungan.
"Maksud ke datangan kami ke sini, ingin menanyakan Ibu soal keluarga Hafshah" ucap Ansel langsung menyatakan maksud kedatangannya.
Setau Ansel dari Hafshah, keluarga Hafshah sangat dekat dengan Ibu Farida. Tentu Ibu Farida sangat mengenal Hafshah dan keluarganya.
"Maksud Pak Ansel?" Ibu Farida tidak mengerti.
Ansel menghela napasnya, lalu berbicara kembali." Siapa sebenarnya Hafshah?, Ibu mengenalnya 'kan?" tanyanya.
Melihat raut wajah tengang Ansel, Ibu Farida jadi terdiam.
"Ibu mengenalnya 'kan?" tanya ulang Ansel.
Ibu Farida menghela napasnya.
"Dia mantan anak panti ini. Setelah dewasa dia keluar dari panti ini" jawab Ibu Farida.
"Lantas siapa Irham, Jelita, Pak Bahri dan Ibu Rima?" geram Ansel. Sepertinya Ibu Farida juga ikut membohonginya.
Ibu Farida menunduk takut." Maaf, bukan maksudku membohongi Bapak. Mereka mengancam akan menghancurkan panti ini kalau tidak menuruti permintaan mereka. Kasihan anak anak jika harus terlantar."
"Astagfirullohal azim!" gumam Ansel dan Drabia bersamaan.
*Bersambung.