NovelToon NovelToon
CINDELOKA

CINDELOKA

Status: sedang berlangsung
Genre:Ilmu Kanuragan / Dunia Lain / Action / Spiritual / Epik Petualangan / Roh Supernatural
Popularitas:309
Nilai: 5
Nama Author: teguhsamm_

Raden Cindeloka Tisna Sunda, seorang bocah laki laki berparas tampan dari Klan Sunda, sebuah klan bangsawan tua dari Sundaridwipa yang hanya meninggalkan nama karena peristiwa genosida yang menimpa klannya 12 tahun yang lalu. keberadaannya dianggap membawa sial dan bencana oleh warga Sundari karena ketampanannya. Suatu hari, seluruh warga Sundari bergotong royong menyeret tubuh kecil Cindeloka ke sebuah tebing yang dibawahnya air laut dengan ombak yang mengganas dan membuangnya dengam harapan bisa terbebas dari bencana. Tubuh kecilnya terombang ambing di lautan hingga membawanya ke sebuah pulau misterius yang dijuluki sebagai pulau 1001 pendekar bernama Suryadwipa. di sana ia bertemu dengan rekannya, Lisna Chaniago dari Swarnadwipa dan Shiva Wisesa dari Suryadwipa yang akan membawanya ke sebuah petualangan yang epik dan penuh misteri gelap.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon teguhsamm_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rangdageni: Guru dan Masa lalu

Sudah delapan puluh hari Cindeloka berada dalam kesunyian sel bawah tanah. Tidak ada cahaya kecuali lentera kecil di luar jeruji. Tidak ada suara selain tetesan air dari langit-langit lembap.

Namun hari itu, ia duduk bersila. Napasnya halus. Tubuhnya tenang.

"Sudah delapan puluh hari aku disini! Semoga saja mereka baik baik saja" gumamnya dalam hati.

Di dalam sepi itu, ia melantunkan Paritta dan kidung Sunda Wiwitan dengan suara lirih, menyalakan kekuatan batin untuk mengalahkan lapar, haus, dan rasa ditinggalkan. Mata Cindeloka tertutup damai-wajahnya jauh lebih dewasa daripada sebelum ditahan.

"Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammā-Sambuddhassa, Buddhaṁ saraṇaṁ gacchāmi, Dhammaṁ saraṇaṁ gacchāmi"

Di luar sel, dunia sedang bergerak menuju titik gelapnya sendiri.

*

Di ruang dewan Padepokan Suryajenggala, Ki Bagawanta dan Pandega Indra Oktovian menatap peta, laporan warga, hingga catatan tua tahun 1950-an. Keduanya tidak lagi menjadi guru dan murid-tetapi dua pria tua yang membawa beban masa lalu.

"Baga... kita harus memastikan satu hal," kata Pandega Indra akhirnya.

Bagawanta mengangguk. "Swastika itu."

Keduanya berjalan menuju ruang bawah tanah tempat segel leak berada. Kegelapan lorong seolah menelan napas mereka.

Saat tiba, mata Pandega Indra langsung tertumbuk pada simbol Swastika hitam yang tercetak jelas di pintu segel.

Ia mengangkat tangannya, menyentuhnya dengan ujung jari gemetar.

"...Ini memang dia," katanya dengan suara pecah. "Tania."

Bagawanta menunduk.

"Aku pun yakin demikian."

Indra menutup mata. Sejenak ia terlihat seperti pria tua yang kelelahan oleh dosa yang tidak pernah ia sadari.

"Mengapa dia lakukan ini?"

Pertanyaan itu bukan meminta jawaban. Itu ratapan.

Bagawanta menarik napas panjang sebelum menjawab.

"Mungkin karena Perang Silat Nusantara keempa dari tahun 1971 sampai 1978. Akibat perang tersebut, Desa Tania hancur. Suaminya tewas. Dan putrinya..."

Ia berhenti-terlalu berat untuk diucapkan.

"-Tiani Sutena yang usianya baru 13 tahun ikut tewas menyusul suaminya."

Pandega Indra memejamkan mata lebih rapat.

"Tania... maafkan aku."

Namun penyesalan tidak pernah cukup untuk menghentikan seseorang yang tenggelam dalam kegelapan.

*

Di aula latihan Padepokan di sebelah utara yang dikelilingi pagar batu. Seluruh murid melakukan praktik Kanuragan yang dibimbing oleh Mbah Sarbini. guru taruna yang berusia 20 tahun, namun Lisna menengok ke arah Gunung Suryajenggala yang menjulang tinggi memikirkan nasib Cindeloka di sel.

"Bagaimana ya? Nasib dia selama di sel?"

Gumamnya.

Mbah Sarbini memanggil Lisna untuk melakukan praktikum Kanuragan sementara yang lain bersila di samping kanan dan kiri. Mbah Sarbini meminta Lisna untuk menangkis Kanuragan darinya dan membalas serangannya.

"Lisna kau siap?"

"Aku siap!" sambil siap kuda kuda namun hati dan pikirannya masih memikirkan Cindeloka.

Saat Mbah Sarbini menyerang, Lisna terpental karena kurang fokus. Melihat itu, Hana yang bersila bersama Yoyo dan Kiki di samping kanan sempat berceloteh.

"Jangan-jangan dia masih kepikiran Cindeloka ya?" bisiknya kepada Yoyo.

"Kayaknya!" Balas Kiki.

"Tapi aku ngerti sih! Karena kan Cindeloka ikut menyegel leak itu bersama Lisna & Shiva jadi sangat wajar jika ia masih kepikiran terus. Sebenarnya saat mendengar berita Cindeloka jadi tahanan, rasanya aku pengen belain dia dihadapan banyak orang" Timpal Yoyo dengan wajah santai.

Hana pun merasa iba dengan Lisna, meskipun secara eksplisit, mereka berdua adalah saingan bahkan saling ejek mengejek, namun tidak bisa dipungkiri bahwa itu hanya sandiwara Hana saja supaya persahabatannya dengan Lisna tidak kopong.

Shiva yang melihat Lisna kurang fokus saat praktik hanya menatap datar namun hatinya bergumam sambil menahan rasa sakit di dada kirinya karena reaksi gundam Kuda Sembrani.

"Apa karena Cindeloka ya! Dia menjadi seperti ini"

*

Senja turun ketika Pandega Indra dan Ki Bagawanta tiba di Desa Jimbaran, tempat Tania tinggal. Desa itu terasa aneh-sunyi, seperti ditinggalkan. Angin membawa aroma tanah basah dan dupa yang terbakar terlalu lama.

Mereka berjalan memasuki pekarangan rumah Tania yang sudah ditutupi lumut dan akar.

Lalu...

SHAAAA!!

Sosok tinggi keluar dari dalam rumah. Rambut putih menjuntai. Bentuk tubuhnya masih manusia... tetapi kepalanya menyerupai leak-mata menyala merah, lidah panjang, taring hitam.

"Tania Sutena... atau Nyi Rangdageni..."

Pandega Indra berkata lirih, bercampur marah dan sedih.

Mahluk itu tertawa rendah.

"Indra... Bagawanta... murid-murid kesayangan dewan..."

Suaranya bergaung seperti dua lapis, manusia dan iblis.

"KENAPA?" seru Indra. "Kenapa kau terjerumus ke jalan ini?"

Senyumnya melebar mengerikan.

"Karena kalian," katanya tajam.

"Kalian yang membiarkan suamiku tewas. Kalian yang tidak pernah menolong desa kami. Dan... Tiani..."

Suara leak itu getar dan putus.

"Aku kehilangan segalanya... dan tidak ada satu pun dari kalian yang datang."

Bagawanta maju satu langkah.

"Tania, kami tidak tahu-"

"TIDAK TAHU?!"

Tanah bergetar. Angin berpusar. Aura hitam mengalir dari tubuhnya.

"KALIAN GURU DAN DEWAN! KALIAN MEMILIKI SEGALANYA! TAPI KAU-Indra, Bagawanta-tidak melakukan apa pun!"

Tania mengangkat kedua tangannya, dan cakra kelam meledak ke udara.

"Jika dunia mengambil keluargaku... maka aku akan mengambil dunia ini!"

Matanya menyala.

"Dan aku akan mulai dari muridmu itu... Cindeloka... dan bocah bermata surya... Shiva."

Pandega Indra terkejut. Bagawanta langsung bereaksi.

"JANGAN SENTUH MEREKA!"

Pertempuran Guru dan Mantan Murid

Pertarungan pecah seperti badai.

Ki Bagawanta memanggil Galing Wisesa, cakra hijau terang menyelimuti telapak tangannya.

Pandega Indra memancarkan Surya Mandragni, aura keemasan yang menyilaukan.

Sementara Nyi Rangdageni menyelimuti tubuhnya dengan Bhairawa Leak, aura magenta-hitam dengan bau kematian.

Bumi Jimbaran bergetar.

Serangan Indra menghantam tanah, menciptakan kawah kecil. Bagawanta melompat, menghajar dengan cakra hijau. Tania membalas dengan jeritan leak yang mematahkan pohon-pohon.

Pertarungan berlangsung lama-sengit, emosional, mematikan.

Pada akhirnya, tubuh Nyi Rangdageni tersungkur, setengah roboh, wajahnya kembali separuh manusia.

"Kalian terlambat..." katanya sambil tersenyum getir. "Aku sudah memilih jalanku."

Indra menatapnya dengan pandangan penuh luka.

"Tania... kembali saja. Kita bisa-"

"Tidak."

Ia menatap Indra dan Bagawanta dengan mata tajam penuh dendam.

"Sampaikan pada murid-muridmu... bahwa aku akan mengambil tubuh Cindeloka dan Shiva sebagai INANG."

Bagawanta terkejut. "TIDAK-!"

Tapi sebelum ia sempat maju, tubuh Nyi Rangdageni berubah menjadi kabut magenta gelap-

-dan menghilang ke kegelapan.

*

Seratus hari akhirnya berlalu.

Pintu sel Cindeloka dibuka oleh Mbah Kunto.

Cahaya pagi masuk perlahan.

"Waktu hukumanmu selesai, Nak," katanya lembut.

Cindeloka berdiri perlahan, tubuhnya lebih kurus tapi matanya jernih-sejernih orang yang telah menghadapi dirinya sendiri.

Begitu ia melangkah keluar...

Lisna langsung memeluknya.

Air matanya pecah seraya mengomelinya.

"Cindeloka!! Lain kali jangan melakukan hal hal bodoh yang bisa membahayakan nyawamu!"

Shiva hanya menatap... lalu menepuk bahu Cindeloka, ekspresi datarnya kali ini sedikit retak menjadi senyum tipis.

Mbah Kunto menahan haru.

"Kau sudah sangat kuat, Nak Cindeloka."

Cindeloka mengangguk, tersenyum samar.

Namun ia tidak tahu-

bahwa bayang-bayang Nyi Rangdageni sedang mengintai mereka dari jauh.

Dan badai berikutnya... baru akan dimulai.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!