NovelToon NovelToon
Malam Pertama Untuk Istriku

Malam Pertama Untuk Istriku

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Penyesalan Suami / Menikah dengan Musuhku / Trauma masa lalu
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: Mamicel Cio

Reyhan menikahi Miranda, wanita yang dulu menghancurkan hidupnya, entah secara langsung atau tidak. Reyhan menikahinya bukan karena cinta, tetapi karena ingin membalas dendam dengan cara yang paling menyakitkan.

Kini, Miranda telah menjadi istrinya, terikat dalam pernikahan yang tidak pernah ia inginkan.

Malam pertama mereka seharusnya menjadi awal dari penderitaan Mira, awal dari pembalasan yang selama ini ia rencanakan.

Mira tidak pernah mengira pernikahannya akan berubah menjadi neraka. Reyhan bukan hanya suami yang dingin, dia adalah pria yang penuh kebencian, seseorang yang ingin menghancurkannya perlahan. Tapi di balik kata-kata tajam dan tatapan penuh amarah, ada sesuatu dalam diri Reyhan yang Mira tidak mengerti.

Semakin mereka terjebak dalam pernikahan ini, semakin besar rahasia yang terungkap.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mamicel Cio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menghilang

Hendi berdiri di depan pintu apartemen Mira, mengetuk dengan keras untuk kesekian kalinya. Tangannya mulai berkeringat, rasa cemas menyelimuti hatinya. Sudah berhari-hari ia tidak bisa menghubungi Mira, dan itu bukanlah sesuatu yang biasa.

Mira selalu membalas pesan, bahkan jika hanya sekadar "Aku sibuk, nanti aku hubungi."

Tapi kali ini, tidak ada balasan.

Ia mencoba menelepon lagi, berharap suara Mira akan terdengar dari dalam, tetapi hasilnya tetap sama, tidak ada jawaban.

Hendi mengembuskan napas kasar, lalu menoleh pada petugas keamanan yang berdiri di sebelahnya.

“Pak, saya benar-benar harus masuk. Saya khawatir terjadi sesuatu pada Mira.”

Petugas keamanan itu tampak ragu. “Maaf, Pak, tetapi kami tidak bisa sembarangan membuka pintu apartemen seseorang tanpa izin pemiliknya.”

“Izin?” Hendi hampir tertawa getir. “Bagaimana saya bisa meminta izin jika dia bahkan tidak bisa dihubungi? Sudah tiga hari, Pak! Tiga hari tanpa kabar. Mira bukan tipe orang yang tiba-tiba menghilang.”

Petugas itu masih tampak ragu, tetapi wajah Hendi yang penuh kegelisahan membuatnya ikut merasa tidak tenang.

“Apa Anda yakin dia ada di dalam?”

Hendi mengangguk cepat. “Mobilnya masih di parkiran. Dan semua barangnya ada di sini. Kalau dia keluar kota atau pergi ke suatu tempat, pasti dia akan memberi tahu seseorang. Saya sudah bertanya pada semua orang yang mengenalnya. Tidak ada yang tahu keberadaannya.”

Petugas itu terdiam sejenak, lalu menghela napas panjang. “Baiklah. Saya akan meminta bantuan teknisi untuk membuka pintunya.”

Beberapa menit kemudian, seorang teknisi datang dengan seperangkat alat. Hendi berdiri gelisah, jantungnya berdetak kencang saat suara klik terdengar dari kunci apartemen yang akhirnya terbuka.

Ketika pintu terbuka, aroma ruangan yang lembab dan pengap langsung menyergap hidungnya. Lampu dalam apartemen tidak menyala, hanya ada sedikit cahaya dari jendela yang tirainya tidak tertutup sempurna.

“Mira?” Hendi memanggil pelan, langkahnya masuk ke dalam dengan hati-hati.

Tidak ada jawaban.

Ia melangkah lebih dalam, melihat meja makan masih sama seperti terakhir kali ia datang. Tidak ada tanda-tanda makanan baru atau bekas piring yang digunakan. Seakan-akan Mira benar-benar tidak meninggalkan jejak aktivitas.

Ketika ia sampai di ruang tamu, matanya menangkap sesuatu di sofa, selimut tipis berantakan, dengan bantal yang terlihat seperti sering diremas.

Hendi semakin waspada. “Mira?”

Ia berjalan ke arah kamar utama dan mendapati pintunya sedikit terbuka. Dengan hati-hati, ia mendorong pintu itu lebih lebar.

Tidak ada apapun disana.

Matanya beralih ke kamar mandi. Pintu sedikit terbuka, dan samar-samar terdengar suara air menetes.

"Mira?" Seketika, napasnya tertahan.

Tidak ada jawaban.

Perasaan aneh mulai menyelusup ke dalam dadanya. Langkahnya otomatis bergerak, mendorong pintu kamar mandi sepenuhnya terbuka.

Dan di sanalah dia melihatnya.

Mira berada di dalam bathtub, tenggelam dalam air yang sudah meluap. Matanya terpejam, rambutnya terurai, dan wajahnya pucat. Bibirnya sedikit membiru, tubuhnya gemetar meskipun air yang mengelilinginya masih hangat.

Sesuatu di dalam diri Hendi seolah berhenti bekerja.

“Mira!” Hendi segera berlari ke arahnya, mengguncang bahunya dengan panik.

Tanpa berpikir, dia melangkah cepat ke arahnya, meraih lengannya, dan menariknya keluar dari air.

Hendi mengeratkan genggamannya di sekitar tubuhnya, mendekapnya erat tanpa sadar.

“Mira, bangun! Hei, ini aku, Hendi!”

"Mira! Mira, bangun!"

Mata itu perlahan terbuka, dan tatapan kosong Mira bertemu dengan matanya. Tidak ada kemarahan, tidak ada kebencian, tidak ada keinginan untuk melawan. Hanya kelelahan.

"Sial, kenapa kamu melakukan ini?" Hendi menggigit bibirnya, rahangnya mengeras.

Tidak ada respons.

Darah di wajah Hendi seakan menghilang, jantungnya berdetak begitu keras hingga hampir memekakkan telinganya. Dengan tangan gemetar, ia meraih pergelangan tangan Mira, mencari denyut nadi di sana.

Ada. Masih ada. Tapi lemah.

“Pak, ada apa?” Petugas keamanan yang ikut masuk mendekat, wajahnya langsung berubah panik saat melihat kondisi Mira.

“Panggil ambulans! Cepat!” Hendi berteriak tanpa melepaskan genggamannya dari tangan Mira.

Petugas keamanan buru-buru mengeluarkan ponselnya, menghubungi layanan darurat. Sementara itu, Hendi menepuk pipi Mira dengan lembut, mencoba membangunkannya.

“Mira, dengarkan aku… Tolong buka matamu. Aku mohon.” Suaranya bergetar, rasa takut mulai menyerang pikirannya.

Mira tetap tidak bergerak.

Hendi merasa dadanya sesak. Ini salahnya. Seharusnya ia lebih cepat menyadari ada sesuatu yang salah. Seharusnya ia tidak membiarkan Mira sendirian begitu lama. Seharusnya ia—

Tiba-tiba, suara lirih terdengar. “Hen… di…”

Mata Hendi melebar. “Mira? Aku di sini! Aku di sini!”

Mira mengerjap pelan, matanya yang sembab perlahan terbuka, tetapi sorotnya kosong dan lemah. Bibirnya sedikit terbuka, seolah ingin mengatakan sesuatu, tetapi hanya suara napas lemah yang keluar.

“Mira, bertahanlah. Ambulans dalam perjalanan. Kau akan baik-baik saja, aku janji.”

Mira hanya menatapnya, lalu tanpa peringatan, air matanya jatuh perlahan di sisi wajahnya.

Hendi menggenggam tangannya lebih erat. “Jangan menangis. Aku di sini. Aku tidak akan meninggalkanmu.”

“Aku… lelah, Hen…” Tapi yang keluar dari bibir Mira hanyalah bisikan pelan, hampir tak terdengar.

Hendi menutup matanya, menahan emosi yang membuncah di dadanya. Ia tidak akan membiarkan Mira pergi. Tidak sekarang. Tidak pernah.

Dan saat suara sirene ambulans mulai terdengar di kejauhan, Hendi tahu, ia harus melakukan segalanya untuk memastikan Mira tetap hidup.

"Reyhan... Kamu akan sangat menyesal!"

Bersambung...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!