Wanita tegar dan nampak kuat itu ternyata memiliki luka dan beban yang luar biasa, kehidupan nya yang indah dan bahagia tak lagi ada setelah ia kehilangan Ayah nya akibat kecelakaan 10 tahun lalu dan Ibunya yang mengidap Demensia sekitar 7 tahun lalu. Luci dipaksa harus bertahan hidup seorang diri dari kejinya kehidupan hingga pada suatu hari ia bertemu seorang pria yang usianya hampir seusia Ayahnya. maka kehidupan Luci yang baru segera dimulai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahayu Dewi Astuti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Serangan Tak Terduga
Enam Jam Sebelum Kejadian
"Sial, siapa yang sejak tadi menelponku?!" William meninggalkan Zee karena merasa tak nyaman sejak tadi mendapatkan panggilan dari nomer yang tak ia kenal.
William mencoba menghubungi kembali namun nomer tersebut tidak menjawabnya namun tak lama dari itu nomer itu akan menelpon William kembali.
Hingga akhirnya William mencoba untuk.pergi ketempat yang lebih tenang untuk mencari tau siapa dibalik nomer yang tak ia ketahui. William memutuskan untuk pergi ke taman yang jaraknya sekitar 3km dari toko roti Luci.
Ia sedang menunggu panggilan nomer itu lagi, namun cukup lama tak ada lagi panggilan, William sampai merasa kehausan karena cuaca yang sangat panas hingga ia meneguk sebuah botol berisi air mineral namun tak lama dari itu ia merasa sangat mengantuk hingga ia tertidur tak sadarkan diri hingga malam.
DrRrtrtttt
Ponsel William bergetar, hal itu yang membuat dirinya terbangun dari tidur panjangnya. William terkejut ketika keadaan sekitar sudah sangat gelap, bahkan saat ia melihat arlojinya rupanya kini sudah jam 9 malam.
William melihat ponselnya kemudian ia menyadari jika nomer yang tadi siang mengganggunya kembali menelpon.
"Hallo, bagaimana kabarmu?" Ujar seorang wanita.
"Siapa kau?! berani-beraninya mempermainkanku." William begitu marah, ia masih belum bisa mengenali siapa suara dibalik telpon itu.
"Hahaha, kau masih tetap jadi pria pemarah yang menggemaskan, aku senang kau meminum air yang sudah aku berikan padamu. Karena ku tau kau membutuhkan waktu untuk tidur nyenyak tanpa gangguan."
William melirik botor mineral yang tadi siang ia minum, rupanya ada seseorang yang telah mensabotase mobilnya dan sialnya kini William masuk kedalam perangkap nya.
"SIAPA KAU? JANGAN BERMAIN-MAIN DENGANKU, BRENGSEK!" William nampak semakin frustasi.
"Tenanglah, ini bukan apa-apa karena wanita yang sedang terbaring dirumah sakit kini akan segera meninggalkan putri kesayangannya dan mantan kesayangannya. Hahaha."
Mata William membulat, meskipun tak menyebut siapa orangnya ia segera tahu kemana arah pembicaraan itu.
"Jangan macam-macam, aku akan membun*hmu!!" William marah.
"Silahkan, tetapi sebelum kau membun*hku, maka aku akan menghabisi wanita ini terlebih dahulu."
Bip....
Panggilan itu terputus, William sangat bingung dan juga marah. Bukankah Simon telah mengerahkan anak buahnya untuk berjaga disana mengapa hal ini masih bisa terjadi pikirnya.
Tanpa berpikir panjang William segera pergi ke rumah sakit dengan kecepatan penuh. Tak ada yang bisa ia pikirkan lagi selain segera datang kerumah sakit untuk mencari tau siapa yang berani melukai orang penting baginya.
Dirumah sakit, koridor nampak sepi, semua petugas tertidur setelah mengkonsumsi sebuah cake yang dalam kemasannya berlogokan Golden Black, yang tak lain adalah toko cake dan bakery milik Luci.
Sedangkan didalam ruang rawat ibunda Luci terdapat dua orang berpakaian suster dan juga berjubah dokter sedang menyuntikan sesuatu kedalam selang infus.
Setelah itu mereka segera bergegas pergi meninggalkan ruangan itu tanpa meninggalkan jejas sedikitpun.
Hingga sekitar 30 menit setelah kejadian, seorang suster tersadar lebih dulu, ia terkejut ketika semua koleganya tertidur, bahkan security yang berjagapun semua tak ada yang sadarkan diri. ia dengan cepat menyalakan lampu dan membangunkan rekannya untuk segera sadar karena mereka telah disabotase.
Setelah melihat kekacauan ini terjadi, semua suster segera memeriksa keadaan pasien hingga sampailah pada ruangan 106 dimana Ibunda Luci dirawat disana sedang kejang-kejang serta mulut mengeluarkan busa.
Code Blue...Code Blue
Dengan sigap suster menekan tanda gawat darurat karena kebetulan dokter Nail belum datang yang bertugas untuk jaga dimalam hari.
Nail yan baru saja masuk kerumah sakit begitu terkejut saat mendengar peringatan itu, ia segera berlari dengam cepat menaiki anak tangga. karena ia tau jika yang disebutkan adalah pasien dirinya.
Tak lama Nail datang, ia melemparkan tas kemudian naik keatas ranjang untuk segera melakukan RJP karena pasien sudah tidak merespon.
"Hubungi keluarganya sekarang!" Nail berteriak memerintahkan siapa saja untuk menghubi keluarga dari Ibu Adele.
Tak lama dengan napas terengah-engah William datang melihat kondisi Adele begitu mengenaskan. Ia marah karena mengapa rumah sakit terbaik bisa sampai lalai.
Bahkan amarah William cukup menggangu para tenaga kesehatan yang sedang menolong Adele, Nail meminta untuk seseorang bisa menahan William supaya tidak mendekat.
Sedangkan Luci yang baru saja menerima panggilan dari rumah sakit sangat lemas, ia menangis, mencoba menghubungi William namun tak bisa.
Untung saja malam itu taxi banyak yang berseliweran dan kosong hingga ia bisa cepat menuju rumah sakit. supir taxi nampak kebingungan karena Luci tak berhenti menangis dengan tubuh yang bergetar.
"Apa kau baik-baik saja?" Tanya supir itu.
"Tolong lebih cepat, ibuku sedang koma." Luci memohon pada supir itu untuk menjalankan taxinya dengan cepat karena perjalanan cukup jauh.
Luci sangat menyesal karena selama tiga bulan terakhir tidak sempat mengunjungi ibunya, ia juga mengiri jika ibunya baik-baik saja saat tadi siang ia bertemu dengan Nail.
Sekitar 40 menit perjalanan kini Luci sudah sampai ia berlari dengan cepat, tak sabar ia ingin bertemu dengan ibunya. Namun saat Luci tiba ia melihat begitu banyak orang diruangan, saat Luci mendekat seluruh orang yang berada didekat pintu menatap kasihan kepada Luci.
Benar saja, Luci kini melihat seseorang telah terbujur kaku dan ditutupi oleh kain putih. Luci lemas namun ia juga terkejut ketika ada seorang pria yang ikut menangis disamping jenazah Adele.
"William..?" Kata itu yang pertama kali keluar dari mulut Luci.
Nail, beberapa orang suster dan juga perawat lain menoleh kearah Luci. Nail yang melihat Luci nampak lemas segera mendekat memapah Luci untuk melihat Ibunya untuk yang terakhir kalinya.
Situasi ini sudah sangat menyudutkan William, semuanya akan segera diketahui oleh Luci cepat atau lambat.
"Apa yang terjadi pada ibuku? bukannya kau bilang jika dia baik-baik saja?" Luci menatap nanar kearah Nail.
"Maafkan aku..." Nail tak mau membela diri ia hanya bisa mengucapkan maaf, karena weekend ini memang tidak ada dokter jaga dari jam 5 sore sampai jam 9 malam dimana Nail malam ini berjaga shift malam.
Luci menangis histeris memeluk tubuh ibunya yang sudah tak bernyawa, tangisnya penuh rasa bersalah dan rasa penyesalan.
"Apa yang kau lakukan disini? Apa kau mengenal Ibuku?" Tanya Luci pada William.
William diam tak menjawab, tangannya masih erat menggenggam tangan Adele. Kesalahan Luci selama ini adalah ia tak pernah memberi tahu tentang Ibunya pada William, namun hal yang paling membuat Luci Marah adalah kenapa William tak berkata padanya jika ia mengenal ibunya.
Adele akan segera dibersihkan dan dibawa ke rumah duka, kini Luci dengan tatapan kosong berjalan dipapah oleh Nail untuk bisa duduk sebentar diruanganya.
"Luci.. kita perlu bicara!" William meraih tangan Luci, ia perlu menjelaskan semuanya sekarang.
"Aku tak mau berbicara denganmu sekarang, pergilah biar aku yang mengurus semuanya." Luci mengempaskan tangan William, dan meninggalkan William seorang diri.