Grizella yang sangat menantikan ulang tahun ke 6 nya di hari itu, malah menjadi hari dimana adik yang sangat ia sayangi meninggal dunia, menjadikan papa dan mama Grizella tidak lagi menyayanginya, bahkan mereka membenci Grizella, hanya karna satu kesalah pahaman yang tidak ia perbuat.
Sampai dimana Grizella yang sedang di hukum oleh keluarganya dengan di tinggalkan di gubuk kecil yang ada di tengah hutan.
Disana, Grizella bertemu dengan Clarissa, yang akan mengubah semua kepribadian buruk Grizella saat ini.
Tetapi, Clarissa yang sudah membangun kepribadian Grizella menjadi lebih kuat dan sudah banyak berjasa padanya, malah pergi meninggalkan Grizella untuk selamanya.
Clarissa meninggalkan banyak kenangan, jasa, dan organisasi mafia yang sudah ia bangun.
Karna Clarissa sang pemimpin sudah tidak lagi memimpin organisasi itu, Grizella lah yang menjadi orang kepercayaan Clarissa untuk menggantikannya, menjadi the next Queen.
ikuti kelanjutan ceritanya yukk (つ≧▽≦)つ
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deby Dindarika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28 Penyelamatan
Di ruangan Marcus, Joy memberitahu bahwa Grizella sudah berada di lantai dua menuju lantai tiga, sedangkan semua jebakan tidak bisa ia kendalikan, juga 30 Mafioso yang tadinya ada di lantai dua sudah dihabisi oleh mereka.
"Sial, kenapa mereka cepat sekali?" ucap Marcus frustasi, dirinya tidak tahu jika mereka akan secepat itu mengalahkan Mafioso nya.
"Bagaimana, Ganendra? Mommy ada di ruangan mana?" ucap Grizella menanyakan keberadaan Mommy kepada Ganendra.
"Di ruangan itu tidak ada CCTV, jadi aku tidak bisa tau pasti dimana ruangan itu. Tapi, ada satu jalan menuju suatu ruangan yang sangat dijaga ketat, aku rasa Mommy disana."
"Baiklah, dimana ruangan itu."
"Di lantai tiga juga tidak ada banyak CCTV, aku tidak tau pasti jalan mana yang mengarah ke ruangan itu, kalian bisa mencari pintu berwarna biru tua, aku yakin mommy ada di ruangan itu," ucap Ganendra memberi tahu Grizella, ia tidak tahu pasti dimana ruangan itu, Ganendra hanya bisa memberi tahu satu ruangan yang membuatnya curiga karna dijaga ketat.
"Baiklah, dengarkan aku ... Kita harus berpencar untuk mencari ruangan mommy, jika salah satu dari kalian menemukan pintu berwarna biru tua, beri tahu yang lainnya." Grizella mengomandoi, setelah itu mereka berpencar naik ke lantai tiga untuk mencari ruangan tempat Lucia di sandera.
Marcus melihat jam di tangannya yang menunjukan hitungan mundur "Tahan mereka untuk tetap di bangunan ini sampai 20 menit," ucap Marcus kepada Joy, lalu dia pergi meninggalkan ruangannya untuk pergi ke ruangan Lucia.
Brakk ....
Marcus membanting pintu, Lucia yang melihat itu terlonjak kaget, tubuhnya di ikat di kursi juga mulutnya yang di lakban.
"Hai Lucia, apa kamu tahu anak-anakmu datang untuk menjemputmu?" tanya Marcus sembari melepas lakban di mulut Lucia.
"Anak-anakku tidak akan melepaskan mu begitu saja! apa kau tidak takut mati di tangan mereka?" Lucia memberontak, dengan keadaan tangan dan kakinya berdarah karna berusaha melepaskan diri sejak tadi.
"HAHAHA ... Apa kamu lupa, aku sudah lebih dulu membunuh anak bungsu mu, Lucia," Marcus tertawa, mengingatkan kembali jika Clarissa sudah lebih dulu mati di tangannya.
"DASAR IBLIS," teriak Lucia dengan pipi yang sudah bercucuran air mata.
"Kau ...." Marcus menggantung ucapannya, ia mencengkram dagu Lucia.
"Kau yang telah melahirkan iblis itu untukku, dan iblis itu juga yang menciptakan iblis didalam diriku," lanjut Marcus mempererat cengkeramannya di dagu Lucia, membuat Lucia meringis kesakitan karna cengkraman itu.
Marcus menghempaskan wajah Lucia.
"Sshh ...."
"Sayang sekali, setelah aku membunuh Clarissa, dia sudah menciptakan monster untuk penerusnya. Grizella, dia lebih mengerikan dari Clarissa," ucap Marcus sembari memainkan belati di tangannya.
"Apa kau tidak bisa memprediksi akan seberapa banyak monster yang juga Grizella ciptakan kedepannya?" ucap Marcus, menempelkan belati itu di dagu Lucia.
Nafas Lucia tidak karuan, ia ketakutan karna Marcus menggoreskan belati itu ke pipinya.
"Aku menemukan pintunya," ucap Grizella memberitahu yang lain.
Dor ....
Grizella menembak satu persatu orang yang berjaga di lorong menuju ruangan itu. Tidak lama, Xavier, Diego dan Larenzo sampai disana, mereka bertarung melawan Mafioso WoreCult yang lagi-lagi berdatangan.
"Kamu masuk lebih dulu, Chloe."
Setelah mendengar ucapan dari Xavier, Grizella yang sudah mengalahkan Mafioso di depannya itu pun langsung berlari menerobos masuk kedalam ruangan itu.
Brak ....
Grizella menghentikan langkahnya, ia melihat Marcus menodongkan belati di leher Lucia, rahang Grizella mengeras, juga kepalan tangan yang sudah siap dan bisa kapan saja menghajar Marcus.
Grizella melangkahkan kaki mendekati Lucia dan Marcus, "Diam disana, atau dia mati di tanganku," ucap Marcus menghentikan langkah Grizella yang ingin mendekat.
Grizella yang tidak ingin sang Mommy kenapa-kenapa pun menghentikan langkahnya, Grizella menjatuhkan Glock yang ia pegang, lalu mengangkat kedua tangannya.
"Sial, mereka semakin banyak," gerutu Larenzo yang sedang menghajar Mafioso WoreCult yang tidak ada habisnya.
Meski mereka dibantu Mafioso Famiglia Moon, mereka tetap kewalahan karna jumlah lawan yang tiga kali lipat dari mereka.
"Dimana yang lainnya?" tanya Diego yang tidak dijawab oleh siapapun karna merekapun tidak tahu.
Haikal dan Jaygar, saat ini mereka sedang dihadang oleh Joy dan Mafioso WoreCult, "Hai tuan-tuan, sebelum kalian menemui ratu kalian, aku mempunyai tantangan untuk kalian," ucap Joy kepada mereka berdua.
Haikal dan Jaygar tidak menggubris ucapan Joy, mereka hanya menatap datar ke arah Joy, "Cukup mudah, kalian hanya perlu bertahan di lorong ini kurang dari 20 menit, jika tuan-tuan berhasil bertahan maupun keluar dari sini, saya bisa menjamin kalian keluar dari bangunan ini dengan selamat," lanjut Joy.
Haikal dan Jaygar tetap diam tidak menanggapi ucapan Joy, mereka tau jika Joy hanya mengulur waktu. Tidak butuh banyak bicara, Haikal dan Jaygar menyerang Mafioso WoreCult lebih dulu.
Joy mundur, lalu berlari pergi dari lorong itu. Tidak lama, tembok yang berada di belakang dan depan mereka perlahan mendekat, di susul asap yang menyengat hidung dan membuat pengap muncul dari Ventilasi.
Haikal dan Jaygar terbatuk-batuk menghirup asap itu, termasuk Mafioso WoreCult, tidak ada jendela atau celah apapun yang ada di lorong itu, sedangkan tembok semakin mendekat dan mempersempit lorong, asap yang semakin tebal membuat pandangan mereka terhalang, ditambah rasa sesak di dada dan kepala yang semakin pusing membuat Haikal dan Jaygar hampir kehilangan kesadaran.
"Sial, aku tidak tau jika ini akan terjadi," ucap Ganendra panik melihat situasi Haikal dan Jaygar saat ini.
Ganendra berusaha meretas kendali tembok yang semakin mendekat ke arah Haikal dan Jaygar, juga asap yang entah datang dari mana itu.
Steven dan Jack lari terburu-buru untuk menyusul Xavier yang kini butuh bantuan.
Tit ... Tit ... Tit ....
Langkah Steven terhenti kala telinganya mendengar suara yang membuatnya penasaran dari arah ruangan yang ia lewati.
"Tunggu."
Jack mengerem laju kakinya, ia melihat Steven yang berhenti didepan pintu yang ada didepannya.
Steven perlahan membuka pintu, memasuki ruangan dan mencari arah suara yang membuatnya penasaran, di ikuti Jack di belakangnya yang juga penasaran.
Brak ....
Steven membuka pintu lemari arah suara itu berasal, betapa terkejutnya Steven saat melihat bahwa asal suara yang membuatnya penasaran merupakan suara dari Bom yang kurang lebih 7 menit lagi akan meledak.
Begitupun Jack, ia mundur satu langkah, menarik tangan Steven untuk menjauh dari Bom yang ada di hadapan mereka itu.
"Steven, Jack, dengarkan aku! ... Fairel dan Nathaniel sekarang berada di ruang bawah tanah, mereka di sekap disana, kalian selamatkan dulu mereka!!" ucap Ganendra menggebu-gebu semakin panik kala dirinya mengetahui ternyata Fairel dan Nathaniel sedang di sekap di ruang bawah tanah.
Tidak hanya itu, ruangan itu mengeluarkan asap yang sama seperti yang ada di lorong Haikal dan Jaygar.
"Cepat, atau kita akan kehilangan mereka!" Desak Ganendra karna asap itu perlahan bisa membunuh Fairel dan Nathaniel, begitupun Haikal dan Jaygar.
Steven dan Jack yang mendengar itu pun segera lari bergegas mencari ruang bawah tanah, "Ganendra, apa kau mendengarku? Bangunan ini sudah dipasang Bom, kita hanya butuh waktu 7 menit untuk keluar dari sini," ucap Jack memberitahu Ganendra dengan nafas yang menggebu-gebu karna berbicara sembari berlari menuruni tangga.
"APA?" Tangan Ganendra gemetar, mereka harus bertindak cepat, jika tidak, mereka akan mati bersamaan dengan Bom yang meledakkan bangunan itu.
"Sial, aku harus bagaimana?" Tangan Ganendra semakin gemetaran.
Haikal dan Jaygar, Fairel dan Nathaniel belum diselamatkan, sedangkan Grizella, Lucia dan yang lainnya juga belum keluar dari gedung itu, mereka tidak akan selamat jika tidak segera keluar dalam kurun waktu kurang dari 7 menit.
Ganendra tidak menemukan cara untuk menghentikan tembok yang sebentar lagi akan menghimpit Haikal dan Jaygar, "AARRGGHH ... Aku tidak bisa berpikir jernih!" Ganendra frustasi karna tidak bisa berpikir jernih untuk menemukan cara agar Haikal dan Jaygar bisa keluar dari sana.
Tanpa berpikir panjang lagi, Haikal dan Jaygar memukul tembok yang akan langsung menuju ke luar gedung sebelum mereka benar-benar kehilangan kesadaran karna menghirup asap itu dan mati karna tembok yang akan menghimpit mereka.
Bugh ... Bugh ... Bugh ....
Haikal dan Jaygar berusaha keras merobohkan tembok dihadapan mereka ini menggunakan tangan, tentu mereka tidak ingin mati sia-sia didalam sana.
Brugh ....
Tembok itu berhasil mereka robohkan, dengan cepat Haikal dan jaygar segera melompat ke luar dari lantai tiga gedung itu.
Mereka berdua yang sudah kehabisan tenaga itu pun terbaring di tanah dengan tangan yang sudah bercucuran darah, juga nafas yang tidak beraturan karna dada mereka yang sesak.
"Maafkan aku," lirih Ganendra yang melihat Haikal dan Jaygar dari kejauhan.
Ganendra kembali melihat monitor-monitor didepannya, tidak ingin larut dari rasa bersalah dan membuat pikirannya tidak bisa berpikir jernih.
"Dengarkan aku, kalian harus segera keluar dari sana kurang dari 5 menit!" ucap Ganendra yang terdengar dari earphone mereka masing-masing.
Grizella yang juga mendengar ucapan Ganendra itu pun mengerti pasti ada yang tidak beres disini.
"Aku akan melepaskannya jika kau mau menuruti perintahku," ucap Marcus semakin mendekatkan belati nya ke leher Lucia sampai hampir sedikit menggores leher itu.
"Baiklah, aku akan menuruti perintahmu," ucap Grizella dengan kedua tangannya yang masih di atas, Grizella menyetujui permintaan Marcus, demi Lucia tetap selamat.
"Bawakan aku Cip yang dulu Clarissa buat," ucap Marcus memerintahkan Grizella untuk membawakan satu benda berharga buatan Clarissa.
"Aku akan membawanya, tapi kau harus melepaskan Mommy terlebih dahulu."
Lucia yang mendengar ucapan Grizella itu pun membulatkan matanya, "Jangan, Chloe!" cegah Lucia agar Grizella tidak memberikan benda itu kepada Marcus.
"DIAM!" Marcus membentak Lucia, semakin mendekatkan belati itu ke lehernya.
Grizella yang melihat itu pun maju satu langkah dengan kedua tangannya yang masih di atas.
"Kau! Diam disana!" teriak Marcus ketakutan saat Grizella bergerak dari tempatnya.
Grizella terkekeh lalu tersenyum miring, melihat Marcus yang menurutnya terlihat sangat konyol.
Marcus melihat jam di tangannya, "Sial, empat menit," ucapnya dalam hati semakin panik.
Grizella yang melihat Marcus sedang lengah pun bergerak cepat mendekatinya, ia menyingkirkan belati di tangan Marcus yang berada di leher Lucia, lalu menghajarnya agar menjauh dari Lucia.
Lucia yang melihat itu terkejut, ia tidak tahu jika Grizella akan secepat itu.
Bruk ....
"Apa kau pikir aku akan menuruti perintahmu, Marcus?" ucap Grizella berjongkok mensejajarkan posisinya dengan Marcus yang terjatuh.
Brakk ....
Xavier, Diego dan Larenzo mendobrak pintu masuk ke ruangan itu, lalu segera mendekati Lucia untuk melepaskan ikatan yang mengikat tangan dan kaki sang Mommy.
"Hiks ... Kalian gapapa kan?" Tangis Lucia menangkup pipi Xavier, Diego dan Larenzo bergantian.
Lucia malah lebih mengkhawatirkan anak-anaknya dibanding dirinya sendiri, yang mana padahal dirinya lah yang seharusnya ia khawatirkan.
Tangan dan kaki yang berdarah dan meninggalkan jejak tali disana, lengan yang juga meninggalkan bekas cambukan, pipi yang terkena goresan belati, juga sudut bibir yang mengeluarkan darah karna tamparan Marcus.
"Kita gapapa Mommy, seharusnya kita lah yang mengkhawatirkan mommy," ucap Xavier menenangkan Lucia.
Sedangkan Diego dan Larenzo, mereka sudah lebih dulu menangis, tidak lagi bisa berkata apa-apa saat melihat keadaan wanita tersayang mereka.
"Bawa Mommy keluar dari sini," titah Grizella tanpa melihat ke arah mereka.
Tanpa berlama-lama, Xavier dan kedua saudaranya menuntun Lucia perlahan keluar dari ruangan itu, "Hati-hati, Mommy," ucap Diego yang masih mengkhawatirkan Lucia, sedangkan Larenzo belum berhenti menangis.
Plak ....
"Apa kau juga menampar Mommy seperti ini?"
Plak ... Plak ....
Grizella menampar Marcus beberapa kali, sampai sudut bibir Marcus sobek dan mengeluarkan darah karna kerasnya tamparan dari Grizella.
Dugh.
"Apa kau tau kau sedang berhadapan dengan siapa, ha?" tanya Grizella menarik rambut Marcus yang kepalanya sudah bercucuran darah meski Grizella membenturkannya satu kali.
Marcus tidak memberontak, ia masih tidak memiliki keberanian untuk melawan Grizella didepannya, terlebih lagi kepalanya yang pusing karna Grizella membenturkannya.
"Beraninya kau memancingku menggunakan Mommy hanya untuk mengancam ku agar aku memberikan Cip itu,"
Grizella mengambil belati dari tangan Marcus, hal itu berhasil membuat Marcus ketakutan. Perlahan, Grizella mendekatkan belati itu ke pipi Marcus, sedikit menggores pipi itu menggunakan belati milik Marcus sendiri.
"Apa kau melakukan ini juga kepada Mommy?"
"Atau kau ingin aku bunuh sebagaimana kau membunuh kak Clarissa?"
Marcus hanya bisa diam ketakutan melihat Grizella, tidak seperti tadi, sekarang nyalinya ciut jika berhadapan langsung dengan Grizella.
Plak ....
"Kau tidak menjawabku? Apa kau bisu? Atau ingin aku buat kau benar-benar bisu?"
"Clarissa memang pantas mati, karna dia juga yang membunuh ayahku!" Marcus berteriak di hadapan Grizella, Grizella tersenyum miring mendengarnya.
"Apa kematiannya tidak cukup bagimu? Kenapa kau masih mengusik orang-orang disekitarnya?" tanya Grizella dengan santai.
"Karna kalian lah yang membesarkannya, kalian membesarkan iblis sepertinya!" Marcus kembali berteriak kepada Grizella, kali ini Grizella menjauhkan wajahnya dari wajah Marcus.
"Satu hal yang harus kau tau, aku tidak suka ada orang yang berteriak di depanku."
Dugh ....
"Kau mengerti?"
Tanpa Grizella sadari, Marcus menggenggam abu di tangannya, saat ada kesempatan, abu itu ia lempar ke depan muka Grizella, lalu dengan cepat dirinya berdiri dan kabur darisana sebelum pandangan Grizella kembali.
"AAKKH ... Mataku!" Grizella mengucek-ngucek matanya yang perih karna abu itu.
Grizella meraba-raba sekelilingnya, ia yakin dirinya melihat sebotol air disana.
"Sial, aku lengah. Hari ini kau lolos, Marcus," ucap Grizella setelah membasuh mukanya dengan air botol yang ada disana.
"Dua menit, kalian harus segera keluar dari sana!" Panik Ganendra dari arah earphone mereka.
Grizella yang mendengar itu pun segera bergegas keluar dari gedung itu, ia sudah tidak peduli dengan Marcus, dirinya bisa menangkap Marcus kapan saja.
"Haikal, Jaygar, apa kau mendengarku?" Ganendra yang sedari tadi tidak dapat menghubungi Haikal dan Jaygar pun terlihat khawatir, pasalnya Ganendra tidak melihat mereka berdua dari tempat mereka menjatuhkan diri tadi.
Sedangkan disisi lain, Jack dan Steven sedang berusaha mendobrak pintu menuju ruang bawah tanah tempat Fairel dan Nathaniel berada.
Brak ....
Saat Steven dan Jack berhasil membuka pintu itu, mereka langsung tidak bisa melihat apa-apa kedalam sana, ruangan itu tertutup asap tebal.
"Fairel, Nathaniel!" Teriak Jack memanggil Fairel dan Nathaniel, berharap mereka berdua masih sadarkan diri.
"Di-disini ...." Seseorang menyaut dari dalam, dengan cepat Steven dan Jack menghampiri mereka.
"Kalian gapapa?"
"Kita keluar dulu dari sini," ajak Steven karna tidak mungkin mereka berlama-lama disini, mengingat Bom yang sebentar lagi mungkin akan menghancurkan bangunan ini juga mereka yang masih ada didalamnya.
Steven dan Jack menuntun Fairel dan Nathaniel untuk keluar dari sana.
"Tinggal hitungan detik, Bom itu akan meledak!" Desak Ganendra menyuruh mereka yang masih didalam sana untuk cepat keluar dari dalam gedung, termasuk Lucia, Xavier, Diego dan Larenzo yang juga belum terlihat keluar dari gedung itu.
Alexander yang berada tidak cukup jauh dari gedung, berlari untuk mencari mereka yang tak kunjung keluar, apalagi ia mendengar perkataan Ganendra yang menyebut Bom akan meledak dalam hitungan detik.
"DADDY!" Ganendra yang melihat Alexander keluar dari mobil dan berlari masuk kedalam gedung pun panik, yang mana padahal gedung itu sebentar lagi akan meledak.
Ganendra turun dari truk tempatnya berada, ia menyusul Alexander untuk mencegahnya.
Lucia, Xavier dan yang lainnya sudah terlihat keluar dari gedung itu, Ganendra menghentikan langkahnya, ia menghela nafas, "Syukurlah, tapi gimana Fairel dan Nathaniel?" Baru saja ia bernafas lega karna melihat Lucia keluar dengan selamat, ia baru ingat jika yang lainnya juga belum keluar dari dalam sana.
"Aku harus mencari mereka," Ganendra berlari kedalam, menuju ruang bawah tanah.
"Ganendra! Disini!" Jack berteriak memanggil Ganendra saat melihatnya menuju mereka.
"Cepatlah, kita tidak punya banyak waktu."
Steven merendahkan posisinya, meminta Nathaniel untuk menaiki punggungnya agar mereka bisa keluar dari sana lebih cepat.
"Rel, lu masih bisa lari kan?" tanya Ganendra kepada Fairel yang menurutnya ia masih bisa berjalan sedikit lebih cepat untuk keluar dari sana.
"Ck, kelamaan, naik lu biar cepet," Jack merendahkan posisinya juga, menyuruh Fairel menaiki punggungnya, setelah itu mereka lari keluar dari sana.
Setelah mereka baru saja keluar dari gedung itu, tidak lama ....
DUARRR ....
"AWAS!"
Bom itu meledak dan membuat gedung itu roboh dan hancur tanpa memberi kesempatan Steven dan yang lainnya untuk sedikit menjauh dari sana.
Lucia dan Alexander yang melihat itu pun panik dan khawatir, mereka berdua belum melihat yang lainnya keluar dari gedung itu, sedangkan Bom sudah meledak dan merobohkan gedung.
"Bagaimana ini Dad? Dimana yang lainnya?" tanya Lucia yang sudah menangis di pangkuan Alexander.
Alexander tidak bisa berbuat apa-apa, ia juga tidak tahu bagaimana keadaan mereka sekarang.
Xavier berlari ke arah gedung yang masih mengeluarkan kepulan karna roboh itu, disusul Diego dan Larenzo di belakangnya.
Puing-puing bangunan itu berterbangan mental karna Bom yang meledak.
"TOLONG!" Jaygar yang sedang menyandarkan tubuhnya di pohon yang cukup jauh dari gedung pun terbangun kala dirinya mendengar teriakan minta tolong dari sana.
Jaygar berdiri, lalu berlari ke arah suara itu, ia melihat Steven dan Jack yang sedang menggendong seseorang di punggungnya keluar dari kepulan yang asalnya menutupi mereka.
Sedangkan Haikal yang berada di sebelah Jaygar pun terheran, ia ikut berdiri, lari namun ke arah yang berbeda.
"Tolong Ganendra, dia tertimpa reruntuhan disana, kita harus menyelamatkan mereka sebelum terlambat," Jack meminta tolong kepada Jaygar, lalu memperlihatkan Fairel yang ada di punggungnya, ia tidak bisa langsung menyelamatkan Ganendra karna Fairel dan Nathaniel mulai kehilangan kesadaran mereka, sedangkan Steven sudah berlari lebih dulu membawa Nathaniel.
Jaygar mengangguk, lalu dengan cepat berlari ke arah Ganendra yang sudah kesakitan karna kakinya yang tertimpa reruntuhan.
"Jaygar. Sshh, kaki gue ...." Ganendra meringis kesakitan karna kakinya ditimpa tembok besar.
"Diam, akan semakin sakit jika kau terus bergerak," ucap Jaygar, lalu mengangkat tembok besar itu dari kaki Ganendra.
"AAKKHH ...." Ganendra berteriak kesakitan saat tembok itu di angkat dari kakinya.
"Maafkan aku," Jaygar merobek sisi bajunya, setelah itu membalutkan kain berbahan kaos itu ke kaki Ganendra yang terus mengeluarkan darah.
"Sshh ...." Ganendra meringis karna merasakan perih di kakinya, ia mendongakkan kepala, menggigit bibirnya untuk menahan rasa sakit dan menahan tangisnya.
"Menangislah. Tapi bertahanlah dari rasa sakit yang kau rasakan," ucap Jaygar tanpa melihat ke arah Ganendra karna sedang membalut kaki Ganendra yang terus mengeluarkan darah.
Tangisan Ganendra pecah saat Jaygar menyuruhnya menangis, jaygar tau dirinya sedang menahan tangis, "Hiks, Sakit ...," rintih Ganendra di sela-sela tangisannya.
"Bertahanlah."
Setelah selesai membalut kaki Ganendra, Jaygar menggendong Ganendra ala bridal style, karna tidak mungkin ia membawa Ganendra di punggungnya sedangkan Ganendra saja tidak bisa bisa berdiri untuk menaiki punggungnya.
...___...
...Steven...