Kalian pernah nggak sih suka sama sahabat kalian? Yah kali ini aku sadar kalau aku suka sama sahabat dari kecil ku. Dari umur 3 tahun hingga sekarang aku umur 23 tahun baru sadar kalau aku suka bahkan cinta sama dia. Namun bagaimana mungkin aku menyatakan perasaan ini? Kami itu sahabatan. Bagaimana aku menaruh hati dengannya/ bahkan dia juga sudah punya pacar. Pacar yang selalu dia bangga-banggakan. Aku bingung bagaimana harus mengungkapkannya!
Hai namaku Dion! Umur ku saat ini 23 tahun, aku baru saja lulus kuliah. Aku suka banget dengan kedisiplinan namun aku mendapatkan sahabat yang selalu lalai terhadap waktu dan bahkan tugasnya. Bagaimana cerita kami? Lest go
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayinos SIANIPAR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 26 "Dion bersama Reta"
DION DI RUMAH RETA
Dion menemui Reta di apartemennya. Kali ini Reta melepas rambut palsu atau wig-nya itu. Dia tersenyum menatap Dion.
“Terima kasih, ya, untuk hari-harinya,” ujar Reta tersenyum manis kepadanya.
“Buat apa?” tanya Dion bingung.
“Buat semuanya, Ion, buat hari-harinya, buat ajaranmu yang membuat nilaiku naik, terima kasih,” ujar Reta tersenyum manis.
Dion menatap Reta dengan sangat dalam dan penuh makna. Dion mengeluarkan amplop cokelat dari sakunya.
“Aku mau balikin ini ke kamu, Re,” ujar Dion, menyerahkan amplop yang berisikan uang itu.
Dion merasa tidak seharusnya dia menjadi guru privat Reta. Dion merasa dengan adanya uang itu, dia bukan tulus, melainkan dia hanya menginginkan uang atau materi.
“Aku sudah kasih ke kamu, Ion, tolong jangan kembalikan ke aku, Ion. Anggap saja jika aku sudah tidak di dunia ini lagi, aku tidak punya utang apa pun lagi,” ujar Reta lirih.
“Kamu bicara apa sih, Re? Kamu pasti sembuh. Dan aku dulu menerima uang ini karena aku tidak anggap kamu penting di hidupku, namun kali ini aku merasa kamu penting di hidupku, sayang,” ujar Dion dengan sangat lembut.
Reta merasa sangat tersentuh. Mungkin kalau dia tidak sakit, dia akan melompat tinggi untuk mengungkapkan kebahagiaan itu. Namun, dia sadar, jika dia tidak sakit, mana mungkin dia sedekat ini dengan Dion.
“Terima kasih atas gombalannya, loh,” ujar Reta tersenyum.
“Aku tidak gombal, Re.”
“Sudah, ah, Dion, jangan terlalu baik ke aku, nanti kamu malah jadi salah satu alasanku memohon kepada Papi Yesus agar aku hidup lebih lama lagi,” ujar Reta tertawa bercanda.
“Kalau doamu langsung dikabulkan Papi Yesus, aku mohon kamu doakan itu,” ujar Dion dengan wajah serius dan menggenggam tangan Reta.
“Ion, kamu bisa tidak sih jangan buat aku merasa semakin dicintai? Aku tahu kamu seperti ini karena aku lagi sakit,” ujar Reta dalam hatinya dengan sedih.
“Terima kasih, ya, Ion, mungkin itu mustahil,” ujar Reta menyangkal.
“Ion, aku mau ke rumah Mama deh,” ujar Reta melanjutkan ucapannya.
Tiba-tiba sekali gadis ini meminta hal itu. Dion sedikit ragu, mengingat kejadian sebelumnya bahwa Reta berantem dengan Ibunya. Namun, Dion harus mencobanya.
“Ya sudah, ayo sekarang,” ujar Dion semangat walaupun ragu.
“Terima kasih, ya, Ion,” ujar Reta sangat senang.
Reta pun bersiap-siap. Reta menggunakan riasan untuk menutupi wajahnya yang tidak baik-baik saja. Dia juga menggunakan rambut palsu yang sering dia pakai. Namun, dia terlalu lemah sehingga dia harus menggunakan kursi roda.
Setelah selesai bersiap-siap, mereka bergegas menuju rumah Reta, dan ditemani pengasuh Reta. Dengan sangat hati-hati Dion membawa Reta ke rumah orang tuanya.
Selama di mobil, Reta kelihatan murung. Dion yang memperhatikan ekspresi wanita itu segera bertanya keadaannya.
“Kamu kenapa, Re? Apa kamu gugup?” ujar Dion memastikan gadis itu.
“Aku takut kelihatan lemah, Ion, di depan Mama. Andaikan aku bisa berdiri tegar di hadapannya tanpa kursi roda,” ujar Reta memberitahu kerisauan hatinya.
“Harusnya kamu jujur ke Mama kamu, Re,” ujar Dion memberi pendapat.
“Aku tidak mau Mama sedih, Ion,” ujar Reta lembut.
Dion tidak tahu harus bilang apa. Dia merasa gadis ini terlalu memikirkan orang lain, sampai-sampai dia tidak memperdulikan dirinya yang sudah seperti ini.
Akhirnya mereka sampai ke rumah itu. Dion memapah Reta ke kursi rodanya dan mendorong kursi roda itu memasuki rumah Reta. Mama Reta yang mengetahui ada tamu datang langsung keluar dari kamar dan menuju ruang tamu.
“Kenapa kaki kamu? Kenapa kamu pakai kursi roda?” tanya Mama Reta dengan ketus melihat anaknya itu.
“Iya, Ma, kemarin aku keseleo makanya aku naik kursi roda saja,” ujar Reta berbohong.
Mata Dion membulat. “Gila nih cewek, masalah penyakit segede ini dia tidak mau jujur?” ujar Dion dalam hatinya.
“Memang kamu itu dari dulu selalu lebay, apa-apa dibuat ribet,” ujar Mama Reta ketus.
Reta hanya menunduk menahan dirinya untuk tidak menangis. Reta tidak mau dikasihani sama mamanya, cukup Dion yang dibebankan.
“Kalau sudah keseleo gini kamu datang ke Mama, padahal cuma keseleo! Kamu sama saja seperti Papa kamu, tidak ada gunanya, lemah!” ujar Mama Reta semakin menyakiti hati Reta.
Kuping Dion memanas. Dion tidak bisa menahan semua ini. Seorang ibu seharusnya melindungi anaknya, bukan menjatuhkan mental anaknya.
“Hkmmm, maaf, Tante, kalau lancang, tapi mama saya cuma single parent tanpa papa. Dia bisa membesarkan saya dengan sangat baik. Menurut saya, ibu yang berguna itu seperti mama saya, bukan seperti Tante yang menjatuhkan mental anaknya,” ujar Dion tak kalah lantang.
Sarah meremas tangan Dion. Namun, Dion menepisnya dengan lembut.
“Kalau Tante memang berguna, terus anak Tante tidak berguna, coba sebutkan satu hal yang Tante perbuat di hidup Reta?” ujar Dion mendekatkan dirinya ke Mama Reta.
Dion merasa yang dilakukannya kelewatan, namun dia juga tidak bisa diam saja melihat wanita yang dia sayangi ditindas.
“Kamu tahu apa tentang anak saya?” ujar Mama Reta menatap Dion.
“Saya rasa saya tahu lebih banyak dari Tante.” “Apa? Coba bilang!” ujar Mama Reta menantang.
“Saya tahu Reta tinggal di apartemen dibiayai Papanya karena Tante selalu melampiaskan amarah Tante ke Reta.”
“Saya juga tahu kalau Reta berusaha mati-matian biar dapat nilai sesuai standar Tante, sampai dia memesan guru privat, dan semester ini Reta memenuhi hal itu.”
“Dan saya tahu kalau Reta sekarang ini sedang mengidap kanker stadium akhir. Dia berusaha di depan Tante baik-baik saja karena tidak mau mamanya tiba-tiba baik ke dia hanya karena kasihan,” ujar Dion panjang lebar.
Tubuh Reta rasanya lemas mendengar Dion memberi tahu hal itu kepada mamanya. Begitu juga Mama Reta. Mama Reta terduduk di lantai. Dia bingung harus apa.
“Kami pamit, Tante,” ujar Dion membawa Reta.
#SMA
#Romance
#Sahabat
JANGAN LUPA LIKE AND KOMEN!!