"Revano! Papa minta kamu menghadap sekarang!"
Sang empu yang dipanggil namanya masih setia melangkahkan kakinya keluar dari gedung megah bak istana dengan santai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sari Rusida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25
Beberapa hari berlalu. Nathalie sudah diperbolehkan pulang siang ini. Risya menepati ucapannya pada Nathalie, akan merawat Nathalie sampai dinyatakan sembuh.
Dimas yang mendengar kabar Nathalie ada di Surabaya --tepatnya di Rumah Sakit, memutuskan untuk menjenguk. Entah bagaimana ceritanya, setiap Dimas datang menjenguk Nathalie, ia selalu datang dengan Risya.
Revano tentu melihatnya. Sangat bagus, batinnya saat itu. Dengan begitu hubungan Risya dan Dimas bisa semakin dekat, dan Revano bisa menuntaskan tugasnya ini.
Pagi ini Risya kembali datang bersama Dimas. Di dalam ruangan itu sudah ramai. Ada Revano, Reyna, Rifki, dan Reno. Risya masuk ke dalam dan sudah disambut oleh semuanya.
Risya dan Dimas bersamaan menyapa Nathalie, tersenyum lebar. Berjalan berdampingan menuju ranjang Nathalie. Infus masih terpasang di tangannya, akan dilepas satu jam sebelum pulang nanti.
"Kalian datang lagi? Ya ampun, padahal hari ini Tante akan pulang lho," ucap Nathalie setelah membalas sapaan mereka lagi.
"Justru karena Tante mau pulang kita datang lagi. Jadi janji Risya udah ditepati dong, ya?" Risya tersenyum menggoda, duduk di sebelah ranjang Nathalie.
"Om nggak datang jemput, Tante?" Dimas bertanya, kini ia duduk di sofa bersama Revano dan yang lain.
"Mungkin nantu, Dim."
Lama mereka mengobrol di sana. Risya tampak asik bercanda ria bersama Nathalie dan Reyna. Suara tawa kadang terdengar keluar dari bibir ketiganya.
Dimas pun sudah berbaur dengan Revano, Reno, dan Rifki. Sesekali lelaki yang akan menjadi tunangan Risya itu mencuri pandang ke arah ranjang, lebih tepatnya ke arah Risya. Senyumnya terus mengembang memperhatikan Risya yang tertawa lebar bersama Reyna dan Nathalie.
Malam setelah Risya pergi dari danau meninggalkan Revano, paginya dia begitu hangat kepada Dimas. Entah karena apa, yang jelas Tisa --Mamanya Risya-- sangat bersyukur hingga hari ini anaknya itu mau berbaur dengan Dimas.
"Dimas, Risya ini pacar kamu, atau sudah mau jadi calon istri kamu?" Nathalie dari ranjang bertanya, menoleh pada Risya sambil tersenyum menggoda.
Dimas terlihat salah tingkah mendengar ucapan Nathalie, dan Revano melihat itu. Pandangan anak sulung Nathalie itu beralih pada Risya. Risya terlihat memperhatikan Dimas, tersenyum malu.
"Calon tunangan, Tan."
Nathalie tertawa lebar, melihat wajah Risya yang memerah. Dimas pun menoleh seketika melirik pada Risya. Memastikan pendengarannya. Apakah benar Risya yang mengatakannya tadi?
"Calon tunangan? Jadi, kapan tunangannya, nih?" Nathalie masih bertanya dengan nada menggoda.
"Ah, Tante. Jangan gitu, ah. Risya malu." Risya menundukkan kepalanya, tersenyum malu.
"Ciee ... Kak Risya malu-malu," Reyna bertambah menggoda Risya.
Dimas sendiri terlihat salah tingkah di sofa. Gerakannya terlihat serba salah. Menggaruk tengkuknya sambil menoleh pada Risya, kemudian mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Revano memperhatikan itu. Risya yang tengah tersenyum malu, Dimas yang salah tingkah, Mamanya yang menggoda Risya.
Ada yang memperhatikan Revano kala itu. Kala Revano memperhatikan Risya dengan wajah datarnya, melirik Nathalie dengan tatapan sama, dan melihat Dimas dengan tatapan dan wajah yang lagi-lagi sama. Datar. Dia Reno.
Begitu intens Reno memperhatikan Revano, kembarannya. Mengikuti arah pandang Revano yang begitu datar. Menatap wajah orang yang sibuk menggoda Risya dan Dimas.
"Udah ah, Tante. Risya mau ke kamar mandi dulu." Tidak tahan terus digoda, Risya akhirnya memilih menghindar.
"Ciee, ada yang mau kabur, nih," Reyna terus menggoda Risya saat Risya berjalan menuju kamar mandi di dalam ruangan itu.
"Kebelet, Reyna," Risya menjawab lebih dulu sebelum menutup pintu kamar mandi.
Revano melihatnya. Rona merah itu masih terlihat di wajah Risya saat memasuki kamar mandi. Begitu pun Reno. Dia pun melihat, begitu intens kembarannya itu menatap Risya.
"Bang Dimas kapan tunangan sama Kak Risya? Undang kita semua, 'kan?" tanya Reyna sesaat setelah Risya menghilang dibalik pintu kamar mandi.
"Jelas dong, masak keluarga sahabat Abang nggak diundang," ucap Dimas sambil tersenyum senang. Tangannya merangkul pundak Revano yang memang duduk di sebelahnya.
Brakk!
Belum ada yang menyahuti ucapan Dimas, pintu ruangan Nathalie terbuka kasar. Tama masuk ke dalam dengan wajah memerah, marah. Reflek, semua yang ada di dalam berdiri --kecuali Nathalie.
"Pa, kenapa banting--"
"Reno! Sini kamu!" Wajah Tama yang terlihat garang membuat semua orang bergidik. Ruangan itu seketika menghening sesaat setelah teriakan Tama terdengar.
"Kenapa, Pa." Reno mendekati Tama, bertanya.
Bugh!
Teriakan Nathalie dan Reyna terdengar. Sudut bibir Reno mengeluarkan darah segar. Revano merangsek maju, membantu Reno berdiri.
"Apa yang kamu lakukan, hah! Jangan pernah bermain-main dengan Papa, Reno!" Rahang Tama mengeras, tangannya mengepal, penampilannya persis seperti saat ia menghajar Revano beberapa minggu silam.
"Kenapa, Pa? Salah Reno apa?" Reno berusaha berbicara, bertanya kesalahannya.
Belum sempat Tama kembali maju, security dari luar segera masuk dan memegang tangan Tama.
Perkelahian sejenak terhenti.
***
"Kamu lihat ini! Kamu lihat baik-baik!" Setelah sekali menampar Reno, Tama menyodorkan benda persegi miliknya.
Revano, Dimas, Reno, dan Tama keluar dari ruangan Nathalie dan pergi ke sini. Tempat yang lumayan sepi, cocok untuk Tama yang ingin melampiaskan amarahnya.
Setelah security datang, Tama diminta untuk menyelesaikan masalahnya dengan baik-baik. Kalau tidak bisa baik-baik, mereka diminta untuk meninggalkan area rumah sakit, karena mereka --terutama Tama-- sangat mengganggu pasien.
Rifki diminta untuk menenangkan Mamanya dan adiknya. Dia tetap berada di ruangan, menghibur Mamanya, terutama Adiknya yang sedang terisak. Beberapa saat kemudian Risya keluar dari kamar mandi.
"Ada apa, Ren?" Dimas bertanya. Pasalnya Reno hanya diam setelah Tama menyodorkan HP-nya. Ada apa?
Revano merampas paksa HP Papanya dari tangan kembarannya. Dia tidak bisa menunggu Reno berbicara, tidak akan sabar.
"Kamu jauhi perempuan itu! Papa tidak suka kamu dekat dengannya!" Tama mencengkeram rahang Reno, mendesis galak.
"Tapi kenapa, Pa?" Reno bertanya pelan. Sudut bibirnya terasa perih, rahangnya terasa patah. Cengkeraman Tama benar-benar kuat.
"Apa Papa harus memberikan alasan?" Tama bertanya, wajahnya lebih bertambah galak.
"Papa dapat dari mana foto ini?" Revano bertanya.
Tama melepaskan cengkramannya, dengan kasar. Menoleh ke arah Revano, masih dengan tatapan tajam.
"Kamu tidak tahu kalau perempuan yang bersama kamu itu menyebarkan foto kalian di media sosial?" Tama masih mendesis galak, menatap Revano nyalang.
Foto itu. Foto yang Risya ambil sebelum berangkat ke Kalimantan beberapa minggu lalu. Foto yang Risya sebar di ig dengan alasan ingin membuat Alex cemburu. Foto itu, telah sampai di tangan Tama.
Revano menatap Reno. "Kamu mendekati Risya?"
Nada suara Revano datar, namun terdengar tajam di telinga Reno. Sang empu yang ditanya menggeleng pelan, tangannya sibuk menyeka darah di sudut bibir.
"Kenapa Reno harus menjauhi Dita, Pa?" Reno bertanya, menundukkan kepalanya. Papanya yang egois ini, jika dilawan akan semakin melawan. Jika diam, dia akan merasa menang. Reno memilih mengalah, bertanya pelan.
"Tidak perlu alasan Papa memerintahmu, Reno. Jauhi dia, mulai sekarang!" Tama mengambil HP-nya, berniat berlalu dari sana.
"Reno mencintai Dita, Pa."
Bugh!
Demi membungkam mulut putranya, Tama kembali memberikan bogeman mentah di wajah Reno. Revano masih terdiam. Mencintai Dita? Sejak kapan mereka kenal?
"Papa tidak suka melayangkan tangan ini ke wajahmu, Reno. Jangan paksa Papa melakukannya!"
Dimas membantu Reno berdiri. Darah segar keluar lebih banyak.
"Sejak kapan kalian kenal?" Revano bertanya.
"Di Kalimantan. Diam-diam dia mengkhianati Papa!" Tama berucap datar, sangat tajam.
"Beri alasan Reno, Pa. Reno sudah mencintai Dita," Reno masih bersikukuh. Yang difikirannya sekarang, cintanya harus diperjuangkan.
"Dita adalah perempuan yang Papa jodohkan dengan kembaran kamu."
••••
Bersambung
Ayo dong wee di like aku sedih tau huhuhu