Kalandra merupakan siswa pintar di sekolah dia selalu datang tepat waktu, Kalandra bertekad untuk selalu membahagiakan ibunya yang selama ini sendiri menghidupinya. Kalandara ingin memiliki istri yang sifatnya sama seperti ibunya dan setelah dia berkata seperti itu, ternyata semesta mendengar doanya Kalandra bertemu seorang gadis cantik ketika dia membaca buku di perpustakaan. Kalandra terpesona oleh gadis itu yang belakangan di ketahui bernama Aretha. Apakah Aretha juga punya perasaan yang sama seperti Yang Kalandra rasakan. Jangan lupa selalu tunggu cerita menarik dari Kalandra dan Aretha ya...!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hani Syahada, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 9 CPPP
“Andra, ayo kemari! kenapa kamu melamun, cepat sini banyak ikan ini lo..!” ucap Aretha sambil melambaikan tangan ke arahku.
Aku yang dari tadi memikirkannya, tiba-tiba terpana melihat dia tersenyum dengan manisnya tepat di hadapanku, di tambah cahaya matahari sore semakin menambah kecantikannya dan aku berkali-kali tidak berkutik jika sudah bertatapan dengannya.
“Iya Aretha, tunggu aku! Sambil segera berlari ke arahnya.
Saat aku berlari ke arahnya, tiba-tiba saja pandangan mataku tertuju kepada seorang ibu yang berjualan bunga di ujung jalan dekat danau, aku baru menyadari kalau di danau ini ada yang berjualan bunga, aku pun segera menghampiri penjual bunga tersebut tetapi sebelum itu, aku memberi tahu Aretha terlebih dahulu.
“Aretha, aku kesana dulu ya.. mau beli bunga!” Aretha pun menganggukkan kepalanya dan tersenyum manis ke arahku.
“Oke Andra, aku tunggu di sini ya!” ucapnya lagi sambil dia memberi makan ikan-ikan di danau.
Aku pun menghampiri penjual bunga itu dan bertanya berapa harga bunganya.
“Bu, bunganya bagus-bagus berapa harganya?
Ucapku sambil melihat-lihat bunga apa yang ingin aku beli, karena semua bunganya cantik-cantik.
“Murah saja nak, hanya 20 ribu untuk semua jenis mawar ini! Pilih saja yang mana kamu suka!" Ucap penjual itu sambil menata bunga-bunganya di atas terpal.
Aku pun bingung mau pilih yang mana, karena aku jarang beli bunga, terakhir kali aku beli bunga ketika kelasku mengadakan lomba menghias taman dan itupun bunga melati bukan bunga mawar.
Di sela aku memilih bunga, mataku tiba-tiba saja terfokus pada anak kecil yang berada di dekat ibu penjual bunga itu, aku melihat dia sedang fokus belajar, karena penasaran aku pun bertanya kepada ibu penjual bunga itu.
“Ibu, mohon maaf saya ingin bertanya siapa anak kecil itu?” ucapku sambil memilih bunga mawar.
“Itu anak saya nak, kebetulan dia sedang libur sekolah, anak saya selalu menemani saya ketika jualan bunga di sini! Biasanya setelah pulang sekolah anak saya langsung kemari!”
Ucap ibu penjual bunga itu, sambil mengeluarkan kantung plastik untuk wadah bungaku.
“Saya lihat anak ibu, rajin ya.. belajarnya! bahkan saat libur sekolah, dia menyempatkan untuk tetap belajar sambil membantu ibu jualan, saya salut dengan anak ibu!”
Ucapku sambil mendekati anak itu karena penasaran.
“Iya nak, anak saya tidak pernah meninggalkan belajarnya dalam kondisi apa pun, saya beruntung sekali punya anak sebaik dan setulus dia, karena setiap hari sepulang sekolah dia selalu datang ke danau ini, untuk membantu saya jualan!"
"Katanya, dia kasihan sama saya, dia tidak mau saya sampai kecapean, apalagi kami cuma tinggal berdua karena bapaknya sudah meninggal ketika dia masih bayi! Sehingga dia tidak tega jika saya pulangnya ke sorean"
Ucap ibu penjual bunga itu, sambil merapikan bunga-bunganya.
Aku tidak menyangka kalau ada anak lain yang senasib sama seperti aku, sama-sama di tinggal ayahnya ketika masih bayi tapi aku kagum dengan ibu itu, karena berhasil mendidik anaknya menjadi anak yang baik serta peduli terhadap orang tuanya.
Aku pun segera memilih bunga mawar itu karena takut Aretha akan lama menungguku.
“Ibu saya pilih bunga mawar merah ini saja ya..!” ucapku kepada ibu penjual bunga itu.
“Oke nak, bunga ini untuk pancarnya ya... Ibu, doakan semoga kamu selau bahagia dengannya ya.. nak!
Mendengar perkataan ibu penjual bunga itu, membuat hatiku berdebar kencang dan hanya tersenyum tipis karena malu.
“Belum jadi pacar sih.. bu, tapi saya ingin dia jadi istri saya!” ucapku sambil menata bunga mawar yang tidak aku pilih.
“Amin nak, semoga segera terwujud ya..!”
Ucapnya, sambil memberikan bunga mawar yang sudah ibu itu bungkus dengan plastik.
Aku pun berpamitan kepada ibu penjual bunga itu.
“Kalau begitu saya pamit bu! Ucapku sambil pergi meninggalkan ibu penjual bunga itu.
Selama perjalan dari membeli bunga, tiba-tiba aku tersadar akan satu hal yaitu ketulusan. Aku dapat melihat ketulusan dari ibu penjual bunga itu, matanya yang sayu serta keringat membasahi wajahnya menandakan kalau ibu itu orang yang pekerja keras.
Dan tidak pernah mengeluh akan keadaan, apalagi suaminya telah meninggal dunia namun ibu itu tetap setia sampai sekarang, hal tersebut mengingatkanku pada ibuku yang sama-sama di tinggal meninggal oleh ayahku, tetapi tetap setia dan tidak pernah putus asa dalam menghadapi rintangan hidup.
Dan dari sinilah aku belajar, makna hidup tentang cinta dan kesetiaan, tapi ngomong-ngomong soal cinta aku hampir lupa kalau sebenarnya hari ini aku mau jujur sama Aretha soal perasaanku. Jadi aku harus bagaimana ini, padahal aku sudah belajar tentang makna cinta dari dua wanita hebat itu, namun kenapa susah sekali aku terapkan, kenapa aku merasa hanya paham teorinya tapi penerapannya masih belum.
Aku tidak tahu sekarang harus bagaimana, aku belum menemukan ide apapun, mana hari sudah mulai sore lagi, kalau aku nanti pulang, ibu pasti akan bertanya kepadaku seperti wartawan, namun aku gagal hari ini juga karena pesan dari ibu, karena dia menulis surat tentang cinta yang kebetulan di baca oleh Aretha dan dia mengira aku lagi suka sama orang lain, tapi aku tidak mungkin menyalahkan ibuku karena hal ini.
Mungkin aku memang belum cukup baik untuk mengungkapan cinta ini, apa aku mengungkapkannya ketika aku sudah siap saja, seperti yang aku katakan sama Aretha, mungkin itu lebih bagus dari pada terburu-buru begini. Biarlah hari ini aku fokus jalan-jalan berdua saja dengan Aretha sambil menikmati danau Bara-bara.
"Andra, cepat kesini! Kenapa kamu lambat sekali! Teriak Aretha dari arah danau tempat dia memberi makan ikan.
Aku hanya bisa tersenyum, ketika dia memanggilku dan berharap waktu tidak cepat berlalu karena aku masih ingin menikmati momen kebersamaan ini dengan Aretha.
Aku ingin jika waktu berhenti, berhentilah di momen ini, karena momen inilah yang paling indah setelah kebersamaan ku dengan ibu, aku berharap suatu hari, dimana aku akan mengungkapkan isi hatiku, aku bisa leluasa berbicara di depannya tanpa ada perasan canggung atau pun malu.
"Andra, kesini!" teriak Aretha lagi yang tidak sabar menungguku karena aku berjalan pelan.
Aku baru kali ini, melihat sisi Aretha yang lain karena biasanya dia terlihat lebih kalem dan pendiam, namun setelah aku dan dia ke danau ini dan ketika dia memintaku untuk memfotonya aku baru menyadari sifat yang lain darinya.
Namun aku sangat senang sekali bisa melihat sifat yang lain darinya, karena itu berarti dia nyaman denganku dan tidak tertekan bila bersamaku, aku berharap begitu.
Aku harus cepat jalan ini, nanti Aretha panggil aku lagi.
"Aretha, aku sudah di sini! Kamu mau kasih tahu aku apa ya..? Aretha pun menarik tanganku secara tiba-tiba.
"Ini Andra, ikannya banyak cantik-cantik lagi, fotokan aku ya..! Ucapnya sambil memberikan aku teleponnya.
"Oke Retha"