**Tidak ada adegan vulgar cinta sesama jenis disini ya***
Tawaran Menjadi istri kontrak seorang gay (Galeo davin) dengan Bayaran 1 Milyar untuk 1 tahun, membuat Resha Alea (Eca) langsung menyetujuinya, karena kebutuhan yang mendesak akibat hutang judi yang di wariskan oleh mendiang orang tuanya.
Setelah pernikahan, Eca selalu menyaksikan kebersamaan Leo dan teman dekat laki lakinya, Stavi yang bernama asli (Gustav Alvaro).
Seiring berjalannya waktu, Perlahan Leo berubah sedikit demi sedikit karena afirmasi dan perlakuan yang Eca berikan di setiap harinya.
(Novel ini ringan ya, jangan berharap konflik yang berat seberat beban hidup ... jangan!)
Yang suka silahkan lanjut baca, yang gak suka gak usah menggiring kebencian lewat kolom komentar, lebih baik di skip, okey?! ✨
Btw ini novel ke 3 author ya, makasih yang udah setia nemenin dari novel pertama, I love you so bad my readers 💜✨
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fareed Feeza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mati lampu
"Kak, denger aku gak sih?"
"Mantep banget sambalnya, top masakan kamu." Leo malah berkomentar soal makanan di banding merespon apa yang Eca katakan.
"Yaudah, kalau diem aja berarti boleh." Sahut Eca.
Karna makanannya cukup pedas, Eca sedikit kegerahan ... Dia mengikat rambutnya yang terurai panjang, dan tanda merah yang ada di belakang telinga terpampang di hadapan Leo.
Karya gue . Ucap Leo dalam hati, dengan sedikit senyum bangganya.
"Ga boleh." Ucap Leo.
Eca menghentakan kakinya kesal, "Kenapa sih? Cuma 2 hari doang. Kamu juga libur ... nanti aku siapin makanan Frozen, tinggal masukin microwave doang."
"Oh ya, tadi di kampus ga ada yang nanya soal tanda merah di leher lo?"
"Tanda merah?" Eca langsung teringat apa yang di lakukan oleh Leo pada malam itu. "Leherku?" Dengan cepat Luna berlari ke kamar, tujuannya adalah cermin.
"Aaaaaa .... Memalukan banget, untung tadi Adel ga liat, eh apa dia pura-pura gak liat doang yah, terus dia malu nanya sama aku? Aaaaaaaaa Kak Leo!!!"
Eca kembali menghampiri Leo yang belum selesai juga menikmati makanannya.
"Kak, kamu mau malu-maluin aku ya? Aku gak suka ya di giniin!"
Leo menengguk segelas air putih yang ada di atas meja makan. "Enak ga? Mau lagi?"
"Pelecehan banget!"
"Mana ada pelecehan, itu hak gue kok."
"Stop please, aku gak mau bahas lagi, aku mau tidur di kamarku malam ini!"
Leo menghentikan kegiatan makannya, padahal hanya tinggal beberapa suapan lagi.
"Ca ...!" Leo berusaha menyusul Eca yang berlari masuk ke dalam kamarnya.
"Ca buka ca ... Gue gak akan gitu lagi. Janji." Ucap Leo di balik pintu kamar Eca yang tertutup.
Di dalam sana.
Eca meneliti tanda merah yang ada di lehernya dengan fokus, baru pertama kali wanita itu mendapatkan tanda seperti itu karena seorang pria ... Jika hanya luka di garuk Eca sudah biasa.
"Untungnya tadi rambutku di gerai, Aaaa gak kebayang kalau sampe temen-temenku tau." Eca mengacak rambutnya frustasi.
Leo terus saja mengetuk pintu kamar Eca, cerdiknya wanita itu ... Dia tidak mencabut kunci di handle pintu, jadi Leo tidak bisa membukanya menggunakan kunci cadangan.
"Eca ... Buka, gue gak bisa tidur nanti, besok gue ada meeting pagi." Keluh Leo.
Eca tidak menghiraukan sama sekali rengekan Leo di luar sana.
Dia menutup kedua telinganya dengan headset dan memutar lagu favoritnya.
.
.
Leo mengigit jari telunjuk seraya berfikir.
Pria itu mendapatkan Inspirasi dari cahaya lampu, "Oke ... Saklarnya, gue bakal matiin saklarnya."
Sebelum melakukan aksinya, Leo menghabiskan sisa makanannya terlebih dahulu, dan setelah itu dia merapihkan sisa dan mencuci bekas makannya.
"Jahat dikit gak ngaruh." Gumam Leo sambil berjalan ke arah dimana saklar listrik berada.
*Lampu padam*
Perlahan Leo berjalan ke arah sofa, pria itu mendudukan diri disana sambil menunggu respon yang akan terjadi.
*Suara pintu kamar di buka
Eca tidak terlalu histeris karena posisinya sedang memegang ponsel, jadi dengan mudah dia bisa menyalakan lampunya. tapi tetap saja, Eca takut jika seluruh ruangan gelap gulita seperti sekarang.
"Kak."
Suara yang Leo tunggu-tunggu pun akhirnya muncul.
Eca terdengar membuka pintu kamar Leo, beberapa detik di dalam sana Eca kembali keluar kamar, mencari keberadaan dimana Leo.
"Kak Leo."
Leo menahan tawanya saat suara Eca sudah sedikit bergetar, mungkin karena takut ... Dan tidak mengetahui keberadaan Leo.
"Kak, jangan becanda. Aku takut."
Udah dua malem gue bikin dia nangis konyol, haha.
"Kakakkkk!" Eca menemukan keberadaan Leo saat lampu ponsel mengarah ke sofa.
Wanita itu langsung berhambur kepelukan Leo, "Kak, kamu isengin aku ya?" Eca memukul dada Leo pelan.
"Isengin apa?"
"Matiin lampu."
"Mana ada, gue aja kaget ... Lagi nonton tv tiba-tiba mati lampu." Bohong Leo.
"Beneran?"
"Iya lah. Awas ... jangan peluk gue ... lo kan tadi gak mau Deket-deket."
"Ih ... Jangan gitu."
"Jangan gitu gimana?" Leo berusaha keras menahan tawanya, misi nya berhasil membuat Eca datang padanya karena takut.
"Jangan larang peluk."
Kesempatan harus di manfaatkan. Batin Leo.
Leo membalas pelukan Eca, pria itu meletakan dagunya di atas kepala Eca, dengan tangannya yang mengusap lembut pinggang ramping Eca.
"Ca ..."
"Apa?"
"Beberapa hari yang lalu Rafli kesini."
"Oh ya? Kok dia gak bilang. Kakak juga gak bilang sama aku." Sahut Eca sedikit melonggarkan pelukannya.
Leo menarik pinggang Eca, sehingga pelukannya kembali rapat.
"Kemarin gue usir dia. Dia udah lancang berani-beraninya ikut campur masalah pernikahan kita."
"Mm-maksudnya gimana kak?"
"Sebelum gue jawab, gue mau tanya dulu ... Kenapa lo ceritain latar belakang pernikahan kita?"
Eca melepas pelukannya kali ini, tapi lagi-lagi Leo mencekalnya.
"Jawab aja, gak usah lepas pelukannya." Ucap Leo.
"Rafli minta jelasin kak, karena aku udah anggap di kayak sodara, jadi aku ceritain aja."
"Lo ngerti dong rahasia itu apa? Gue aja ga berani ceritain pernikahan ini sama siapapun. Nah lo malah cerita sama mantan lo."
"Sama Kak Stavi, aku denger ya ... Pas kalian ngobrol waktu itu."
Leo sedikit mengingat, dia lupa pernah menceritakan masalah pribadinya itu pada Stavi.
"Dia doang, gue jamin dia gak akan cerita sama siapapun. Sampe sekarang buktinya kita aman-aman aja kan?"
"Ya Rafli juga aman kok."
"Dia mau bayar gue 1M asalkan lo pisah sama gue dalam waktu dekat, dan dia juga mau nikahin lo."
"Hah? seriusan? 1M ... Dia punya uang sebanyak itu sekarang?"
"Mana gue tau. Mungkin dia jaga lilin." Ledek Leo.
"Ish." Eca lagi-lagi memukul dada Leo, karena perkataannya.
Kali ini Eca duduk sambil memainkan ponselnya, sesi pelukan sudah berakhir karena Leo tidak mencegahnya lagi saat Eca melepaskan tangannya.
Leo sedikit menengok, apa yang sedang Eca ketik di ponselnya.
"Chat Rafli?"
"Enggak." Jawabnya singkat.
"Gue ngantuk, tidur duluan ya." Leo beranjak dari duduknya, dengan cepat Eca memegang tangan Leo erat. "Ikuttt."
"Tadi katanya mau tidur di kamar lo sendiri."
"Gak jadi, mau sama kakak."
Leo tersenyum penuh kemenangan, saat Eca berjalan membuntuti sambil memegang tangannya.
"Panas banget jadinya, karena mati lampu mungkin." Ucap Eca.
Leo membuka pintu balkonnya lebar, dan juga gorden yang menutupi jendela besarnya. Angin malam itu cukup kencang ... Sehingga Leo dan Eca bukan lagi kepanasan malah berubah menjadi kedinginan.
"Di tutup aja ya, nanti lo masuk angin."
"Tapi gerah."
Lagi-lagi otak pria nya kembali berjalan di saat seperti ini.
"Lebih baik kepanasan, dari pada sakit nantinya."
Leo kembali menutup pintu balkon, dan gorden yang di biarkan terbuka.
"Tapi kok di jalanan sana pada terang ya kak?" Kata Eca yang merasa sedikit heran, saat melihat pemandangan lampu kota di bawah sana.
Leo tidak menjawab, pria itu hanya menggedikan bahunya dan menyusul Eca naik ke atas tempat tidur.
.
.
Setengah jam kemudian.
Gak tahan gue, gerah banget.
Leo membuka kaosnya, dan Eca menyadari itu ... Karena dia pun tidak bisa tidur, tubuhnya berkeringat. "Kak, kok buka baju?" Tanya Eca sedikit panik.
"Gerah banget, gue gak kuat."
"Sama ... "
"Buka bajunya." Titah Leo.