ISTRI SATU MILIAR

Noah Mengamati setiap jengkal wajah Yura yang memerah, mata itu nampak sudah menganak sungai, Namun Noah tau sang istri sangat mendamba sentuhannya, dan itu membuat Noah semakin marah. Padahal Yura jelas jelas mencintainya, Noah bisa merasakan dari lentik manik itu, tapi berani sekali sang istri meminta perceraian.

"Kau sama saja seperti mereka, wanita diluaran sana. Tapi bedanya kau menjual tubuhmu dengan ikatan pernikahan, kau benar benar terlihat sangat berharga." seringai ejekan kembali muncul, dan air muka itu bergetar marah.

"Kau memberontak, tapi nyatanya kau bergairah juga." lagi Noah mengejek "apakah senikmat itu sentuhanku..?"

Hina, ucapan itu membuat Yura terhina, merasa sangat direndahkan.

Cukup, ini yang terakhir. Tidak perduli bagaimana dan apa yang akan terjadi, ini sudah cukup untuk dijadikan alasan perpisahan, Yura tak mau lagi memikirkan apa pun, dan tentang perasaannya, ia akan berusaha untuk membuangnya.

Yura menangkup wajah pria yang berada diatasnya, untuk malam ini dan untuk yang terakhir, wanita itu akan bersikap seperti apa yang suaminya ucapkan, jalang, wanita bayaran.

"Ya, sentuhanmu sangat nikmat, sangat. Dan aku memang seperti mereka, aku hanya ingin kenikmatan dan juga uang."

Tatapan Noah mendingin, menyorot wajah ayu yang kini tersenyum manis setelah mengucapkan kata kata yang membuat dadanya berdenyut nyeri. Tapi beberapa detik kemudian, Noah bergerak liar membawa raga sang istri kebagian tengah ranjang lebar mereka, dan melucuti belitan kain ditubuhnya.

Nafas Noah menderu kasar, menatap Yura terbaring pasrah dibawah tubuhnya.

"Aku tidak melepaskanmu, tapi aku mencampakanmu, membuangmu." Netra Noah memanas saat mengucapkan itu.

Begitu juga Yura, netra bermanik lentik itu bergetar kecil, lehernya tercekat, dada itu terasa amat sesak. Sekuat hati ia menahan agar buliran bening itu tidak lolos dari matanya.

Setelah melebarkan paksa pahanya, kini lenguhan dan erangnya Yura pun menggema, mengiringi pergerakan raga sang suami yang tengah berpacu diatasnya.

Rasa nikmat berujung sakit yang Noah berikan, membuat Yura merasa terhina, tapi juga berdesir dan sangat menggairahkan. Yura ingin mencengkram sesuatu, untuk menyalurkan gairahnya, tapi Noah tak juga mau melepaskan kuncian tangannya diatas kepala.

Pria keturunan bangsawan, pria yang sangat ia cintai, suaminya sendiri, memperlakukannya persis seperti jalang,

Sementara Noah, ia tidak perduli dengan apa pun. Yang ia perdulikan hanyalah nafsu dan amarah yang begitu menggebu. Wajah ayu nan erotis, semakin membuatnya bergairah.

Sentuhan itu semakin liar, bebarengan dengan gerakan yang membawa tubuhnya melambung tinggi terbang keawang awang. Yura tak bisa menahan, tubuh itu melenting kecil, disana dibawah sana sesuatu akan segera meledak menyemburkan cairan kenikmatan. Yura ingin suaminya bergerak lebih cepat, dan semakin cepat.

Tapi sayangnya, pria itu malah menghentikan pergerakannya.

Noah mengangkat kepalanya dari ceruk leher sang istri, ditatapnya dengan lamat wajah yang berada dibawahnya itu. Jantungnya berdegub semakin kencang. Noah berdebar mengamati keindahan setiap jengkal wajah ayu nan rupawan wanita yang sudah bertahta dihatinya.

Bibir ranum yang menggoda dan kini nampak sedikit membengkak, air muka yang penuhi oleh hasrat birahi, semakin terbingkai indah tertangkap dinetranya.

"Kau mau aku bergerak..?" pertanyaan bodoh yang seharusnya tidak Noah ucapkan.

Yura tak menjawab, matanya terpejam dengan nafas terengah engah. Frustasi, Yura sangat frustasi.

"Buka matamu..!" titah Noah

Yura pun menuruti, menatap pahatan wajah tampan rupawan yang berada diatasnya dengan perasaan campur aduk tak menentu.

"Kau menginginkanku...? Kau mau aku bergerak..?"

Yura mengangguk lemah "Hem, aku ingin dan aku mau."

Noah tersenyum miring, lalu menyeringai "kau sungguh menjijikkan" hardiknya.

Wanita yang menikah karena uang, wanita yang mau menyerahkan tubuhnya, melakukan apa pun, hanya demi uang, memang sangat menjijikan. Tapi Noah tidak pernah menganggap Yura seperti itu, mulutnya saja yang kejam. Itu semua karena ia ingin menghukum istrinya, karena masih saja mengucapkan kata perpisahan disaat dirinya menginginkan wanita itu untuk terus berada disisinya.

Sementara Yura, menggigit bibirnya kecil guna menahan kepedihan yang menyesakkan dadanya.

Noah merubah posisi, tanpa melepaskan penyatuannya, membawa tubuh sang istri berdiri didepan cermin besar yang berada dikamar itu, barulah ia merubah posisi.

Dan terpantul lah disana, tubuh tanpa busana Yura dengan Noah yang menempel dibelakangnya.

"Kau lihat dirimu" Noah mencengkram rahang Yura yang tengah tertunduk lalu menegakkannya "kau lihat bagaimana dirimu itu..?" dilepaskan lagi cengkramannya dan berpindah melingkar lalu bertengger dikedua dada sang istri.

Yura tak menjawab, ia benar benar merasa terhina, dan kembali menundukkan kepalanya.

"Angkat kepalamu, dan tetap melihat kesana" titah geram Noah.

Dengan hati yang perih, Yura pun menuruti.

"Kau harus melihat bagaimana wajah kenikmatanmu saat aku menyentuhmu, bergerak ditubuhmu."

Ucap Noah sebelum akhirnya kembali berpacu dan merubah tubuh sang istri sedikit membungkuk.

"Noah..!"

Lengkingan Yura pun menggema, ini sungguh sangat menyiksanya. Ia tak sanggup melihat hal memalukan disana, tubuh terguncang dengan surai berantakan, peluh disekujur tubuh. Yura pun memilih untuk mengatupkan matanya.

"Buka matamu..!" titah Noah dengan menekan suara, serta mencengkram tengkuk sang istri, tanpa menghentikan aktifitasnya.

Berdenyut, disana berdenyut. Pertanda dirinya akan sampai pada puncaknya. Sama halnya dengan Yura, ia pun akan sampai, dan gerakan sang suami semakin cepat dan dalam.

Lolongan panjang pun mereka dendangkan, pertanda bahwa keduanya meraih kenikmatan itu bersama.Tapi ini bukan lah akhir permainan, karena lagi, Noah membawa tubuh Yura keranjang untuk mengulang pergumulan panas itu, sampai dimana waktu sudah menunjukan pukul tiga menjelang dini hari.

"Ini bayaranmu..!" ucap Noah yang sudah berpakain lengkap dan berdiri didepan ranjang, menatap tajam kearah Yura, yang meringkuk didalam gulungan selimut, melempar kertas persegi panjang dengan bertuliskan nominal uang yang cukup banyak jika dicairkan.

"Dan ini..!" lagi pria itu melempar selembar kertas yang jauh lebih lebar "pertanda bahwa aku membuangmu." ucap tajam pria itu.

"Pastikan untuk tidak muncul lagi dihadapanku, enyah lah kau dari hidupku, aku membuangmu, AKU MEMBUANGMU YURA ADILA...!"

Suara menggelegar laksana guntur menjadi akhir dari kisah keduanya, sebelum Noah melangkah pergi meninggal kan apartemen dan meninggalkan Yura yang menangis tergugu menggenggam erat lembaran lembaran kertas dan menumpahkan semua kesakitannya.