Istri Buangan Tuan Arkana

Di sebuah sore yang tenang, cahaya senja menyusup masuk melalui jendela ruang tamu rumah keluarga Jonathan. Dengan rasa tegang namun penuh keberanian, Jonathan duduk di hadapan ibu Erika yang duduk di sofa berwarna krem yang nyaman. Dengan pandangan yang tulus, Jonathan mulai berbicara tentang perasaannya.

"Mami Erika, aku ingin berbicara dengan Mami tentang sesuatu yang sangat penting bagiku," ucap Jonathan dengan suara yang agak gemetar.

Ibu Erika, yang duduk di seberangnya, menatap Jonathan dengan penuh perhatian. "Tentu, Jonathan. Apa yang ingin kamu sampaikan padaku nak?"

Jonathan menelan ludahnya, mencoba menemukan kata-kata yang tepat. "Aku ingin memberitahu aku bahwa... Aku telah jatuh cinta," kata Jonathan dengan suara yang agak bergetar.

Ekspresi muka ibu Erika berubah menjadi terkejut. "Oh, begitu?" katanya sambil menyipitkan mata, mencoba menemukan petunjuk lebih lanjut tentang siapa wanita yang telah merebut hati putranya ini.

Jonathan mengangguk perlahan. "Ya, mami. Saya bertemu dengan seseorang yang membuat hati saya berdebar-debar setiap kali kami bersama. Dia istimewa bagiku, dan saya tidak bisa merasa lebih bahagia."

Ibu Erika tersenyum hangat. Meskipun dia terkejut, dia juga merasa senang melihat putranya menemukan cinta. "Itu sangat menyenangkan mendengarnya, Jonathan. Siapa dia? Apakah kamu akan membawanya ke rumah?"

Jonathan tersenyum malu-malu. "Namanya Flora. Dan, ya, saya berharap bisa membawanya ke sini suatu hari nanti. Aku yakin mami akan menyukainya."

Ibu Erika tersenyum lebih lebar lagi. "Aku sangat senang untukmu, Jonathan. Dan aku tidak sabar untuk bertemu dengan Flora. Semoga kalian berdua bahagia bersama."

Jonathan merasa lega bahwa dia telah berbagi perasaannya dengan ibunya. Dengan semangat yang baru ditemukan, dia berharap masa depannya bersama Maria akan menjadi yang penuh cinta dan kebahagiaan.

Setelah Jonathan mengungkapkan perasaannya tentang Flora, ibu Erika terus terbayang dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengganggu tentang Flora, wanita yang sebelumnya diketahui Jonathan suka. Pada suatu hari di ruang tamu yang sama, suasana menjadi tegang ketika ibu Erika duduk di sofa, menemani cucunya, Jerico, yang sedang bermain dengan mainan di lantai.

"Jonathan," panggil ibu Erika dengan suara yang agak keras, membuat Jonathan yang sedang memasak di dapur terkejut dan bergegas menuju ruang tamu.

Jonathan masuk dengan wajah yang sedikit cemas. "Ya, mami. Ada apa?" tanyanya dengan hati-hati.

Ibu Erika menatap putranya dengan ekspresi yang tajam. "Saya masih belum bisa mengerti, Jonathan. Mengapa tiba-tiba kamu jatuh cinta pada Flora setelah begitu lama melupakan mendiang Raisa?"

Jonathan menelan ludahnya, merasa tegang dengan pertanyaan yang tiba-tiba itu. "Maafkan aku, mami. Tetapi perasaanku telah berubah. Flora adalah wanita yang membuat saya merasa lengkap, dan saya yakin ?mendiang Raisa diatas sana akan mendukung keputusanku."

Ibu Erika menggelengkan kepala dengan ekspresi tidak setuju. "Aku masih ragu, Jonathan. mami tak ingin kamu hanya bermain main dengan Flora dan menjadikan dia pelampiasanmu! "

Jerico, yang duduk di sebelahnya, memperhatikan percakapan dengan penuh keingintahuan. Dia memperhatikan kebingungan di wajah Jonathan dan menggerakkan mainan-mainannya dengan cemas.

Jonathan merasa semakin tertekan. "Aku minta maaf, mami. Tetapi aku tidak bisa mengendalikan perasaan saya. Aku harap mami bisa mendukung keputusan aku.Dan aku sama sekali tak menjadikan Flora sebagai pelampiasanku. "

Ibu Erika menghela nafas dalam-dalam. "Baiklah, Jonathan. Aku hanya ingin yang terbaik untukmu nak. Aku harap kamu telah memilih dengan benar."

Jonathan mengangguk, merasa lega bahwa pembicaraan itu akhirnya berakhir. Dia berjanji pada dirinya sendiri untuk membuktikan bahwa Flora adalah pilihan yang tepat baginya. Sementara itu, Jerico terus bermain, tidak menyadari betapa tegangnya suasana di sekelilingnya.

Di Mansion Arkana

Arkana kini duduk berhadapan dengan keluarganya.Tak hanya itu orang tua Devina tengah hadir dan membahas rencana pertunangan dirinya dengan Devina.

"Tiga hari lagi pertunangan kamu dengan Devina, Ar." ucap nyonya Arini pada putranya.

"Terserah mami." jawab Arkana malas.Saat ini dia malas berdebat dengan sang mami didepan orang tua Devina.

"Baiklah kalau begitu, tiga hari lagi pesta akan diadakan." putusnya.

Devina tersenyum lebar mendengar keputusan calon mertuanya.Dia tak sabar bertunangan dengan Arkana lalu menikah dengan pria yang dia cintai itu.

Kediaman William , 18.00 PM.

Arkana berjalan perlahan menuju balkon, merasakan hembusan angin petang yang sejuk menyapa wajahnya. Namun, ketenangannya terganggu oleh obrolan di dalam ruangan antara orang tuanya dan orang tua Devina. Mereka membicarakan pertunangan Arkana dengan Devina, yang seharusnya menjadi momen bahagia, namun bagi Arkana, itu hanya menimbulkan rasa kekosongan dalam dirinya.

Dalam keheningan yang hanya diputus oleh suara gemerisik dedaunan, Arkana merenung. Dia tidak bisa menyingkirkan bayangan Flora, mantan istrinya, dari pikirannya. Meskipun mereka telah berpisah untuk waktu yang cukup lama, kenangan tentang Flora masih terasa begitu kuat baginya. Setiap detik yang dia habiskan dengan Devina terasa seperti berbohong pada dirinya sendiri.

Arkana menatap langit yang mulai berubah warna, mencoba menemukan jawaban atas kebimbangannya. Apakah dia harus terus melangkah maju dengan Devina, meskipun hatinya masih terpaut pada Flora? Ataukah dia harus mengikuti kata hatinya dan mencari keberanian untuk menghadapi kembali masa lalunya?

Dengan langkah-langkah ragu, Arkana membalikkan tubuhnya dan kembali ke dalam ruangan. Dia tahu bahwa keputusan besar harus diambil, dan dia tidak bisa lagi menunda untuk menghadapinya.

Ruang Tamu

"Mami, Papi aku minta pertunangan antara aku dan Devina ditunda lebih dahulu.Aku hanya ingin menikmati status dudaku sekarang." jawab Arkana yang membuat orang tuanya kaget.

"Kau bercanda Ar, bagaimana bisa kamu berubah pikiran begitu cepat hah?" sentak Mami Arini dengan tatapan tajam.

"Kenapa mami marah, ini kehidupanku dan yang menjalani aku.Sebaiknya mami diam dan jangan lagi ikut campur dalam kehidupan pribadiku!"

Deg

Nyonya Arini tampak terkejut mendengar nada bicara tinggi putranya. Devin berniat angkat bicara namun Arkana lebih dulu menatapnya penuh peringatan.

Pria itu membuang napas berat, dia hanya tak ingin terbebani dengan semuanya.

"Arkana." desis mami Arini.

"Cukup mam, hargai keputusanku atau aku akan melupakan mami sebagai orang tuaku dan tak lagi menghormati mami?" tegasnya.

Setelah urusannya selesai Arkana lekas beranjak dari sana dan keluar dari kediaman orang tuanya. Devina langsung mengejar sang pria hingga ke luar.

"Arkana tunggu."cegah Devin yang berhasil mencekal tangan sang kekasih.

Arkana berhenti, dia menoleh kearah Devina lalu menepis tangan wanita itu. Raut wajahnya tampak datar saat ini.

"Apa alasanmu mengundurkan rencana pertunangan kita?"tanya Devina tidak terima.

"Sudah aku bilang aku hanya ingin sendiri saat ini.Apa kamu tak mengerti dan paham akan keputusanku tadi?" pekik Arkana.

"Apa ini ada hubungannya dengan mantan istrimu hah?"sentak Devina.

"Cukup Devina, sebaiknya diam dan jangan bicara lagi padaku."Arkana berlalu pergi, masuk ke mobil dan meninggalkan kediaman orang tuanya.

Devina tamak menghentak 'kan kakinya dengan kesal.Dia kembali masuk ke dengan wajah ditekuk.