Hangga menatap gadis kecil di hadapannya,
" bunda sedang tidak ada dirumah om.. ada pesan? nanti Tiara sampaikan.." ujar gadis kecil itu polos,
Hangga menatapnya tidak seperti biasanya, perasaan sedih dan bersalah menyeruak begitu saja, mendesak desak di dalam dadanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kopi dan teh
Rani turun dari motornya, ia berjalan memasuki villa,
" Permisi..?!" tak ada seorang pun yang menyahut, lalu ia beralih ke samping villa, mungkin saja Tiara sedang bermain di kolam atau sedang melihat tanaman,
tapi ternyata tidak ada juga.
Tak lama bu Woyo datang dari rerimbunan tanaman Rosela, bu Woyo memakai yang memakai topi lebar itu berjalan sedikit cepat ke arah Rani.
" Mas Hangga masih kebun jeruk dan tebu di bawah mbak..
kalau non Tiara sedang ikut keluar dengan mama papa mas Hangga dan mbak Hanum.." beritahu bu Woyo,
" Kemana bu??" tanya Rani kecewa, karena putrinya malah di ajak kesana kemari.
" kalau tujuannya saya tidak tau mbak.. mulai jam sembilan pagi tadi sampai sekarang, mbak tunggu saja.. mungkin sebentar lagi pulang.." tak lama setelah bu Woyo mengatakan itu, suara mobil Hangga terdengar dari luar, bel berbunyi beberapa kali, sehingga bu Woyo cepat cepat membuka gerbang.
" Tiara sedang keluar dengan mama papa.." ujar Hangga setelah keluar dari mobil, ia mendekat ke arah Rani.
Laki laki itu terlihat lelah, wajahnya jelas jelas sudah menahan terik matahari beberapa lama, maklumlah, kebun kebun di bawah sana menjelang siang panasnya mulai menyengat.
" Masuklah, bu Woyo.. buatkan saya kopi ya?!" ujar Hangga mengajak Rani untuk masuk, tanpa bertanya tangan Hangga menarik tangan Rani.
Awalnya Rani menurut saja, tapi setelah masuk Rani menarik tangannya.
Hangga tak berkomentar, ia duduk di kursi ruang tamunya.
" Harusnya ijin dulu padaku kalau mau membawa Tia keluar?" Rani duduk tak jauh dari Hangga.
" Bagaimana ijinnya? masa aku ke sekolah?"
" kau ini selalu saja alasan,"
" ya memang, nomor HP mu saja aku tidak punya?"
" tetap saja, kau tidak boleh seenaknya?"
" akan ku sampaikan itu pada mama dan papa, jadi hentikanlah.." ujar Hangga, ia terlihat tidak ingin berdebat.
" Sebentar lagi juga mereka pulang.. katanya sedang ke kota.." imbuh Hangga.
" Kau sudah makan? ayo makan sama sama,"
" tidak," jawab Rani,
" sudah kenyang? masak apa hari ini, sekali kali aku ingin merasakan masakanmu lagi.."
Rani diam, ia sungguh tak ingin menjawab.
Bu Woyo datang dari dapur, membawa dua cangkir minuman, satunya teh dan satunya kopi.
Rani mencium aroma Rosela dari kejauhan, segar sekali.
" Itu teh rosela, cobalah.." ujar Hangga lalu meminum kopi hitamnya.
" Kopi disini juga enak ran.."
mendengar Hangga sesantai itu padanya tentu saja Rani kesal.
" Tidak ada yang ingin kau katakan padaku?" kata Rani dengan tatapan kesal pada Hangga, di buka jaketnya, dan terlihatlah leher yang banyak bekas bibir Hangga itu.
Hampir Hangga tersedak melihat itu,
keduanya saling menatap,
" Aku.. aku tidak menyangka akan membekas begitu.." suara Hangga pelan.
" Tidak menyangka kau bilang?" rani benar benar kesal.
" Maafkan aku.. apa kau kesulitan di sekolah hari ini gara gara perbuatanku?"
" apa kau tidak berpikir kalau hal ini bisa merugikan ku?!"
" aku tidak sengaja.."
" Tidak sengaja?"
" aku sudah bilang aku mencintaimu.. Perasaanku mengalahkan logikaku.." ujar Hangga pelan,
" karena itu aku memintamu kembali padaku?" lanjut Hangga,
" mudah sekali hidupmu ya?"
" mudah bagaimana?"
" asal kau suka kau ambil, asal tidak suka kau buang..!"
" aku sudah bilang aku tidak membuang mu? aku melakukannya karena ingin kau punya kesempatan untuk berbahagia..?!"
" cukup alasan tidak masuk akal itu, aku tidak akan bisa menerimanya sampai kapanpun!"
" jadi kau sesungguhnya kecewa karena ku ceraikan saat itu?"
Deg,
rani membeku, benar ia kecewa.. tapi kenapa ia harus kecewa, bukankan pernikahan itu terpaksa terjadi?.
" sekali lagi kujelaskan, aku tidak mungkin tahan melihat istriku masih mencintai kakak kandungku.. Jadi kukira jalan terbaik adalah melepaskan mu, dan jika aku memang semena mena, aku tidak akan memikirkan masa depan mu sedikitpun setelah bercerai,
aku bahkan memikirkan dimana kau akan tinggal dan hidup ke depannya,
aku menguras seluruh tabunganku saat itu untuk mu..
apa masih bisa kau bilang aku ini seenaknya?" hangga menatap Rani serius.
" Kau.. kau bohong kan saat mengatakan bahwa kau menaruh hati padaku sejak dulu?"
" tidak, aku tidak bohong, aku memang sudah menaruh hati padamu sejak kau sering datang kerumah" tegas Hangga, ia bahkan duduk dengan tegak saat mengatakan itu.
" Tapi bagaimana bisa?"
" karena aku sudah tau kelakuan kakakku, di suka main main sejak dulu, dan kukira dia tidak serius denganmu, dari sanalah aku simpatik dan perasaan itu tumbuh begitu saja,"
Rani tidak bisa berkata kata lagi, ia terlihat bimbang, tapi tentu saja ia tidak boleh menyerah pada Hangga begitu saja.
" Jadi bagaimana?" tanya Hangga melihat Rani hanya diam,
" apanya yang bagaimana?"
" setelah tadi malam kita seperti itu kau masih mau menolak ku?" kata kata Hangga sungguh menohok, rani makin bingung.
" Padahal kau pasrah saat ku sentuh, kukira.. kau mau menerimaku,"
suasana hening sesaat,
" Kembalilah padaku.. aku berjanji, tidak akan menyerah seperti dulu,
sekeras apapun kau menolak ku, aku akan tetap mengejar mu..
jadi jangan lari, percuma saja.."
" percaya diri sekali kau, buktinya kau tidak bisa menemukan ku enam tahun ini?"
" itu karena aku berpikir kau pergi karena tidak ingin melihatku lagi setelah apa yang kulakukan padamu malam itu..?"
Perasaan Rani kacau,
" tapi aku belum ingin berumah tangga kembali," ujar Rani tiba tiba, kalimat itu muncul begitu saja.
" Aku akan menunggu,"
" sampai kapan?!"
" sampai kau bersedia,"
" Tapi kau tidak lagi muda?"
" aku siap menunggumu sampai tua, buktinya sudah kulakukan itu selama enam tahun,
kau kira kenapa aku menduda begitu lama dan tidak menerima seorang perempuan pun disamping ku?"
" mana aku tau,"
" tentu saja karena aku tidak menemukan yang seperti dirimu, dan yakin Tuhan akan mempertemukan kita suatu saat,"
" kau benar benar omong kosong?!"
" apa yang tadi malam omong kosong?"
" hentikan!" wajah Rani memerah.
" apa yang kau takutkan? aku akan bertanggung jawab padamu.."
" tidak perlu..!"
" perlu, karena aku sudah menyentuh setiap bagian tubuhmu tadi malam,"
" sudah kubilang hentikan!" Rani bangkit dengan wajahnya yang masih bersemu merah.
" Maumu bagaimana Kirani? aku akan menurutinya? apa kau takut aku tidak akan menerima Tiara? aku sungguh senang menerimanya, jika memang kau tidak ingin seorang anak dariku, tidak masalah, kita besarkan saja Tiara dengan sepenuh hati.."
mata Rani tiba tiba saja penuh, air matanya hampir tumpah mendengar nama tiara di sebut, hatinya ingin berteriak bahwa " itu anakmu!" tapi di tahan dirinya.
" Kita hentikan pembicaraan ini!"
" kenapa selalu di hentikan? tidak ada titik terang kalau kau terus menghindar?" Hangga ikut bangkit, ia mendekat dan meraih tangan Rani.
" Jangan seenaknya menyentuhku?!"
" kenapa?! Apa gara gara laki laki lain kau begini?"
" jaga mulutmu Hangga?!" Rani menarik tangannya, sementara Hangga tidak mau melepaskannya.
" Laki laki bernama Danu itu kan?!" sekarang Hangga yang terlihat marah, bagaimana bisa, mereka sudah bercumbu sampai seperti itu, tapi rani masih saja bersikeras menolaknya, apakah perasaannya masih seperti dulu, bertepuk sebelah tangan.
" Jangan bawa bawa Danu!"
" kenapa? Hatimu sudah bertaut padanya?!" tangan Hangga mencengkeram Rani semakin erat.
" Ayo kita pergi temui dia! sekarang jug kita ke Surabaya!"
" untuk apa?!"
" aku ingin memberitahu bahwa perempuan yang dekat dengannya sudah bercumbu denganku semalam dengan penuh kepasrahan, kita lihat apa dia masih mau menerimamu?!"
" jahat sekali kau!"
" aku atau kau yang jahat! mau pergi setelah menikmatiku?, bertanggung jawablah!"
" Aku?! menikmatimu??!" seru Rani tak percaya, tangannya di tarik, tapi Rani menolak sekuat tenaga, merasakan penolakan Rani Hangga menggendongnya, dan membawanya menuju mobil.
" Kau tidak waras?! mau kau bawa kemana aku?!" Rani yang berontak di atas gendongan Hangga.
" Menemui laki laki bernama Danu itulah!".
Sementara Mendengar suara ramai ramai Sunar dan Para pekerja lain turun, mereka takut ada masalah dengan bosnya,
tapi setelah semua orang turun dan melihat apa yang terjadi, semuanya langsung kembali ke tempat nya masih masing.
Bagaimana tidak, semua dapat melihat dengan jelas bahwa bos dan perempuan yang mereka tau sebagai mantan istri bosnya itu sedang berciuman disamping mobil.
" Duh alah!" keluh burhan dan sunar yang masih bujang, keduanya saling menetap sembari tersenyum.
Rani mendorong Hangga, entah kapan ia di turunkan dari gendongan dan tiba tiba di cium,
Hangga mendekat, berusaha mencium Rani kembali, tapi Rani yang sudah sepenuhnya menyadari bahwa ia tidak bisa terus terusan begitu, dengan cepat mengigit dada Hangga, cukup keras gigitannya hingga membuat hangga meringis kesakitan.
" Sakit Ran?!" suaranya Hangga menahan sakit.
" Apa apaan kalian ini?" suara mama Hangga, rupanya sudah sedari tadi perempuan tua itu berdiri menatap putranya dan mantan menantunya, sementara di belakangnya berdiri Hanum yang sedang menutup mata Tiara.
Padahal perempuan tua itu ingin membuka pintu gerbang, tapi malah melihat pemandangan yang membuatnya menggelengkan kepala.
.....