NovelToon NovelToon
Sebungkus Mie Instan

Sebungkus Mie Instan

Status: sedang berlangsung
Genre:Single Mom / Cerai / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Selingkuh / Janda / Romansa
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Tika Despita

Sudah empat tahun lamanya Aini menikah dengan suaminya Rendra. Namun dia tahun terkakhir Rendra tak bekerja. Sehingga kebutuhan sehari-hari di bantu bapak mertuanya. Terkadang Aini terpaksa memasak sebungkus mie instan untuk lauk makannya dirinya dan anaknya.

Disaat himpitan ekonomi, suaminya pun bertingkah dengan kembali menjalin hubungan dengan mantan kekasihnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tika Despita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20

Setelah kejadian nasi uduk tadi pagi, perasaanku jadi nggak enak banget. Seharian bawaannya was-was aja. Bahkan setiap kali berpapasan sama Mbak Vera, jantungku langsung deg-degan kayak habis ketahuan nyolong sendok di warteg. Aku takut banget kalau dia bikin masalah lagi denganku, apalagi kalau sampai buat-buat alasan biar aku dipecat.

Sekarang aku udah di depan kantor, duduk di pinggir trotoar sambil nunggu Kevin jemput. Angin sore berhembus lumayan kencang, tapi rasanya tetap panas di dada. Mungkin karena pikiranku belum tenang juga.

Belum sempat aku buka HP, tiba-tiba aku mendengar suara yang mirip banget dengan Bang Rendra.

“Aini!”

Aku refleks menoleh. Seketika tubuhku kaku. Sosok itu benar-benar Bang Rendra ternyata.

Aku langsung berdiri, mataku menyipit. “Ngapain kamu ke sini, Bang?” tanyaku ketus, berusaha menahan emosi.

Dia mendekat sambil tersenyum kaku. “Abang kangen sama kamu, Aini. Abang sadar sekarang... Abang butuh kamu, Abang masih sayang sama kamu,” katanya dengan nada memohon.

Aku membuang muka. “Maksud Abang apa, sih? Lagian siapa juga yang ngasih tahu Abang kalau aku kerja di sini?”

“Dari pagi Abang udah ngikutin kamu,” jawabnya santai, seolah nggak sadar kalau ucapannya itu membuat aku bisa saja marah.

“Ternyata kamu kerja di sini, ya.”

Aku langsung menghela napas keras. Kesal banget rasanya. Ingin rasanya aku cabutin ginjalnya sekalian biar tahu rasa. Bisa-bisanya dia ngikutin aku diam-diam kayak detektif murahan.

“Sebentar ya bang,maksudnya apa nih?” Aku menatapnya tajam.

“Sebaiknya Abang pergi. Aku nggak mau ketemu Abang lagi. Ingat ya, yang bikin hubungan kita jadi begini itu Abang sendiri. Jadi tolong, jangan ngomong-ngomong soal sayang atau rindu lagi. Aku udah nggak sudi dengarnya.”

Aku melangkah mundur sedikit, menahan air mata yang mulai memanas di pelupuk.

“Dan satu lagi, jangan pernah datang ke sini lagi. Ini tempat aku kerja. Tempat aku nyari makan buat anakku, biar dia nggak harus makan mi instan tiap hari saat kami tinggal sama kamu dulu!”

Raut wajah Bang Rendra berubah, tapi bukannya sadar diri, dia malah makin ngeyel.

“Aini, jangan bicara kayak gitu. Ayo kita mulai dari awal lagi. Abang janji, Abang bakal berubah. Abang bakal kerja, bakal tanggung jawab lagi.”

Aku tertawa miris. “Lalu istri barumu itu mau dikemanain? Cinta pertama kamu itu, hah?” Nada suaraku meninggi.

“Sok-sokan mau mulai dari awal. Kamu kira hubungan ini kayak acara TV yang ada siaran ulangnya? Kalau udah rusak ya rusak, Bang. Nggak usah dipaksa diperbaiki atau bahkan di mulai lagi dari awal.”

“Aini…” dia berusaha memegang lenganku, tapi langsung kutepis kasar.

“Ingat ya, kita lagi proses cerai. Jadi jangan sentuh-sentuh aku lagi!”

Wajahnya mengeras. “Kamu kayak gini pasti karena udah punya hubungan sama laki-laki itu kan? Yang kemarin?” tuduhnya.

Aku benar-benar kehilangan kesabaran. “Yang salah itu kamu, Bang! Jangan balikkan ke aku! Pakai acara nuduh aku punya hubungan dengan yang lain."

Selama ini aku nggak pernah selingkuhi kamu. Aku terima kamu apa adanya meski kamu nggak kerja, meski hidup kita susah. Tapi kamu malah main belakang sama cinta pertama kamu, terus sok-sokan mau poligami. Istri satu aja nggak bisa kamu nafkahi, malah nambah lagi!”

Bang Rendra menatapku tajam, nadanya mulai tinggi. “Pokoknya Abang bakal usaha buat gagalin perceraian kita. Abang nggak mau kehilangan kamu, titik!”

Aku mendengus. “Terserah! Aku udah nggak peduli!”

“Aini!” bentaknya keras sampai beberapa orang di sekitar menoleh penasaran.

Aku melipat tangan di dada. “Lebih baik Abang pergi sebelum Kevin datang. Aku nggak bisa bantu kalau Kevin mukul kamu lagi kayak kemaren.”

Dia masih diam, rahangnya menegang. Tapi mungkin karena merasa mulai dilirik orang, akhirnya dia mundur juga.

Aku pura-pura nelpon Kevin dengan nada agak keras biar dia dengar. “Vin, kamu di mana? Udah deket kantor belum? Ada orang nyebelin banget di sini dan ganggu mbak!”

Mendengar itu, Bang Rendra akhirnya berdecak kesal dan berbalik pergi. Aku memperhatikan punggungnya yang menjauh sambil menahan napas lega.

Begitu dia benar-benar hilang dari pandangan, aku langsung duduk lagi di trotoar, menatap kosong ke jalanan.

“Ya Allah…” gumamku lirih.

“Kenapa dia harus datang ke sini seh?”

**

Tak lama kemudian, Kevin datang dengan motornya.

“Ayok, Mbak!” serunya. Aku pun segera naik ke boncengan.

Sebelum benar-benar sampai rumah, aku sempat meminta Kevin berhenti di pinggir jalan, tepat di depan tukang gorengan langganan. Aku baru ingat, Keenan dan Ibu suka sekali goreng pisang. Jadi, aku beli beberapa bungkus. Aroma pisang goreng yang masih hangat langsung bikin perutku ikut keroncongan.

Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan pulang. Begitu motor berhenti di depan rumah, Keenan langsung berlari kecil menyambutku. Senyumnya lebar sekali, dan yang membuatku heran, anak kecil itu memakai baju baru dan rapi sekali. Begitu juga dengan Ibu,beliau bahkan mengenakan gamis baru berwarna cream.

“Ibuk sama Keenan dari mana? Tumben sore-sore gini bajunya rapi banget,” tanyaku sambil menatap curiga.

“Jangan-jangan Ibu tadi ketemu calon bapak baru buat Mbak Aini dan aku ya?” goda Kevin dengan wajah iseng.

Belum sempat aku menimpali, Ibu langsung menjewer telinganya.

“Sembarangan kamu! Cinta Ibuk itu cuma satu, sama bapakmu. Udah kekal, jadi gak ada yang bisa gantiin,” jawab Ibuk dengan nada serius tapi wajahnya tetap lembut.

Aku dan Kevin sontak tertawa mendengar ucapan itu.

“Ibuk sama Keenan dari tadi nungguin kalian, tahu,” ucap Ibuk kemudian.

“Lho, buat apa?” tanya Kevin santai sambil memarkir motornya.

“Itu, Buk Ratna ngajakin kita kasih kejutan buat Nak Arsya. Katanya hari ini ulang tahun. Kami tadi udah bantu masak-masak juga,” jawab Ibuk dengan semangat.

“Wah, kejutan segala? Serius, Buk?” aku mengerutkan dahi, tak menyangka.

“Iya, makanya buruan mandi dan ganti pakaian,” suruh Ibu.

Aku spontan menggeleng. “Aini gak ikut ya, Buk. Ibu, Kevin, sama Keenan aja yang ke sana.”

Bukan karena aku tak mau bertemu Pak Arsya atau mamanya. Jujur saja, badanku terasa agak meriang, mungkin karena terlalu lelah dan masih kepikiran kejadian pagi tadi dengan Mbak Vera.

“Gak boleh gitu, Aini,” ujar Ibu pelan tapi tegas.

“Kasihan Buk Ratna. Mereka cuma berdua, gak punya keluarga lain. Kalau sampai ngajak kita ikut, berarti mereka udah nganggep kita keluarga juga.”

“Meski cuma berdua, tapi uangnya banyak, Buk,” celetuk Kevin sambil terkekeh.

Ibu melotot tajam. “Uang banyak gak menjamin bahagia, Kevin.”

Aku mengangguk setuju. “Bener tuh, Buk.”

Akhirnya aku mengalah. “Ya udah deh, Aini mandi dulu.”

Aku pun bergegas masuk ke kamar. Saat air dingin membasuh wajahku, aku tak bisa menahan senyum kecil. Rasanya agak lucu juga membayangkan Pak Arsya yang dikenal dingin dan kaku, diberi kejutan ulang tahun segala. Entah bagaimana ekspresinya nanti.

Mungkin memang begitu cara orang kaya menunjukkan kebahagiaan mereka, dengan kejutan, tawa, dan pesta kecil yang penuh kehangatan. Meski rasanya tetap aneh menurutku.

1
Kala Senja
Bagus ceritanya
Qhaqha
Semoga suka dengan karyaku ini... 😊😊😊
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!