Liam datang untuk meminta hak atas restoran yang dibangun orang tuanya. Sayangnya, ibu tirinya tidak mau memberikan pada Liam. Dia merasa anaknya Leo yang lebih berhak memiliki restoran ternama itu.
"Aku bisa berhenti meminta restoran itu dengan satu syarat. Berikan Loveta padaku, maka aku lepaskan restoran itu."
"Aku tidak akan melepaskan keduanya." Leo tidak akan pernah melepaskan gadis yang dicintainya. Dia juga akan berusaha mempertahankan Loveta dan juga restoran miliknya.
Bagaimana persaingan dua pewaris restoran ternama itu? Siapa dari mereka yang akan mendapatkan restoran? Pesona siapa yang dapat meluluhkan hati Loveta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon myafa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
“Permisi, Bu. Ada kiriman bunga untuk Ibu.” Seorang karyawan masuk ke ruangan Loveta.
“Bunga?” Loveta merasa heran sekali karena baru pertama kali mendapatkan bunga. “Bawa masuk!” Dia memberikan perintah.
“Baik, Bu.” Karyawan keluar ruangan Loveta, kemudian masuk kembali dengan membawa buket mawar merah. Meletakkan di atas meja kerja Loveta.
“Terima kasih.” Loveta mengulas senyum.
Loveta memerhatikan bunga mawar merah itu. Tampak begitu cantik sekali. Hal itu membuatnya bertanya-tanya siapa gerangan yang mengirimnya. Sayangnya, saat mencari kartu di dalam bunga itu, dia tidak menemukannya. Tentu saja itu membuat Loveta semakin bingung siapa yang mengiriminya.
“Apa Leo ingin meminta maaf karena masalah tadi?” Loveta berpikir jika bisa jadi Leo ingin meminta maaf padanya. Karena tadi pagi dia membuat kesal Loveta.
Tepat saat sedang memikirkan Leo, tiba-tiba ponselnya berdering. Saat melihat ponselnya tertera nama Liam di sana. Dengan segera Loveta mengangkat sambungan telepon itu.
“Halo, Kak.” Loveta menyapa Liam.
“Halo, Cinta. Apa bunga yang aku kirim sudah sampai?” tanya Liam di seberang sana.
“Bunga ini dari Kak Liam?” tanya Loveta memastikan.
“Iya, aku mengirimnya untukmu.”
Ternyata Loveta salah. Bukan Leo yang mengirimi bunga untuknya. Melainkan Liam. Harusnya Loveta sadar jika Leo tidak akan pernah memberikan perhatian seperti ini.
“Apa kamu berharap orang lain yang mengirim bunga?” Liam di seberang sana merasa aneh dengan pertanyaan Loveta yang memastikan padanya.
“Bukan begitu, Kak. Karena tidak ada nama pengirimnya, jadi aku memastikan.” Loveta merasa begitu tidak enak. Karena Liam merasa hal itu.
“Iya, tadi pihak pengirim bunga baru saja menghubungi aku. Mereka lupa menuliskan kartu pengirim.” Tadinya ingin membuat Loveta terkejut dengan bunga yang dikirimnya. Sayangnya, dia tetap harus menelepon untuk memastikan bunganya sampai.
Akhirnya Loveta tahu alasan tidak ada kartu pengiriman.
“Apa kamu tidak suka?” tanya Liam kembali.
“Aku suka. Warna merah merekah cantik sekali.” Loveta membelai lembut bunga di depannya. “Aromanya juga wangi sekali.” Loveta mencium aroma bunga tersebut.
“Syukurlah jika kamu suka.” Liam merasa begitu senang karena akhirnya Loveta suka.
“Dalam rangka apa Kak Liam mengirim bunga untukku?” tanya Loveta penasaran.
“Apa mengirim bunga untuk gadia cantik harus memiliki alasan?”
Mendapati jawaban Liam itu seketika Loveta tersipu malu. Liam selalu tahu caranya memanjakan wanita.
“Aku ingin mengajakmu makan siang. Apa kamu ada acara siang ini?” Liam tadi pagi tidak bertemu dengan Loveta. Jadi siang ini ingin bertemu dengan Loveta.
Loveta terdiam sejenak. Jelas Leo tidak akan datang mengajaknya makan siang karena kekasihnya itu tidak akan menghubungi jika tidak dihubungi lebih dulu.
“Aku tidak ada acara. Kak Liam bisa jemput aku untuk makan siang.” Loveta menerima tawaran Liam.
“Baiklah, aku akan menjemputmu nanti.”
...****************...
Leo melihat ponselnya berkali-kali. Tidak ada panggilan telepon atau pun pesan di ponselnya.
“Kenapa dia belum menghubungi aku?” tanya Leo pada dirinya sendiri.
Sejak tadi Leo menunggu Loveta menghubungi. Biasanya Loveta akan menghubungi setengah hari saat kemarahannya sudah reda. Leo memang sengaja tidak menghubungi Loveta karena tahu kebiasaan Loveta. Jika perasaannya belum tenang, dia tidak akan menghubungi.
Sayangnya sampai setengah hari belum ada tanda-tanda Loveta menghubungi. Menunggu Loveta yang tak kunjung menghubungi itu membuat Leo merasa ingin menghubungi Loveta.
Leo segera meraih ponselnya. Mencari nomor ponsel Loveta. Namun, baru saja menemukan nomor ponsel Loveta, dia justru berpikir lain.
“Biarkan saja. Nanti dia juga akan menghubungi aku.”