Pernikahan yang terjadi karena hamil duluan saat masih SMA, membuat usia pernikahan Ara dan Semeru tidak berjalan lama. Usia yang belum matang dan ego yang masih sama-sama tinggi di tambah kesalah pahaman, membuat Semeru menjatuhkan talak.
Setelah 7 tahun berpisah, Ara kembali bertemu dengan Semeru dan anaknya. Namun karena kesalah fahaman di masa lalu yang membuat ia diceraikan, Semeru tak mengizinkan Ara mengaku di depan Lala jika ia adalah ibu kandungnya. Namun hal itu tak membuat Ara putus asa, ia terus berusaha untuk dekat dengan Lala, bahkan secara terang-terangan, mengajak Semeru rujuk, meski hal itu terkesan memalukan dan mudahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AKU BUKAN PECUNDANG
"Meru berhenti!" Ara memukuli punggung Meru yang saat ini tengah memboncengnya. Ia benar-benar takut jika Meru sampai nekat membawanya ke klinik aborsi. "Turunin aku Meru! Aku janji gak akan minta tanggung jawab kamu. Aku menganggap ini adalah kesalahanku, aku yang akan merawat sendiri anak ini nantinya." Ia tak bisa berhenti menangis, hatinya dipenuhi ketakutan. "Meru please, aku gak mau gugurin anak ini."
Meru hanya diam awalnya, namun Ara yang terus bicara sambil memukulinya, membuat ia kehabisan kesabaran juga pada akhirnya.
"Bisa diem gak!" bentak Meru sambil menoleh sesaat.
"Enggak, aku gak akan diem sebelum kamu berhenti."
Meru tak mempedulikan ucapan Ara, terus saja menarik gas, menyalip beberapa kendaraan di depannya. Namun situasi tak berpihak padanya, di depan, traffic light menyala merah, membuat ia mau tak mau harus menghentikan motor.
Ara yang merasa ini kesempatan yang bagus untuk kebur, bersiap turun, namun lengannya dicekal Meru.
"Lepasin aku!" Ara menarik tangannya kasar.
"Aku akan tanggung jawab," ucap Meru lantang, tak peduli jika ini adalah tempat umum dan banyak orang di sekitarnya.
Ara yang sebelah kakinya sudah menginjak aspal dan bersiap turun, seketika terdiam. Terhenyak mendengar Meru berkata akan tanggung jawab.
"Kamu mau mempertahankan janin itu kan? Ok, aku akan tanggung jawab," ulang Meru. "Aku bukan pecundang." Tadi saat meninggalkan Ara sendiri di makam, pikirannya berkecamuk. Logikanya memaksanya untuk pergi saja, tak peduli pada Ara, karena masa depannya menjadi taruhan, namun hatinya terasa berat. Anak itu hasil perbuatannya dengan Ara, adilkah jika hanya Ara yang menanggung aib ini? Enggak, dia bukan pecundang. Dia tak bisa membiarkan Ara menanggung semua ini sendirian.
Ara masih terdiam, namun beberapa orang yang lokasi kendaraannya dekat dengan motor Meru, langsung menoleh mendengar ucapannya. Kata-kata yang keluar dari mulut laki-laki itu, mengundang rasa penasaran dan perhatian orang sekitar, namun Meru tak peduli karena merasa tak kenal.
"Lampu udah mau hijau, buruan duduk yang bener kalau tidak mau jatuh."
Ara akhirnya kembali memperbaiki posisi duduknya. Tak lagi menangis apalagi memukuli Meru saat motor pria itu kembali melesat cepat membelah jalanan yang lumayan padat sore ini. Motor tersebut berbelok ke sebuah perumahan elit, lalu berhenti di depan rumah besar dengan pintu gerbang tinggi yang membuat bagian depan rumah tak terlalu tampak dari luar.
Tin
Gerbang tinggi tersebut seketika dibuka setelah mendengar Meru membunyikan klakson. Ara melihat dua orang satpam menunduk sopan pada Semeru.
Jantung Ara berdebar kencang, keringat dingin membasahi tubuh melihat betapa besar dan mewah rumah di hadapannya itu. Seketika, ia merasakan kesenjangan sosial yang membuat insecure. Mungkinkah orang tua Meru mau menerimanya? Ia hanya seorang yatim piatu sekarang.
"Buruan turun!" titah Meru sambil menoleh dan melepas helm.
Ara mengangguk lalu turun dan melepas helm. "Ru, kamu yakin?" Sebuah pertanyaan bodoh dikala si laki-laki bersedia tanggung jawab.
Semere berdecak kesal. "Kamu gak mau gugurin kandungankan? Menurut kamu ada jalan lain selain jujur ke orang tuaku dan minta kita dinikahkan."
"Tapi bagaimana jika mereka tidak setuju?" Ara sering melihat orang-orang kaya di TV yang sering merendahkan orang miskin sepertinya. Orang tua Meru pasti membela anaknya, dan mereka tentu akan mengutamakan masa depan Meru dibanding dirinya apalagi kandungannya. "Aku takut mereka malah minta aku gugurin kandungan."
"Orang tua aku gak sejahat itu. Ayo!" menggenggam tangan Ara, membawanya masuk ke dalam rumah.
Pantas aja Meru langsung berpikiran buruk pas lihat ada cowok di kamar kost Ara.🙄
Usia yg harusnya buat belajar memaksa jadi pasutri..sama sekali belum dewasa