PERINGATAN!!!
Sebelum membaca, siapkanlah hati kalian seperti judul novel ini 'Seluas Samudera'. Karena kalian akan dibuat jengkel setengah mati. Jika kalian tidak siap, lebih baik mundur!
----------
Novel ini mengangkat kisah tentang seorang
Kapten pasukan khusus Angkatan Laut. Yang jatuh cinta dengan anak Komandan-nya. Mereka bertemu di rumah sakit tanpa tahu satu sama yang lain. Saat sang Kapten tertembak, dan sebagai perawat wanita itu merawatnya. Namun sayang, karena ada sesuatu hal. Sang Kapten secara sepihak memutuskan jalinan asmara diantara mereka.
Memang kalau telah dijelaskan, aku mau lepas darinya? Tentu, tidak! Aku tidak mau Dia sudah buat aku begini, malah meninggalkanku. Itu gak boleh! Oh! Aku tahu caranya biar dia bisa balik lagi bersamaku. Ya! Akan kucoba.
-Dewi Abarwati-
Dia berharap ada kata maaf dulu dari Dewi, sebelum dia merubah status hubungan mereka menjadi sepasang kekasih kembali.
-Krisanto-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonelondo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 34 Tak Disangka
Sesuai apa yang dikatakan Tasya, jam istirahat wanita itu datang lagi ke rumah sakit. Dewi sudah menantinya di receptionist sebelum wanita itu datang. Sengaja biar orang depan tidak usah mencarinya. Selain itu, memang dia sudah sangat penasaran sekali. Kini mereka berdua sedang duduk di bangku taman.
(Gambar hanya ilustrasi)
“Maaf, saya ganggu jam makan siang Mbak Dewi,” tutur Tasya.
“Tidak apa-apa. Kalau boleh tahu, ada apa ya Mbak Tasya menemui saya?”
“Sebelumnya, apa kita bisa bicara tidak formal? Kurasa kita seumuran. Biar kita lebih santai."
Menggangguk. “Ya, boleh.”
“Kamu pasti kaget, aku bisa tahu tempat kerjamu. Aku datang tidak ada maksud apa-apa. Hanya ingin mengajakmu mengobrol saja.”
Sebelum memulai ke inti, Tasya wajib berkata begitu. Agar orang yang ditemuinya jangan beranggapan buruk atas kedatangannya.
“Terus terang, iya. Dari mana kamu tahu ya?”
“Aku bertanya dengan salah satu orang di markas Mas Kris, tapi aku nggak bisa sebutin. Dan kumohon, sehabis ini orang itu jangan dicari ya.”
Tersenyum. “Tidak. Baiklah, bisa kita bicara ke inti? Ada urusan apa kamu menemuiku?”
“Oke. Mungkin nanti arah bicaraku pertama-tama terdengar nggak enak. Tapi kuharap kamu dapat memakluminya. Aku hanya ingin melepas semua penat dipikiranku.”
Mengangguk. "Baiklah."
“Apa kamu tahu dulu aku mantan, Mas Kris?”
Haruskah dia bilang, iya? Kris saja belum ada beri tahunya. Untunglah, tanpa perlu Dewi menjawab, Tasya melanjutkan omongannya.
"Kurasa kamu belum tahu ya. Ya! Mas Kris bukan pria yang suka membicarakan masa lalu. Kemarin, terus terang, aku mengikutinya”
Dewi terbelalak. Tasya segera memegang tangan di sebelahnya. Pastilah, sebagai pacar Dewi sangatlah marah dengar ini.
Padahal wanita itu kaget tentulah bukan karena itu. Selain karena ini makin membenarkan ucapan Kris kemarin. Tapi, mendengar kebenaran aslinya tentu jauh mengagetkan. Juga, sampai segitunya Tasya mengejar Kris. Eh, tapi dia juga iya. Baru disadarinya, bukan hanya Tasya dan Rena, dia pun menggila kalau yang berbau tentang Kris. Teringatnya sewaktu dia mengekori Rena yang janjian ketemu dengan Kris di mini market.
“Tunggu, biar aku selesaikan perkataanku. Sebelum aku bertemu denganmu, masih mencintainya. Tapi sesudah itu, setelah kamu dan dia kemarin pergi meninggalkanku di resto. Aku jadi berpikir, ah, ini tidak benar. Dia terlihat sangat bahagia sekali dengan kekasihnya. Makanya aku jadi ke sini."
Bahagia apaan? Tasya gak tahu saja. Tapi dengar ini, bagus juga sih, berarti dia nggak diserang 2 kubu, 'kan? Ternyata Tasya berbeda dengan Rena. Ya! Selain cantik, Tasya wanita terpelajar dan terhormat. Kalau tidak, tidak mungkin menjadi seorang Perwira, bukan? Dewi hanya membalas dengan senyuman.
“Aku menjalin hubungan asmara sekitar 1 tahun lebih dengan Mas Kris. Dulu, aku sangat menyesal membohoginya. Dulu dia memutuskan tanpa sebab, tiba-tiba saja memutuskanku." Tasya bicara lebih dalam.
Loh! Ini mengapa ceritanya mirip dengannya ya? Kris pun begitu tiba-tiba memutuskannya. Dewi menajamkan pendengarannya jadi penasaran. Supaya nggak ada satu pun hal yang terlewatkan ketika Tasya menceritakan kisah asmara mereka dulu.
“Aku baru tahu, setelah aku bicara dengan sahabatnya. Kupikir dia gak akan tahu. Jadi, sebelum aku bertemu dengan sahabatnya. Beberapa hari setelah dia memutuskanku, aku ada datang ke kantornya, untuk menanyakan kenapa dia memutuskanku. Saat itu dia hanya menjawab, pikirkanlah sendiri apa salahmu. Setelah itu, aku baru menemui sahabatnya. Sahabatnya bilang, dia merasa dibuat seperti pacar nggak berguna. Karena aku lebih memilih berbohong dari pada minta tolong padanya. Pasti kamu tahu, 'kan? Dia paling benci dibohongi.”
Dewi mendelik. Apa dulu dia pernah bohong ya? Tapi bohong apaan? Perasaan, tiap dia dengan Kris selalu apa adanya. Memang seharusnya dia bertanya ke Kris. Biar dia nggak terbelenggu seperti ini. Selama ini dia hanya menebak saja. Mungkin masalah sifatnya, tubuhnya, atau penampilannya. Tapi juga, kalau dia bertanya, apa Kris mau bicara? Tahu-tahunya sama kayak Tasya, nggak mau ngomong.
“Ah, iya,” respon Dewi, berlagak tahu.
“Dari awal hubungan kita, dia sudah bilang, jangan pernah membohongiku. Aku paling benci orang bohong.”
Dewi terhenyak sesaat. Dari awal? Dulu Kris pernah bilang begitu gak ya padanya?
“Usai aku tahu, aku ingin menjelaskannya. Terus terang, aku bohong karena nggak mau merepotkannya. Namun ketika aku pergi menemuinya lagi. Teman-temannya di markas bilang, dia sudah berangkat ke Jakarta pindah tugas di sini. Selanjutnya aku pun nggak bisa menghubunginya. Karena aku dengar setiba di Jakarta dia langsung dapat tugas perang di Samudera Indonesia. Dengar-dengar pun sehabis itu dia tertembak. Aku tiada henti menangis. Takut terjadi apa-apa padanya. Tiap hari aku terus berdoa dan menunggu kabar. Namun ternyata kabar terakhir yang kudapat, dia sudah memiliki kekasih seorang perawat yang merawatmya sewaktu dia terluka. Saat itu aku langsung lemas, belum sempat menjelaskan malah dia sudah mendapatkan cinta baru.”
Dewi mengerjapkan mata. Sekarang dia mengerti kenapa Tasya mengajaknya bicara. Ya! Tasya mau menumpahkan isi hatinya. Mungkin ini terlihat nggak tepat bicara ke dirinya. Tapi kalau ingin mengakhiri masalah, bukankah lebih baik ke orang yang selama ini dipikirkan orang itu? Selama ini, selain Kris, dia berada dipikiran Tasya.
“Aku benar-benar sedih dengar itu. Terlebih lagi, aku dengar dia melamarmu.”
Kali ini Dewi melotot. Hah? Kenapa Tasya bisa tahu?
“Aku dengar itu dari sahabatnya. Aku selalu mengorek semua hal tentangnya dari sahabatnya. Aku pun tahu, katanya, ketika dia mendekatimu, dia nggak tahu kamu anak Komandan-nya."
Berarti Tasya selama ini sudah tahu dirinya di Surabaya. Kalau begitu, apa Tasya tahu dia sudah putus dengan Kris? Ah, tidak, tidak. Tadi Tasya bilang, dia terlihat sangat bahagia dengan kekasihnya. Dengan begitu, berarti tidak tahu. Sahabat Kris pasti nggak ada membicarakan. Ya! Sebagai sahabat, nggak mungkin sembarangan membicarakan hal terlalu pribadi. Biar terbuka, tapi hal penting pasti tetap dijaga.
“Kalau aku boleh tahu, terlepas dari kamu anaknya Pak Rohmat. Kenapa kamu menolak lamaran, Mas Kris?”
Ya! Tasya pasti juga tahu hal ini. Bagaimana dia menjawabnya ya? Saat itu dia pun tidak tahu alasan pastinya. Apa dulu dia sok-sok-an mengikuti cerita romance, atau karena apa. Tapi satu hal yang pasti, jika yang nanya ini bukan Tasya alias karena dia harus jaga gengsi. Dia pasti akan bilang jika itu orang diluar Tasya, itu merupakan penyesalan seumur hidupnya.
“Aku... Aku..."
“Aku yang begitu lama pacaran samanya saja nggak pernah. Kamu baru 2 Minggu lebih sudah dilamar. Sungguh, aku iri sekali... Aku jadi penasaran, bagaimana kamu bisa menolak lamaran pria seperti, Mas Kris? Kita berdua tentu tahu kan dia itu pria seperti apa."
Dewi meringis. Ya! Kris itu pria hangat, pria penuh tanggung jawab, pria penuh kharisma. Yang sulit kita mengarahkan mata kita ke yang lain jika kita berada di sampingnya. Pria yang nggak pernah sekalipun menelantarkannya saat bersamanya. Pria yang benar-benar pria! Pria jantan yang tidak pernah setitik pun melecehkan wanita. Pria sopan. Itu gambaran yang dia rasakan ketika dulu bersama Kris. Ah, tidak! Malah sampai sekarang. Oh, Tuhan... Kenapa dia jadi ingin menangis ya. Jangan, jangan!
"Kenapa?" Tasya menanti jawaban.
“Oh! Aku, aku, aku dulu menolak saja." Dewi jadi gelagapan.
Melihat respon Dewi, wanita itu jadi tertawa kecil. Karena cara bicara Dewi disertai mimik polos.
“Oo... Aku mengerti sekarang, kenapa dia setelah ditolakmu tetap bersamamu. Ya, ya, aku paham."
Mendelik. “Maksudnya?”
“Kamu sebelumnya pernah punya pacar?”
Dewi menggeleng. Tasya tertawa kecil lagi untuk reaksi polos di sebelahnya.
“Untuk seorang pria jika mendapatkan wanita sepertimu, pasti akan dipertahankan. Wanita sepertimu itu polos, lucu, dan menggemaskan. Pasti tiap dia bersamamu selalu gemas ya. Kurasa itu alasannya melamarmu. Karena kamu wanita belum terjamah pria. Dia ingin jadi pria pertama, dan yang terakhir. Ah, kalau begini, aku paham kenapa dia cepat melamarmu. Karena dia nggak ingin kamu diambil orang."
Sontak kedua mata Dewi terbelalak. Jadi, apakah mungkin karena alasan itu Kris dulu melamarnya? Ya, Kris memang tahu, Kris pacar pertamanya. Dan sudah barang tentu tahu, cinta pertamanya. Jadi, apakah alasan itu juga, Kris mau kembali bersamanya? Tapi misalkan iya, kenapa Kris membuat kesepatakan dan menyakitinya?
Biar begitu, ucapan Tasya yang terakhir mampu membuat hatinya bergejolak. Andai omongan itu benar, sungguh dia bakal tersanjung sekali jika Kris takut dia diserobot orang.
“Kamu sudah 7 bulan lebih sekarang pacaran dengannya, 'kan?”
Maksudnya ini dihitung dari pacaran yang diketahui wanita itu. Tanpa mengetahui yang sebenarnya ya.
“Iya.” Dewi mengangguk.
“Kamu tidak kenal sahabat Mas Kris ya?”
Mendelik. “Sahabat?”
“Yang aku bicarakan dari tadi. Memang sepertinya kamu gak kenal ya, karena kamu pun diam saja saat aku bicarakan tentangnya. Kenapa Mas Kris nggak kenalin ke kamu?”
Aduh... Ini yang dia bingung. Sumpah! Dia nggak tahu orang-orang terdekat Kris. Baik itu dari keluarga atau pun teman-teman Kris. Dia tahu keluarga Kris saja setelah putus. Dulu mereka itu pacaran, hanya fokus tentang mereka berdua saja. Kan saat itu mereka mau saling mengenal pribadi masing-masing. Lagi pula, dulu hubungan mereka hanya sebentar. Jadi diantara mereka belum sampai ke tahap itu.
“Mas Kris, lebih senang membicarakan urusan pribadi yang menyangkut kita berdua saja. Dia tak mau membicarakan hal-hal lain,” alibi Dewi.
“Oo... Begitu. Tapi sahabatnya bukan orang lain loh! Haha... Duh... Bisa saja Mas Kris ini. Mungkin dia ingin selalu mesra padamu ya,” goda Tasya.
Pipi Dewi jadi merona. Meski Tasya nggak tahu apa yang terjadi antaranya dengan Kris, dan sudah tentu Tasya nggak tahu bagaimana gaya pacaran Kris sewaktu bersamanya, yang nggak ada mesra-mesranya sama sekali. Tapi dengar kata ‘mesra’ entah mengapa pipinya jadi memerah. Tapi diluar dari itu, ada terlintas dipkirannya. Apakah Tasya sewaktu dengan Kris mesra?
"Aku hanya bercanda kok. Aku beri tahu ya, Mas Kris itu punya sahabat di Surabaya yang pangkatnya sama dengannya. Kalau di kepolisian disebut AKP. Nama sahabat dia adalah Dewo, aku memanggilnya Mas Dewo, Mas Kris juga sama. Karena umur Mas Dewo itu lebih tua 6 tahun diatas Mas Kris. Umur Mas Dewo 35 tahun. Ini juga yang aku bingung, karena seharusnya dia kenalin ke kamu. Karena bulan depan Mas Dewo mau nikah. Masa, kamu belum juga dikenalin? Nanti kamu nggak diajak ikut lagi haha...,” lanjut Tasya diiringi tawa.
Demi nggak terlihat Kris acuh, Dewi menutupi. "Oo... Kalau hal itu aku tahu, dia ada bilang temannya mau married. Tapi nggak bilang siapa.”
“Oo... Gitu. Berarti nanti bulan depan kita ketemu di sana ya.”
“Eh, iya."
Bodo amat deh. Palingan nanti Kris di sana bisa kasih jawaban sendiri kan, kenapa dia nggak diajak. Dewi mengiyakan saja.
“Dulu saat aku tahu kamu anaknya Pak Rohmat, aku tetap tak perduli. Terus saja berharap Mas Kris balik samaku. Tapi mungkin juga karena aku kepedean, karena hubungan yang kami jalani itu tidak singkat. Aku jadi yakin dia masih mencintaiku. Tapi aku juga percaya, pasti Mas Kris memilihmu. Bukan karena kamu anaknya Pak Rohmat." Tasya kembali ke topik.
Dewi tersenyum tipis. Ya, iyalah kalau Kris memandangnya dia anaknya Pak Rohmat. Nggak mungkin Kris memutuskannya.
Membuang nafas. "Haaa... Kini aku lega, telah mengeluarkan semua unek-unekku. Maaf, jika aku membicarakan hal ini padamu. Aku janji, andai kamu putus dengan Mas Kris pun, aku nggak akan mengejar Mas Kris. Aku mulai saat ini, akan meninggalkan masa lalu, membuka lembaran baru. Maaf juga ya, aku membuang waktu istrahatmu. Nanti kalau ada kesempatan aku mentraktirmu. Ah! Nanti di Surabaya saja. Lusa aku sudah pulang. Ini juga salah satu alasan kenapa aku menemuimu. Habis ini, aku juga mau ketemu Mas Kris mau pamitan, nggak apa-apa, 'kan?”
Menggangguk. “Nggak apa-apa.”
Berdiri. “Kalau begitu, aku pamit.”
Wanita di sebelahnya ikutan berdiri. Kemudian Tasya melebarkan kedua tangannya.
“Boleh aku memelukmu?”
Dewi ragu-ragu. Oh Tuhan... Mengapa ini diakhiri jadi mengharukan begini? Tasya hebat sekali memiliki hati yang besar. Pacar baru mantan kekasihnya tidak dijadikannya musuh. Akhirnya Dewi pun mendekat, masuk ke dalam pelukan. Tasya mengusap-usap lembut punggung.
“Senang berkenalan denganmu, jaga baik-baik Mas Kris ya.”
Rupanya bukan hanya Dewi yang susah menghindari menitikan air mata. Tasya pun begitu, karena itulah Tasya memeluk kekasih baru Kris. Karena lewat pelukannya ke Dewi, itu mengartikan sebagai akhir dari perjalanan kisah cintanya ke Kris.
Setelahnya mereka meregangkan pelukan, jadi pada tersenyum geli lihat wajah di depannya. Setelah mereka pada mengusap air mata, Tasya mengulang ucapannya.
“Aku pamit ya."
“Iya. Ayo, aku antar kamu ke depan.”
Mereka berjalan. Tasya memasukkan satu tangannya ke pergelengan tangan, Dewi pun membiarkan. Sepertinya dari pertemuan ini membuat mereka jadi akrab.
Sesampainya di depan, mereka saling melambaikan tangan. Rupanya di receptionist ada Rena. Musuh Dewi itu lagi berdiri di dekat loket. Wanita itu tahu, bahkan tahu musuhnya lagi curi-curi mata ke mereka. Namun lewat ini juga dia dapat ide. Sekali-kali nggak apa-apa, 'kan? Masa, Rena melulu.
Setelah bayangan Tasya menghilang, Dewi menghampiri. Membuat musuhnya memundurkan kepalanya sedikit, saat dia tiba mendekatkan wajahnya ke telinga.
“Oh ya, gue kasih tahu elo ya. Cewek tadi itu mantannya Mas Kris, seorang Per-wi-ra."
Sengaja mengeja diakhir biar musuhnya tahu pilihan Kris bukan wanita sembarangan. Biar sadar diri, wanita yang bersama Kris adalah yang punya attitude. Juga, bukanlah yang sombong, punya sikap down to earth. Setelahnya, Dewi menarik kembali kepalanya, berjalan pergi. Rena mengerutkan keningnya memandangi.
penasaran alasan kris
aslinya laki apa banci sih 😑
seolah dia ga masalah orang yg dia cintai dibikin sakit ama temen2nya
ngapa ga putus hubungan aja ama temennya
temen kayak gt kok dipiara
si rena lah dianter ksana kmari, parah ini kriss
baik sih baik, tpi ya ga gt jg kalik...
babehku sibuk mo anter2 tmnnya, lgsg aku tikung buat ngantrerin aku