NovelToon NovelToon
Wanita Pelangkah

Wanita Pelangkah

Status: tamat
Genre:Tamat / Duda / Murid Genius / Keluarga / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:2.7M
Nilai: 4.8
Nama Author: Kuswara

Apa yang akan terjadi pada Jamilah setelah tiga kali dilangkahi oleh ketiga adiknya?.

Apa Jamilah akan memiliki jodohnya sendiri setelah kata orang kalau dilangkahi akan susah untuk menikah atau mendapatkan jodoh?.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuswara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 34 Wanita Pelangkah

Alexander dan Emir hanya saling memandang. Namun memperlihatkan pandangan yang tidak suka. Kala Jamilah mengatakan kata sayang itu di tujukan untuk mereka berdua. Karena tadi keduanya mengucapkan terima kasih secara bersamaan.

Alexander masuk ke kamar Jamilah untuk mengganti seragam sekolah dengan kaos oblong milik Jaka yang sudah kekecilan. Pada awalnya Alexander sangat menolak, dengan alasan karena tidak terbiasa memakai baju orang lain. Namun akhirnya ia mau juga usai Emir mengancamnya kalau Alexander akan di jemput oleh supir Kakek Utomo.

"Tidak gentle ah, bisa nya hanya mengancam anak kecil saja." Alexander menggerutu pelan kala sudah mengenakan baju yang tetap kebesaran saat dirinya yang pakai.

"Lihat nanti Dad, kau akan ku balas." Alexander menatap tidak suka pada Emir yang tersenyum namun hanya untuk mengejek dirinya.

Emir tidak peduli dengan Alexander yang terus saja menggerutu, mungkin juga mengumpat dirinya. Pikir Emir.

Selama di rumah Emak, Alexander tidak bisa jauh dari Jamilah. Jadi Emir memutuskan untuk tidur saja di dalam kamar Jamilah. Dari pada harus berebut dengan sang putra untuk mengambil perhatian Jamilah.

Emir langsung saja menutup kedua matanya saat mendengar pintu kamar yang di buka. Ternyata Jamilah yang masuk, untuk mengganti bajunya karena basah usai mencuci dan bermain air bersama Alexander.

Jamilah sekilas menatap Emir yang sudah tertidur. Hingga Jamilah dengan santai melepaskan hijab dan semua bajunya. Kini hanya menyisakan bra dan CD dari balik handuk. Lalu Jamilah membuka lemari guna mencari baju yang akan dipakainya.

Kedua mata tidak bisa berkedip, melihat ragawi istrinya begitu sempurna. Tubuh putih mulus tanpa cela.

Naluri seorang pria normal yang sangat normal seperti suaminya, Emir. Tentunya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Emir perlahan bangkit, lalu berdiri tanpa mengeluarkan bunyi apa pun. Berjalan mendekat ke arah Jamilah yang belum juga menemukan baju yang diinginkannya.

Tangan Emir terulur menyentuh kulit punggung halus Jamilah. Seketika Jamilah diam mematung, tidak berani bergerak sedikit pun. Kala tangan Emir menyusuri punggung bagian atas.

Bertahan sekuat tenaga, menguatkan kedua kakinya yang sudah mulai terasa lemas untuk tetap berdiri, karena sentuhan pertama Emir.

Hembusan nafas Emir yang memburu, terdengar jelas di telinga Jamilah dan begitu sangat terasa pada kulit punggungnya. Menandakan Emir saat ini berdiri dengan posisi yang sangat dekat dibelakangnya.

Cup

Kini bukan lagi tangannya Emir yang berada di punggung Jamilah, melainkan bibir Emir yang mengecup lembut punggungnya. Menyusuri Bibir Emir untuk beberapa saat masih dibiarkannya berada di punggung mulus Jamilah.

Jamilah semakin kuat memegang handuk, yang perlahan mulai ingin terlepas dari genggamannya. Hawa panas kini sudah menjalar mengalir deras pada setiap sarafnya. Rasa baru yang dirasakannya, mampu membawanya terbang tinggi melintas cakrawala.

Bibir Emir semakin menyasar ke atas bagian punggung Jamilah, sampai mengenai leher. Dengan kedua tangan sudah membelit sempurna pada perut Jamilah yang tanpa penutup, sebab handuknya sudah terlepas.

Jamilah bisa merasakan sesuatu yang dimiliki Emir, yang seharusnya sudah menjadikannya dirinya menjadi istri seutuhnya.

"Detak jantung kita sama terdengar sangat kencang. Saya bisa mendengar detak jantung mu dengan jelas. Apa kamu bisa mendengar detak jantung saya?." Dagu Emir berada tepat di pundak Jamilah dengan posisi bibir berada dekat dengan leher jenjang Jamilah.

Jamilah hanya mengangguk lemah, tidak memiliki tenaga lagi.

"Mana baju yang ingin kamu ambil?. Biar saya bantu ambilkan untuk mu." Bisik Emir lembut.

Pandangan Jamilah kini fokus pada tumpukan baju, dengan asal Jamilah mengatakan baju paling atas. Padahal jika itu yang ingin diambilnya, sedari tadi sudah selesai. Tidak mungkin ada adegan seperti ini. Adegan yang sanggup membuatnya menahan nafas.

"Kamu yakin ingin mengambil itu?." Goda Emir, menunjuk baju yang dikatakan oleh Jamilah. Sehingga lengan Emir mengenai buah dada Jamilah yang masih terbungkus.

"Iya itu yang mau saya ambil." Jamilah sudah tidak bisa berlama-lama dalam posisi ini, bisa-bisa nanti dirinya ketagihan.

Emir mengecup pipi Jamilah sebelum tangannya terulur untuk mengambil bajunya. Lalu Emir membantu Jamilah mengenakan baju itu dengan sempurna.

"Selesai" Ucap Emir berbarengan dengan dirinya yang melepaskan tubuh Jamilah.

"Terima kasih." Balas Jamilah, segera memakan hijab dan segera keluar dari kamar tanpa menoleh ke arah Emir yang berada dibelakangnya.

Jamilah menarik nafas dan membuangnya perlahan saat akan bergabung dengan Emak, Abah dan Alexander. Supaya tidak terlihat kegugupan dalam dirinya.

Usai berhitung sampai sepuluh, dengan membaca istighfar akhirnya Jamilah sudah berada ditengah-tengah mereka.

"Kenapa Ibu lama sekali?." Alexander merapatkan duduknya di sebelah Jamilah.

Jamilah menatap Emak, Bapak dan Alexander yang sebenarnya bersikap biasa saja. Tapi entah lah menurut Jamilah mereka seperti sedang memperhatikannya.

"Ah iya tadi Ibu agak lama, karena ada yang ibu cari tapi belum ketemu. Nanti aja di cari lagi." Jawab Jamilah jujur. Ia memaksakan tersenyum pada Emak yang sedang menatapnya.

"Memangnya apa yang kamu cari sampai enggak ketemu?." Tanya Emak.

"Bukan apa-apa Mak, hanya baju aja. Tapi aku cari di lemari enggak ada." Jawab Jamilah jujur.

"Oh..." Balas Emak.

.

.

.

Cukup malam. ketika Emir, Jamilah dan Alexander sampai di rumah Pak Utomo. Sampai Alexander tertidur pulas di mobil. Karena mereka pulang dari rumah Emak usai makan malam.

Emir langsung membawa Alexander dalam gendongannya, meninggalkan Jamilah dengan membawa tas dan beberapa bawaan yang lainnya.

"Alexander kenapa enggak dibangunin?, kan berat?." Pak Utomo melihat Emir membawa Alexander menaiki anak tangga.

"Iya Pa enggak apa-apa, sesekali. Enggak akan sering juga aku menggendongnya. Sudah perjaka nih anak." Balas Emir ngos-ngosan.

"Assalamu'alaikum..." Jamilah mengucap salam ketika masuk rumah, ternyata memang masih ada Pak Utomo dan Bibi Isti di ruang tengah. Mereka belum tidur.

"Wa'alaikumsalam..." Jawab Pak Utomo dan Bibi Isti.

Jamilah segera membuka bungkusan daun, lalu memindahnya ke atas piring dan menaruhnya di depan mereka. "Ini Pak, Bibi Isti. Getuk dari Emak, singkongnya yang dari sini masih ada, jadi dibikin getuk."

"Wah makanan enak ini." Pak Utomo dan Bibi Isti langsung saja mengambil satu potong getuk nya. Lalu segera mencicipinya.

"Enak ya Pa?." Bibi Isti menyukai makana kampung itu.

"Iya memang enak." Balas Pak Utomo dengan cepat menghabiskan getuk yang tersisa ditangannya.

Jamilah merasa senang ternyata apa yang dibuat oleh Emak nya di terima dengan baik oleh Pak Utomo dan Bibi Isti.

"Saya ke atas Pak, Bibi Isti." Pamit Jamilah.

"Iya Nak Jamilah silakan." Pak Utomo menganggukkan kepala berbarengan dengan Bibi Isti.

Sesampainya di dalam kamar, Jamilah di suguhkan dengan pemandangan yang memanjakan mata lagi. Untuk kali kedua, Jamilah dapat melihat jelas tubuh six pack Emir yang saat ini sudah di umbar, tidak ditutupinya lagi dengan kaos-kaos yang sebenarnya sudah memperlihatkan bentuk tubuh Emir yang sangat atletis.

"Jamilah, tolong pijatkan punggung saya. Alexander sudah sangat berat sekali." Keluhnya sambil menaiki tempat tidur, lalu bersiap dengan posisi tengkurap.

"Baik, tapi saya cuci tangan dulu."

"Hem"

Jamilah segera mendekati wastafel, mencuci kedua tangannya sampai bersih.

Jamilah melangkah mendekati Emir, mengambil minyak kayu putih dari laci meja rias.

"Permisi ya Pak Emir." Jamilah mulai membalurkan minyak kayu putih pada area yang di keluh kan sakit oleh Emir.

Jari-jari lentik Jamilah mulai memijat lembut punggung Emir yang kekar. Sudah lima belas menit Jamilah mengurutnya, karena terlalu menikmati pijatan Jamilah atau memang dirinya yang terlalu lelah. Emir sudah tidur dibarengi dengan dengkuran halus.

Jamilah menutupi tubuh Emir yang setengah tanpa busana dengan selimut. Supaya tidak kedinginan. Jamilah sendiri membersihkan dirinya lalu ikut tidur di samping Emir.

.

.

.

Di kota Jakarta. Arkam sedang mempersiapkan dirinya untuk bepergian.

Dengan bermodalkan alamat yang diberikan Farhan, Arkam hendak mendatangi rumah orang tua Emir. Karena Arkam tidak bisa berdiam diri lebih lama lagi, ia juga ingin tahu keberadaan Jamilah yang pernah dikatakan oleh Emir jika Jamilah berada satu kampung dengan orang tua Emir.

"Kau yakin, kau akan ke sana sendiri?. Kenapa tidak kau ajak asisten atau supir mu?." Farhan sedikit meragukan perjalanan yang akan di tempuh dengan Arkam.

Arkam mengangguk pasti. "Kau tenang saja, aku akan baik-baik saja."

"Kenapa tidak kau minta Emir untuk menjemput?." Tanya Farhan sambil merapikan barang bawan yang sudah di kemas Arkam.

"Tidak, aku ingin berusaha sendiri." Tolak Arkam, Arkam mengambil air minum lalu duduk di sebelah Farhan.

"Kau jangan beritahu Emir kalau aku menyusulnya." Arkam melarang Farhan untuk memberitahu Emir. Dan Farhan pun setuju untuk diam saja.

"Usai meeting, aku akan jalan." Arkam tetap menyempatkan diri untuk memimpin rapat sebelum pergi meninggalkan perusahaan.

"Apa nanti enggak kemalaman?." Tanya Farhan sambil berdiri. Mengambil beberapa berkas yang ada di meja Arkam.

"Enggak lah, kalau nanti kemalaman aku tinggal menginap di hotel saja." Jawab Arkam. Ia sudah bertekad untuk bisa secepatnya menemui Jamilah. Jadi apa pun yang terjadi, dirinya harus bisa melewati perjalanan itu.

.

.

.

Di dalam ruang kelas 5A, Jamilah sedang memberikan latihan materi ujian menjelang ujian semester. Supaya nanti murid-muridnya terbiasa, tidak kaget saat menemukan soal-soal yang mungkin lebih sedikit susah dari materi pelajaran yang diajarkan.

"Ibu guru, soal yang Esai aku tidak bisa mengerjakannya. Kita kan belum pernah belajar?." Teriak murid paling belakang, yang bernama Taufik.

Jamilah sudah memperkirakan pasti mereka akan kesulitan mengerjakan untuk no esai.

"Ibu guru, aku juga enggak bisa?." Sahut teman sebangku Taufik, Deni namanya.

"Iya Ibu guru, aku enggak bisa." Termasuk tari yang menjadi juara lomba tingkat desa. Yang tidak lama di susul hampir semua siswa-siswi mengeluhkan no yang sama.

"Baik-baik, kalian semua tenang. Nanti ibu akan menjelaskan, setelah kalian mencoba mengerjakan soal yang lain. Karena ada beberapa soal yang pernah kita pelajari." Jamilah menginstruksi pada semua muridnya.

"Baik ibu guru." Jawab semua murid serempak.

Tiba-tiba saja Alexander maju ke depan, mengumpulkan lembar latihan sudah lengkap dengan jawabannya. Kemudian Alexander kembali duduk di bangku nya.

Jamilah tersenyum, Alexander mampu mengerjakan soal yang tidak bisa dikerjakan anak-anak yang lain.

"Iya lah Alexander bisa mengerjakannya, Alexander pasti sudah dapat bocoran semua soalnya. Secara Alexander anak nya ibu guru Jamilah." Celetuk Lili dari belakang.

1
Eni Etiningsih
pasti ulah arkam yg menulis surat mengatas namakan isyana . jahat banget arkam
Yani Yan
Biasa
Yani Yan
Buruk
RithaMartinE
luar biasa
RithaMartinE
Alexander /Grin//Grin//Facepalm/
Mega Haerunita
tadi ny masih rate 1 Karana cerita nya gantung. tpi kasian.
klo emng GK mau lanjut dri awal GK udh bikin versi 2 ny tor.
Hasrie Bakrie
Assalamualaikum mampir ya
Capricorn 🦄
ok
Nurul Syahriani
Kalau pun mereka pisah, belum tentu juga jamilah mau sama kamu akram
Nendah Nurjanah
saya banget di langkahi 3 adik perempuan sampe usia 39 pun sekarang saya blm di kasih jodoh sama Allah tp hidup harus tetap berjalanan tidak lagi memperdulikan gunjingan orang sekitar dan selalu berusaha berperasangka baik dengan takdir Allah😇
Desilastri Alfaris Alfaris
aku nangis
Anonymous
ok
Nurul Syahriani
Bibi isti ini pembantu apa siapa? Panggil emir kakak..
Bzaa
emir jdi ayah egois gak Mao ngurusin Alex
Bzaa
semakin dikasari akan semakin ikut kasar...
lili
makasih kak author sungguh ceritanya bgs bgt😍😍😍
lili
takutnya Joy bangun Gatot deh 🙈🙈🙈
lili
kok ada ya dokter mulutnya culamitan,harusnya jaga rahasia pasiennya kok ember bener mulutnya.....
lili
🤣🤣🤣🤣🤣
lili
aih lucu kalian berdua saling memperebutkan🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!