NovelToon NovelToon
Skandal Cinta Tuan Muda

Skandal Cinta Tuan Muda

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Berondong / Office Romance
Popularitas:8.7k
Nilai: 5
Nama Author: itsclairbae

Nadira Elvarani yakin hidup pahitnya akan berakhir setelah menerima lamaran Galendra, lelaki mapan yang memberinya harapan baru.
Tapi segalanya berubah ketika ia terlibat skandal dengan Rakha Mahendra—anak bos yang diam-diam menginginkannya—menghancurkan semua rencana indah itu.
Di antara cinta, obsesi, dan rahasia, Nadira harus memilih: hati atau masa depan yang sudah dirancang rapi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon itsclairbae, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24 — Ciuman yang Menentukan Arah Pulang

Pada akhirnya, Nadira tetap harus berbicara empat mata dengan Galendra.

Pernikahan mereka, yang persiapannya sudah nyaris seratus persen rampung, kini berada di ambang kehancuran karena bayang-bayang masa lalu yang belum selesai.

Sekarang, mereka duduk berhadapan di ruang tamu vila. Suasana hening, namun penuh ketegangan yang tidak terlihat. Sementara itu, Rakha berdiri gelisah di ruang tengah, tubuhnya mondar-mandir tanpa arah pasti.

"Apa Nadira akan tetap melanjutkan pernikahan itu?" gumam Rakha, suaranya pelan tapi tersirat kegelisahan di dalamnya.

Sudah sepuluh menit berlalu sejak percakapan antara Nadira dan Galendra dimulai. Tapi belum ada tanda-tanda pembicaraan itu akan berakhir.

"Sial, kenapa mereka lama sekali?" keluhnya, berusaha keras untuk tetap tenang, meski sorot matanya tidak bisa menyembunyikan keresahan.

Tidak berselang lama, Nadira dan Galendra akhirnya menyelesaikan pembicaraan mereka. Menyadari bahwa Rakha sedang menunggunya, Nadira segera melangkah ke arah lelaki itu.

Begitu memasuki ruangan dan Rakha melihatnya, lelaki itu langsung menghampiri. Bukan untuk bertanya, bukan untuk mencari tahu apa yang dibicarakan barusan, atau bagaimana kelanjutan pernikahan Nadira dan Galendra. Ia hanya melakukan satu hal.

Cup.

Rakha menempelkan bibirnya ke bibir Nadira—cepat, namun penuh arti. Satu tangannya menyentuh lembut satu sisi wajah perempuan itu, sementara tangan satunya lagi memeluk pinggangnya. Ciuman itu bukan sekadar luapan perasaan.

Itu tanda.

Itu batas.

Itu pernyataan bahwa Nadira adalah miliknya—dan ia tidak akan membiarkan perempuan itu kembali ke masa lalu.

Nadira tidak hanya diam. Ia membalas ciuman itu, pelan tapi pasti, seolah ingin berkata tanpa suara: “Aku milikmu, Rakha.”

Matanya terpejam, mengikuti ritme hati yang tidak lagi ragu. Dalam diam, keduanya tahu: mereka sudah memilih satu sama lain.

Ciuman itu berlangsung lama—begitu lama hingga akhirnya salah satu dari mereka mulai merasa sesak, membutuhkan oksigen untuk bernapas. Saat bibir mereka akhirnya berpisah, wajah keduanya masih saling berdekatan. Kening mereka bersentuhan, dan napas yang terengah-engah menjadi satu-satunya suara yang terdengar di antara mereka.

“Rakha…” bisik Nadira, suaranya lirih.

Namun Rakha menggeleng pelan. Ia mengangkat tangannya, meletakkan telunjuk di bibir Nadira—menghentikan kata-kata sebelum sempat keluar sepenuhnya.

“Jangan bicara apa pun… sampai aku sendiri yang minta kamu cerita tentang apa yang kalian bicarakan,” ucapnya pelan, tapi tegas.

Ia menolak mendengar apa pun yang bisa meruntuhkan harapannya. Tidak sekarang. Tidak ketika hatinya belum siap.

Nadira mengangguk pelan, memahami, dan tidak memaksa Rakha untuk mendengarkan apa pun yang belum siap ia terima. Tapi ia juga tidak tinggal diam membiarkan keresahan itu menggerogoti hati lelaki yang berdiri di hadapannya. Ketakutan Rakha—akan ditinggalkan, disingkirkan, atau sekadar tidak dipilih—tidak bisa dibiarkan tumbuh dalam diam.

Tanpa berkata apa-apa, Nadira kembali menempelkan bibir mereka.

Cup.

Kali ini, ciuman itu bukan dimulai oleh Rakha, melainkan oleh Nadira—yang ingin Rakha tahu bahwa dirinya tetap memutuskan untuk tidak melanjutkan pernikahan. Galendra yang tidur dengan mantan kekasihnya memang hanya bagian dari masa lalu, tapi hati Nadira sudah menetapkan pilihannya. Ia memilih Rakha.

Bibir mereka kembali saling bermain, decapan lembut terdengar dari peraduan bibir yang enggan berpisah. Kedua tangan Rakha mencengkeram pinggang Nadira dengan posesif, seolah tak ingin melepaskannya sedetik pun.

Tangan Nadira, mengikuti naluri tubuhnya, mulai bergerak naik, nyaris mengangkat kaus hitam yang membalut tubuh Rakha—jika saja Rakha tidak lebih dulu menahan gerakan itu.

“Tidak, Nadira. Sudah cukup sekali kita melakukannya,” bisik Rakha lirih, nyaris tidak terdengar, tapi tegas.

Meski mereka pernah melakukannya. Meski saat itu dirinya yang lebih dulu menginginkan hal itu terjadi dan menyeret Nadira ke batas yang tidak seharusnya. Tapi Rakha tidak ingin semuanya terulang—tidak untuk kedua kalinya. Tidak sebelum mereka terikat dalam ikatan yang sah. Tidak sebelum Nadira benar-benar menjadi miliknya.

Nadira tidak mengatakan apa-apa. Ia tidak lagi mencoba melepaskan kaus hitam Rakha, hanya membiarkan tangannya kembali merayap ke bahu lelaki itu, mengikuti alur tubuh yang saling mencari. Tanpa sadar, tubuh mereka berpindah ke sofa di ruang tengah. Di sana, mereka kembali berciuman—dalam posisi Nadira yang kini duduk di pangkuan Rakha, saling menautkan diri lebih erat.

“Aku milikmu, Rakha. Aku tidak akan menikah dengan Galen,” bisik Nadira di sela ciuman yang masih mereka bagi.

Rakha mungkin meminta agar Nadira tidak mengatakan apapun dulu. Tapi setidaknya, lelaki itu berhak tahu satu hal penting—bahwa empat hari dari sekarang, pernikahan itu tidak akan pernah terjadi. Nadira dan Galendra telah sepakat untuk berjalan di jalan mereka masing-masing.

“Kamu serius?” tanya Rakha, masih sulit mempercayai apa yang baru saja didengarnya. Tapi raut wajahnya tidak bisa berbohong—ada kebahagiaan yang perlahan muncul di matanya.

“Iya, aku serius,” jawab Nadira, lembut namun penuh keyakinan. “Itu sebabnya aku ada di sini. Itu sebabnya aku membiarkan kamu menciummu… dan mencium kamu.”

Cup.

Rakha langsung memberikan kecupan manis di akhir kalimat Nadira, sebagai bentuk syukur dan ungkapan bahagia atas keputusan perempuan itu.

“Terima kasih sudah memilihku,” bisiknya pelan, penuh perasaan. Ia kemudian memeluk Nadira erat, membenamkan kepalanya di dada perempuan itu.

***

Sementara itu, di depan vila tempat Nadira dan Rakha saling mencumbu dan memeluk erat, berdiri sosok Galendra dalam diam. Tatapannya tertuju ke arah bangunan itu—sunyi, namun jelas menggambarkan luka yang tidak bisa disembunyikan.

Ia tidak ingin menyerah, tidak mau kehilangan Nadira. Tapi Galendra juga tahu, mencintai bukan berarti memaksa. Dan keputusan Nadira—meski menyakitkan—harus ia terima.

"Aku tidak mau bersaing dengan siapa pun, Galen. Aku tahu kamu tulus padaku... tapi mantan kekasihmu yang bahkan berani mendatangiku dan menyuruhku mundur itu... Aku merasa dia akan menjadi ancaman untuk pernikahan kita. Aku takut nanti kamu kembali tergoda olehnya, merasa bahwa dia lebih memuaskanmu. Aku takut kamu selingkuh.”

Itulah yang Nadira katakan tadi, tepat di hadapan Galendra. Kalimat yang kini terus terngiang di telinga lelaki itu, menampar harga dirinya, sekaligus menyayat hatinya yang sudah telanjur menaruh harap terlalu tinggi.

"Aku tidak ingin bernasib seperti ibuku... diselingkuhi hanya karena perasaan ayahku terhadap masa lalunya kembali tumbuh. Karena kalau itu sampai terjadi, bukan hanya aku yang akan terluka—tapi juga anak kita. Kalau kamu pikir hal itu tidak akan berpengaruh, kamu bisa lihat aku. Aku adalah bukti nyata dari seorang anak yang terluka karena orang tuanya gagal memahami apa itu cinta dan pernikahan."

Kalimat itu masih terus terngiang di kepala Galendra. Setiap katanya menusuk lebih dalam dari sebelumnya, seolah menggambarkan luka yang Nadira simpan bertahun-tahun. Luka yang tidak bisa ia sembuhkan hanya dengan janji atau niat baik.

Galendra sadar, menyakinkan perempuan yang memiliki trauma akan cinta bukan hal mudah—apalagi jika luka itu bukan karena mantan, bukan karena lelaki lain, tapi karena ayah kandungnya sendiri.

Dan pada akhirnya, Galendra hanya bisa pasrah. Bukan karena ia tidak mencintai Nadira, tapi karena cinta kadang tidak cukup untuk menyelamatkan hubungan yang sudah terlanjur dipenuhi ketakutan.

1
Syaira Liana
lanjutt kak
Rian Moontero
mampiiir🖐🤩🤸
Syaira Liana
awas aja keira 😡😡😡😡
Syaira Liana
sebel banget sama keira 😡😡😡
ALRININGSIH ALRININGSIH
awal cerita yang bikin penasaran 😊
Clair Bae: Makasih udah mampir ❤
total 1 replies
Asphia fia
mampir
Clair Bae: Terimakasiu sudah mampir, semoga suka sama ceritanya 🙏
total 1 replies
Syaira Liana
lanjuttt kaka
Syaira Liana
Luar biasa
Clair Bae: Terimakasih sudah memberi ulasan ❤
total 1 replies
Susanti
semangat
Clair Bae: Terimakasih banyak ❤
total 1 replies
Trà sữa Lemon Little Angel
Jangan sampai ketinggalan!
Diva Rusydianti
Seru banget! Gak sabar nunggu kelanjutan ceritanya!
Beerus
Suka banget sama buku ini. Jangan lupa update terus ya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!